Luka bisa sembuh namun bekasnya akan selalu ada, adalah ungkapan lama yang sangat sesuai dengan jalan cerita dari film Exhuma (2024).
Film horror slow burn dari Korea yang kini sedang menghiasi bioskop Indonesia ini, di balik pengemasannya sebagai film horror, film ini menyimpan banyak kritik sejarah masa lalu Korea.
Sekilas tentang Exhuma (2024)
Exhuma (2024) adalah film horror yang disutradarai oleh Jang Jae-hyun. Sebelumnya Jang Jae-Hyun sudah pernah menyutradarai dua film yakni The Priest (2015) dan House of the Disappeared (2017) serta menjadi penulis naskah untuk film Svaha: The Sixth Finger (2019).
Dibintangi oleh Choi Min-sik, Kim Go-eun, Lee Do-hyun, Yoo Hae-jin dan Kim Jae-cheol sebagai peran utama.
Film Exhuma bercerita tentang empat orang yang bekerja sama untuk membantu keluarga Park Ji-yong (Kim Jae-cheol) yang diganggu oleh arwah nenek moyang mereka.
Hwa-rim (Kim Go-eun) dan Bong-gil (Lee Do-hyun) adalah dukun muda berbakat yang bekerja sama dengan Kim Sang-deok (Choi Min-sik) seorang ahli fengsui dan Ko Yeung-geun (Yoo Hae-jin) seorang petugas rumah duka, untuk mencari letak makam nenek moyang keluarga Park.
Meskipun awalnya perjalanan mereka mencari dan berusaha meng-kremasi nenek moyang keluarga Park berjalan dengan baik, namun mereka justru menemukan keanehan dan niat jahat pada makam itu.
Seketika, konflik yang awalnya hanya berkutat dengan arwah nenek moyang keluarga Park, merembet kepada sejarah kelam antara Korea dan Jepang.