Lihat ke Halaman Asli

Yudaningsih

Pemerhati Bidang Sosial Budaya, Pendidikan dan Politik

Konspirasi Di Balik Kotak Suara KPU (Bagian 9 dan Bagian 10)

Diperbarui: 3 Februari 2025   16:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Dokpri

Sebelumnya Bagian 1 s/d 8. Lanjut Bagian 9 dan Bagian 10

  • Bagian 9

Hari-hari berikutnya di KPU Provinsi terasa semakin tegang. Setiap keputusan yang diambil, setiap langkah yang dilakukan, seakan diawasi oleh mata-mata tak terlihat. Arya, yang sebelumnya ia anggap sekadar kolega, kini tampak semakin sering menghubunginya, baik secara langsung maupun melalui perantara. Beberapa kali, Dita merasa terjebak dalam pertemuan-pertemuan yang tampaknya biasa saja, tetapi sesungguhnya ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya.

Suatu pagi, saat Dita sedang duduk di mejanya dengan segelas kopi, sebuah surat tiba tanpa pemberitahuan. Tak ada nama pengirimnya, hanya segel yang aneh. Dita membuka surat itu dengan hati-hati, dan matanya melebar saat membaca isinya:

"Dita, kamu sudah terlalu jauh. Kami tahu kamu berpikir bisa menggagalkan kami. Tapi, tidak ada yang bisa melawan kami. Saatnya untuk memilih: bekerjasama atau hancurkan semuanya."

Dita meletakkan surat itu dengan gemetar, meskipun ia berusaha tetap tenang. Siapa yang menulis surat ini? Siapa yang sebenarnya mengancamnya? Dalam sekejap, gambaran Arya dan wajah politisi besar yang pernah mendekatinya kembali terbayang di benaknya. Mereka pasti tahu ia mulai mendekati kebenaran.

Namun, Dita tahu, jika ia terjebak dalam ketakutan, maka ia akan kalah. Ia memutuskan untuk bertindak dengan lebih hati-hati. Ia mulai mengumpulkan bukti-bukti yang menunjukkan adanya manipulasi dalam pemilu yang baru saja berlangsung. Menggali informasi yang tersembunyi, menghubungi kontak-kontak yang dapat dipercaya, dan menganalisis data yang tampaknya tidak sesuai dengan narasi resmi. Perlahan, ia mulai menyusun gambaran besar.

Di sisi lain, Arya mulai semakin intens menekan Dita. "Dita, kamu tahu betul bahwa kekuatan kita sangat besar. Jangan sia-siakan kesempatanmu. Kamu punya masa depan yang cerah di dunia politik ini jika kamu ikut bersama kami," katanya suatu hari di ruangannya, menawarkan sebuah tawaran yang tampaknya sulit ditolak.

Namun, Dita menatapnya dengan tatapan yang penuh arti. "Aku tidak akan menerima tawaranmu, Arya. Ini bukan tentang masa depan politik. Ini tentang masa depan negara ini, dan aku tidak akan jadi bagian dari konspirasi yang menghancurkan kepercayaan rakyat."

Arya terlihat terkejut, namun ada sesuatu yang berubah di wajahnya. Ada senyuman kecil yang terlukis di sudut bibirnya. "Kamu memang keras kepala, Dita. Tapi ingatlah, keputusanmu tidak akan pernah murni. Pihak-pihak besar ini sudah mengatur segala sesuatunya. Tidak ada yang bisa kamu lakukan untuk menghentikannya."

Dita tidak membalas, hanya menatap keluar jendela dengan pandangan kosong. Namun, di dalam hatinya, ia merasa ada sebuah rencana yang sudah mulai terbentuk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline