Lihat ke Halaman Asli

Yudha Prawira

Penulis Lepas

Resensi Panggil Aku Kartini Saja (Karya Pramoedya Ananta Toer)

Diperbarui: 25 April 2021   16:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap tanggal 21 April, media sosial kita akan banyak menampilkan sosok R.A. Kartini dengan semboyan "Habis Gelap Terbitlah Terang". Yang merupakan terjemahan dari "Door Duisternis Tot Licht". 

Sebuah himpunan surat-menyurat Kartini kepada sahabat-sahabat terdekatnya.Yang disusun oleh Mr. J.H. Abendanon, dalam upayanya untuk meningkatkan reputasi, memperlancar jalannya menjadi Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda.

Sepanjang yang kita ketahui, Kartini merupakan tokoh pergerakan perjuangan wanita. Kartini adalah simbol usaha peningkatan derajat dan pengembalian hak-hak dasar --terutama hak menikmati pendidikan-- kaum wanita. Dimana pada zamannya, hak tersebut adalah kemewahan yang hanya dapat dinikmati segelintir saja. Dimana pada zamannya, hak tersebut direnggut oleh budaya patriarki dan feodalisme Pribumi. Dimana pada zamannya, wanita Pribumi baru benar-benar bebas setelah ia menikah, lalu hidup menjanda.

Namun, hanya sampai situkah peran Kartini?

Mengapa ia sampai digelari pahlawan nasional?

Berangkat dari pertanyaan tersebut, Pram menyajikan Panggil Aku Kartini Saja (PAKS). Sebuah alternatif sejarah. Berdasarkan observasi sistematis terhadap surat, nota, artikel dan seluruh berkas otentik yang berkaitan dengan Kartini yang dapat dikumpulkan.

Peran sesungguhnya Kartini untuk bangsa

Pram menampilkan Kartini sebagai patriot. Yang berjuang lewat lapangan kepengarangan. Lapangan yang memiliki ruang lingkup juang yang lebih luas dibanding lapangan kerja lain.

Memang hampir semua karya Kartini ditulis dengan bahasa Belanda. Menciptakan tanda tanya pada golongan Pribumi beberapa. Berada pada pihak mana Kartini? Mengapa tidak menggunakan bahasa Melayu atau Jawa? Bahasa sebangsanya?

Kartini sengaja. Ini terkait kepada siapa karya itu ditujukan.

Pada saat itu, Bahasa Belanda merupakan bahasa kaum intelektual. Dengan Belanda, Kartini berharap dapat menarik perhatian semua pihak, yang dapat membantu usaha perbaikan nasib Rakyat. Hendak menciptakan propaganda secara halus. Hendak menggalang suatu pembentukan opini. Hendak menghidupkan kesadaran atau paradigma baru. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline