Lihat ke Halaman Asli

Seorang Pemuda Mencoba Jual Ginjal di Internet untuk Berobat Sang Ayah, Penyelenggaraan Negara yang Salah #Reminder

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13631378271379460087

“Ironis – ironis – ironis”, mungkin itu kata yang sedang berkecamuk dikepala saya saat melihat berita di televisi tentang seorang pemuda asal Tangeran Banten, Fahmi Rahardiansyah yang mencoba menjual ginjal yang merupakan organ vitalnya di salah satu website online shop, untuk keperluan berobat sang ayah, Muhammad Dik Mahmudi. Himpitan ekonomi yang menjadi sebab-musabab remaja yang bekerja sebagai buruh pabrik ini nekad melakukan hal itu. Bagaimana tidak, sebagai anak tunggal ia harus membiayai pengobatan sang ayah yang tidak berdaya karena penyakit stroke dan darah tinggi yang membutuhkan biaya besar, sedangkan sang ibu hanya berprofesi sebagai buruh cuci lepas. Fahmi memposting penawaran ginjalnya dengan harga Rp. 50 juta, namun karena ilegal, konten yang dibuat Fahmi telah di block situs online shop yang terkait. Sebenarnya ayah Fahmi adalah pensiunan pegawai kecamatan di Cianjur, Jawa Barat. Namun, kartu Askes yang bisa ia manfaatkan itu hanya berlaku di Cianjur, sedangkan mereka kini menetap di Tangerang. Sementara Fahmi mengaku belum berupaya mendatangi Dinas Kesehatan setempat karena khawatir dengan dengan respon dingin yang mungkin akan ia terima.

Tindakan yang dilakukan Fahmi ternyata tidak hanya menimbulkan pro, tetapi juga mendapat kecaman. Karena, apa yang dilakukannya dengan menjual organ tubuh yang dikategorikan ilegal ini melanggar hukum pidana. Kecuali, organ tubuhnya itu, ia donorkan secara sukarela demi kepentingan medis dan mashlahat banyak.

Terlepas dari pergunjingan pro dan kontra atas tindakan Fahmi tersebut, saya mempunyai pendapat lain atas kasus ini. Saya melihat ada yang salah didalam sistem penyelenggaraan negara, sampai kesejahteraan warga negaranya terabaikan. Seharusnya, pemerintah sebagai penyelenggara negara harus menjamin kesejahteraan warga negaranya, dan itu wajib karena tercantum didalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 34. Tetapi nyatanya, negara saat ini terkesan lepas tangan terhadap nasib fakir miskin dan anak telatar yang seharusnya dipelihara negara. Selain itu, kekayaan alam yang seharusnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan kepentingan warga negara, malah makin memperkaya para birokrat-birokrat nakal di bangku kekuasaan.

Terkait dengan apa yang dilakukan Fahmi, saya dapat mengambil esensi positif atas niat yang dia lakukan. Niat mulia, yang bahkan kita pun tidak mungkin akan melakukan hal yang sama apabila kita berada di posisi kepelikan seperti itu. Seorang anak yang rela korbankan masa depannya, demi harapan kesembuhan ayahnya, agar ia dapat kembali tertawa, bercerita, berkeluh kesah kepada sang ayah seperti sedia kala. Selain sedih, saya malu ketika melihat tayangan tersebut ditelevisi, dimana saya hanya bersenang-senang dengan apa yang saya punya tanpa memikirkan kedua orang tua saya, padahal sebenarnya orang tua saya selalu memohon kepada Tuhan agar saya diberikan segala sesuatu yang terbaik dan dimudahkan dalam segala hal.

Apa yang dilakukan Fahmi bisa kita jadikan pelajaran yang teramat baik, atas baktinya untuk orang tua. Selain itu, tindakan Fahmi yang mencoba menjual ginjal karena himpitan ekonomi ini, dapat menampar momok para penyelenggara negara atau para birokrat dari tingkat kecamatan hingga pemerintah pusat. Seharusnya, hal ini tidak perlu terjadi jikalau, anggaran untuk warga negara yang kurang mampu benar-benar dialokasikan atau diperuntukan sebagaimana mestinya. Apa gunanya Rumah sakit milik pemerintah??? Apa gunanya pajak??? Apa gunanya Kementerian Sosial dan dan Kementrian Kesehatan??? Apa gunanya Undang-Undang??? Apa gunanya???? Apa gunanya??? Jika kasus seperti ini dibiarkan dan bahkan terulang kembali. Ya saya hanya bisa bilang ada yang salah pada penyelenggaraan negara ini (#Reminder) .

orang miskin dilarang sakit




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline