Lihat ke Halaman Asli

59,7 Persen Masyarakat di Jawa Bali Setuju PLTN

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1291605560679353164

Jakarta. Sebanyak 59,7% masyarakat di pulau Jawa dan Bali setuju pembangunan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) sebagai solusi krisis energi listrik yang terjadi di negara ini. Data ini diperoleh dari hasil Jajak Pendapat Tahap II yang dilaksanakan akhir November 2010. Dari data tersebut 25.5% menolak dan 14.8% lainnya menjawab tidak tahu.Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Universitas Indonesia (UI) bidang komunikasi Prof. Ibnu Hamad saat kegiatan Press Lounge “PLTN Solusi Tepat” yang diikuti puluhan wartawan cetak dan elektronik di Hotel Ambhara Jakarta Selatan, Rabu (01/12/2010). Sementara itu, sebanyak 25.5% responden menolak dan 14.8% lainnya menjawab tidak tahu.

Kategori Responden yang banyak setuju dengan pembangunan PLTN adalah Pelajar/Mahasiswa 77.4%, Aparat Pemerintah 74,6% , DPRD 72.8%, Parpol 72.8% dan Dosen 72.8%. Yang paling sedikit setuju dengan pembangunan PLTN berasal dari Masyarakat Umum 54.3%. [caption id="attachment_76490" align="aligncenter" width="600" caption="Apabila Indonesia ingin membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) untuk mengatasi krisis kekurangan listrik di masa yang akan datang, bagaimana sikap Anda? (dok. PDIN BATAN)"][/caption] Dengan menggunakan metoda multistage random sampling, jajak yang dilaksanakan di 22 kabupaten/kota yang tersebar di 7 provinsi pulau Jawa dan Bali ini merupakan kelanjutan dari Jajak Pendapat Tahap I. Prosentase masyarakat yang menerima PLTN meningkat dari 57,6% menjadi 59,7%, menurut Ibnu hal ini ditengarai oleh program sosialisasi PLTN yang dilaksanakan terutama melalui Iklan Layanan Masyarakat (ILM) di televisi. Selain itu Ibnu juga menegaskan di negara yang demokrasinya sedang berkembang seperti Indonesia perlu adanya kesempatan bagi pemimpin nasional untuk mengambil keputusan yang siap diawasi baik oleh pihak yang pro maupun kontra sehingga dapat membuat sejarah membangun PLTN yang pertama di Indonesia.

3.000 responden yang dijajak dari tanggal 8 sampai 20 November 2010, terdiri dari 2.000 masyarakat umum (berusia lebih dari 17 tahun), 1.000 responden 8kategorikhusus seperti aparat pemerintah, anggota DPR, pengurus parpol, dosen, pengurus ormas, tokoh masyarakat, pengurus LSM, dan masyarakat umum. PT Tridacomi Andalan Semesta melakukan metoda survei dengan face to face interview.

[caption id="attachment_76492" align="aligncenter" width="600" caption="Tingkat Penerimaan Masyarakat Terhadap PLTN - Kategori Wilayah (foto dok. PDIN BATAN)"]

12916057481253328776

[/caption]

Kepala BATAN Dr. Hudi Hastowo menyatakan saat ini BATAN akan terus menerus melakukan sosialisasi PLTN seperti amanat yang tercantum dalam Inpres No.1 Tahun 2010. Terkait dengan persiapan pembangunan PLTN, saat ini sedang dilakukan penelitian lokasi calon tapak di provinsi Bangka Belitung (Babel) terutama di kabupaten Bangka Barat dan Bangka Selatan. Menurutnya sampai saat ini dukungan masyarakat Babel dari pemerintah daerah, DPRD, hingga masyarakat luas sangat baik.

Untuk menepis keraguan tentang pengelolaan limbah radioaktif yang dapat membahayakan lingkungan. Hudi mengatakan bahwa PLTN juga termasuk energi bersih, tidak menghasilkan CO2 dalam pembangkitan energi listriknya karena berasal dari reaksi inti dan bukan reaksi kimia. Ia juga menegaskan pentingnya Security of Energy Supply, sehingga tidak perlu bangga untuk memiliki energi, tetapi bagaimana menguasai energi.

Bobby Adhityo Rizaldi dari Komisi VII DPRRI mengungkapkan perlunya mematahkan mitos bahwa PLTN itu tidak aman serta listrik nuklir itu mahal karena mengingat krisis listrik ini sudah merupakan hal yang urgent. Ia juga menyatakan dukungan sepenuhnya Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dimana nuklir termasuk di dalamnya. “Dukungan legislatif dapat berupa program anggaran”.

Senada dengan Bobby terkait dengan EBT, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luluk Sumiarso mengatakan nuklir adalah salah satu pilar utama energi baru. “Dalam konteks energi bersih, nuklir memang sudah mendapat tempat sebagai energi bersih, namun sayang di Indonesia belum digunakan”, demikian tambahnya. Pihaknya sendiri sedang melaksanakan kebijakan konservasi energi dan diversifikasi energi dengan 10 agenda EBTKE termasuk didalamnya program Reducing emissions From Fossil Fuel Burning (REFF Burn) yang bertujuan mengurangi emisi yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline