Lihat ke Halaman Asli

Yudha Yuliardi

Mahasiswa Universitas Siber Asia

Baru Diluncurkan Satu Tahun, Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Desa Karangrejo Hadirkan Manfaat Untuk Warga

Diperbarui: 18 Februari 2023   10:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Pekerja di TPST Karangrejo Bersatu sedang memasukkan sampah organikke dalam mesin pencacah untuk dijadikan kompos. Dok. pribadi

Magetan - Sampah selalu menjadi persoalan warga, tidak hanya di perkotaan namun juga di desa-desa. Banyak masalah yang bisa ditimbulkan dengan adanya penempatan penampungan sampah yang tidak terpusat seperti bau yang menyengat dan juga efek kesehatan yang kemudian ditimbulkan dengan adanya bibit penyakit yang bersarang. Hal ini juga terjadi di Desa Karangrejo di Kabupaten Magetan, Jawa Timur yang mana desa ini jauh dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sehingga warganya membuang sampah di sekitar rumah bahkan bebeberapa membuang sampah di sungai. Hal ini menjadi perhatian perangkat desa untuk kemudian membuat program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dan diresmikan pada 16 Desember 2021 dengan nama TPST Karangrejo Bersatu.

Menurut Suharjo, pengelola TPST Karangrejo Bersatu, awalnya tidak mudah untuk meyakinkan warga untuk membuang sampah di TPST. Warga terbiasa membuang sampah di tempat sampah sekitar rumah bahkan ada yang disungai. Akibatnya, sampah yang dibuang di sekitar rumah biasanya dibakar yang kemudian menimbulkan polusi udara.

"Karena dari dulu sudah terbiasa kalau setiap rumah itu punya penampungan sampah sendiri, biasanya di belakang rumah. Beberapa kali sehari dibakar. Itukan jadi polusi udara juga/ Selain itu, sampah yang dibuang di sekitar rumah juga berbau," kata Suharjo pada Sabtu (21/1).

Namun, setelah terus dilakukan sosialisasi, akhirnya banyak warga yang mau mengumpulkan sampahnya lalu dibawa ke TPST. Menurutnya ada dua cara bisa diantar atau diambil. Bagi warga yang tidak bisa mengantar, TPST juga menyediakan jasa pengangkutan sampah dari rumah ke TPST.

"Kita tawarkan ke warga ada dua pilihan. Bisa diantar sendiri setelah dipilah-pilah, bisa juga minta dijemput petugas. Iuran yang diambil petugas Cuma Rp 20.000 per bulan," ujar Suharjo.

Sampah yang terkumpul di TPST kemudian akan dipilah oleh para pekerja yang berjumlah empat orang berdasarkan jenisnya, sampah organik dan anorganik. Sampah organik yang berasal dari sisa-sisa makanan akan diolah menjadi kompos. Sampah ini akan dimasukkan dalam mesin pencacah yang kemudian akan dikumpulkan ditempat penguraian. Sedangkan sampah anorganik yang bisa dijual seperti kertas, kardus, dan botol akan dijual.

"Setelah terkumpul dipisahkan dari yang organik dan anorganik. Untuk sampah organik kita olah menjadi kompos. Saat ini kita juga sedang mengembangkan sampah organik ini menjadi eco enzym yang nantinya kita jadikan pupuk untuk tanaman. Kalau yang anorganik yang gak bisa dijual dan kita tidak bisa mengelola ya terpaksa kita buang ke TPA," tambahnya.

Masih menurut Suharjo, kelemahan TPST ini adalah belum bisa proses daur ulang sampah sepenuhnya. Karena belum semua sampah bisa dilakukan proses daur ulang dan harus dibuang ke TPA.

"Pinginnya sih bisa melakukan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) secara penuh. Tapi karena terbatas baru bisa untuk sampah organik aja," ujarnya.

Abidin, salah satu pekerja di TPST 3R Karangrejo Bersatu, mengungkapkan bahwa adanya TPST ini memberikan rejeki bagi dirinya yang sebelumnya bekerja sebagai buruh tani. Dengan adanya TPST ini, dia mendapat pekerjaan tetap sebagai tenaga pengolah sampah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline