Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Nasi dan Lauk itu Tersisa?

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seringkali saya tak mengerti jika melihat seseorang menyisakan nasi dan lauk pauk di atas piring makan tanpa merasa bersalah. Juga tak habis pikir, mengapa seseorang tidak bisa menghabiskan nasi dan lauk yang diambilnya sendiri. Ada rasa sedih ketika saat makan, melihat seseorang meninggalkan tempat duduk dengan sisa nasi dan lauk-pauk yang masih banyak di atas piringnya.

Apakah sudah kenyang, tak selera makan, atau tak cocok dengan menunya sehingga makanan tersebut tersisa? Mengapa tidak mengambil nasi, sayur, daging dan lauk lainnya secukupnya dan jika kurang dapat menambah lagi? Mengapa harus mengambil begitu banyak nasi dan lauk hingga menggunung di atas piring? Tak masalah kalau makanan itu habis disantap.

Namun yang kadang terjadi justru sebaliknya. Padahal hidangan sudah disajikan dalam bentuk prasmanan. Silakan ambil sendiri, tapi kok masih banyak sisa makanan. Hal seperti itu bisa kita lihat di berbagai acara. Dalam acara keluarga seperti pernikahan, khitanan, kelahiran bayi, hingga syukuran lulus sekolah atau selamatan menempati rumah baru, hidangan prasmanan seringkali menjadi pilihan utama untuk menjamu tamu-tamu yang datang.

Memang masih ada cara yang lain untuk menghidangkan menu makanan, yaitu berupa berupa nasi kotak yang berisi lauk-pauk di dalamnya. Namun, cara ini jarang dipilih karena lebih banyak digunakan ketika travelling atau berwisata, dan bukan untuk acara di rumah atau di gedung.

Demikian juga pada saat kita menghadiri acara-acara lainnya seperti seminar, simposium, workshop, dan pelatihan. Menghidangkan makanan dengan menu prasmanan juga selalu menjadi agenda untuk menjamu para peserta dan panitia acara.

Dengan cara prasmanan, berbagai hidangan dan lauk pauk disajikan di atas meja panjang. Ini sebenarnya merupakan bentuk penghormatan tuan rumah bagi para tamu yang memiliki selera makan yang berbeda.

Berbagai pilihan dan variasi menu disajikan untuk menjamu tamu yang datang. Selanjutnya, para tamu dipersilahkan untuk memilih dan mengambil sendiri menu yang disukai sesuai porsinya masing-masing. Setiap orang bebas untuk memilih hidangan, menu makanan dan minuman sesuai selera masing-masing.

Namun, terkadang kebebasan untuk memilih hidangan dalam prasmanan tersebut kurang diimbangi untuk mengukur kemampuan diri. Malah dijadikan semacam aji mumpung. Kalau nggak sekarang, kapan lagi makan enak. Kalau nggak saat ini, kapan bisa makan banyak, lengkap lagi menunya. Akhirnya, nasi dan berbagai lauk pun diambil sebanyak-banyaknya hanya untuk memuaskan nafsu makan.

Dan ketika kita melihat bekas piring-piring makan di bawah kursi, nggak heran kalau berbagai sisa makanan masih berada di atasnya. Jarang kita lihat bekas piring yang bersih dan licin dari sisa-sisa makanan.

Sebuah kebiasaan makan yang berlebihan. Sebuah perilaku mengkonsumsi makanan yang boros dan menghabiskan banyak devisa. Tidakkah kita berpikir bahwa sebagian dari nasi yang tersisa itu berasal dari beras yang diimpor? Tidakkah kita membayangkan bahwa sebagian daging dan sayur yang tidak habis dikonsumsi itu harus didatangkan dari negara lain?

Tidakkah kita berpikir bahwa masih banyak saudara-saudara kita lainnya yang hanya makan sekali sehari? Sementara kita dengan begitu entengnya membuang makanan, karena ketidakmampuan kita mengukur porsi makanan yang sesuai untuk diri kita.

Sudah saatnya bagi kita untuk lebih cermat dalam mengambil makanan dan lauk-pauknya agar tak tersisa lagi hidangan di atas piring. Hal tersebut sudah saya coba dan terapkan. Pada saat sarapan, makan siang dan makan malam, saya selalu mengambil porsi nasi dan lauk pauk secukupnya. Kalau hidangan tersebut sudah habis dan masih belum kenyang, saya tambah lagi sedikit porsinya. Hingga saat ini, jarang sekali saya menyisakan nasi dan lauk-pauk di atas piring.

“Ambillah makanan secukupnya, kalau kurang boleh tambah lagi”. Mungkin seperti itu permintaan yang perlu disampaikan oleh tuan rumah atau panitia, kepada para tamu dan peserta yang datang.

Sebuah ajakan sekaligus pemberitahuan yang dapat di sampaikan dalam acara-acara keluarga maupun kegiatan lainnya.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline