Lihat ke Halaman Asli

Sikap Jothi terhadap Negosiasi Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) Uni Eropa-India

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pewarta Indonesia, Jakarta. JARINGAN ORANG TEINFEKSI HIV / AIDS, INDONESIA, atau biasa disebut “JOTHI”. Yang mana hari ini kelompok jaringan nasional ini mengadakan Aksi Simpatik bersama-sama dengan seluruh anggota JOTHI dan juga ikut mendukung dalam aksi hari ini dari kelompok Methadone Tebet dan Methadone Senen.

Menurut Koodinator aksi sdr. Andreas P Istiawan, ini merupakan aksi kemanusiaan adalah bentuk protes keras atas rencana Uni Europe – India dalam perjanjian kerjasamanya melalui FTA (Free Trade Agreement), maka sudah dapat dipastikan akan membuat Negara-negara berkembang, khususnya Indonesia tidak dapat mengekspor obat-obatan generik dari India. Dari pantauan kontributor dilapangan, nampakanya pihak Uni Europe memberikan respon baik terhadap tuntutan dari JOTHI, yang mana diterimanya perwakilan dari JOTHI sebanyak tiga orang yaitu, Abdullah Denovan, Maya Putrini, Elvina Harahap untuk menyampaikan langsung dengan perwakilan Uni Europe, sayang nya dalam pertemuan tersebut pihak media dibatasi oleh aparat kepolisian untuk ikut menyaksikan tentang hasil pertemuan tersebut.

(Figure <!--[if supportFields]>SEQ Figure * ARABIC <![endif]-->1<!--[if supportFields]><![endif]-->,Humas JOTHI,DOC)

Dalam keterangan yang disampaikan oleh sdr. Abdullah Denovan, perusahaan Farmasi India telah menyediakan lebih dari 90% pengobatan HIV diseluruh dunia di negara – negara berkembang termasuk Indonesia. Obat yang digunakan untuk mengendalikan kesehatan pasien HIV dan mampu menurunkan risiko pencegahan ini diproduksi oleh Farmasi Barat dengan harga 10.439 USD/tahun/pasien. Sejak India melakukan produksi ARV generik, harga obat ini turun hingga dibawah 300 USD/tahun/pasien.

Tanpa memandang kemanusiaan diseluruh dunia, Pemerintah Uni Eropa mendorong kebijakan agresif pembatasan akses terhadap obat generik. Jika Uni Eropa berhasil mendorong kebijakan ini, jutaan orang diseluruh dunia akan merasakan kesakitan dan kematian mirisnya hal ini dilakukan untuk menyelamatkan Uni Eropa dari krisis ekonomi yang mungkin sebenarnya adalah upaya mempertahankan keuntungan ekonomi besar dengan motif keserakahan.

FTA India – EU terutama pada klausul IP provision (HKI-Hak Kekayaan Intelektual) TRIPS Plus yang sudah pasti akan mempengaruhi pengobatan HIV di seluruh dunia.

1.Perpanjangan Paten, Paten akan diperpanjangan selama beberapa tahun dari batas waktu resmi berlakunya Paten sehingga harga obat ARV akan tetap mahal.

2.Ekslusifitas Data, akan membuat proses pendaftaran obat-obatan generik sulit dilakukan.

3.Penegakan ketentuan, penegakan Paten privat akan secara efektif menghalangi persaingan generik dan melanggengkan obat Paten privat dengan harga tinggi.

4.Pembatasan Tindakan, membuat ekspor obat-obatan India ke negara-negara berkembang menjadi sulit atau bahkan menjadi mustahil termasuk bagi Indonesia.

Tepat pada tanggal 6 Oktober 2010 adalah waktu dimana pertemuan negosiasi perjanjian perdagangan bebas Uni Eropa – India dimulai dan masuk pada tahap yang lebih serius. FTA Uni Eropa – India menjadi mesin pembunuh massal diseluruh dunia jutaan orang terinfeksi HIV. Di Indonesia, FTA ini akan menghambat Instruksi presiden RI No.3 2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas pengobatan ARV sebagai skenario pencapaian MDGs indikator 6 di Indonesia yaitu perang terhadap HIV/AIDS dan penyakit lainnya.

JOTHI (Jaringan Orang Terinfeksi HIV Indonesia), mengumumkan perlawanan terbuka dan menyatakan menolak FTA Uni Eropa dan India yang berisi skenario perbuatan keji FTA Uni Eropa – India terhadap seluruh umat manusia dan penindasan nyata terhadap hak atas kesehatan. JOTHI mendesak dan menuntut Uni Eropa untuk menghentikan FTA yang direncanakan. Uni Eropa harus penuhi kepedulian, komitmen dan janjinya terhadap hak atas kesehatan. JOTHI juga meminta kepada Pemerintah India untuk tidak menandatangani FTA yang mana dimaksud, demi kebaikan banyak pihak.Kami meminta Pemerintah untuk tetap berkomitmen untuk menyelamatkan lebih dari 1 juta jiwa penduduk Indonesia yang diprediksikan terinfeksi HIV hingga pada tahun 2015, dengan segera mengembangkan kapasitas produksi ARV generik dalam negeri dengan harga yang terjangkau setidaknya dibawah Rp 2.500.000,-/pasien/tahun….




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline