Jakarta kembali menjadi saksi perjalanan penting organisasi perempuan Islam terbesar di Indonesia. Pimpinan Pusat 'Aisyiyah menggelar Tanwir I Tahun 2025, Rabu hingga Jumat (15-17 Januari), dengan tema "Dinamisasi Perempuan Berkemajuan Mewujudkan Indonesia Berkeadilan." Acara ini menghadirkan berbagai tokoh penting, mulai dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Ketua Umum PP 'Aisyiyah Salmah Orbayinah, hingga sejumlah pejabat negara seperti Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI Abdul Mu'ti serta Wakil Menteri PPMI RI Dzulfikar Ahmad Tawalla.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan tahniah atas Tanwir 1 Aisyiyah Periode 2022-2027. Menurut Haedar, istilah Tanwir digunakan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-24 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada tahun 1935. "Kata ini (Tanwir) punya makna yang begitu mendalam. Intinya kata Tanwir itu punya makna pencerahan," katanya saat membuka acara tersebut di Hotel Tavia Heritage, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (15/1). Kata Tanwir terambil dari bahasa Arab, nawwara-yunawwiru-tanwiran. Kata ini dimaknai sebagai pencerahan, penyinaran, penerangan. Muhammadiyah menerjemahkannya menjadi gerakan pencerahan sebagaimana termaktub dalam pernyataan pikiran Muhammadiyah abad kedua tahun 2010. "Muhammadiyah memaknai gerakan Tanwir sebagai praksis Islam yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan seluruh aspek kehidupan," tuturnya. Tanwir dipahami sebagai momentum membangun relasi sosial yang berkeadilan tanpa diskriminasi. Bahkan juga, membangun martabat manusia baik laki-laki dan perempuan dalam kesetaraan yang sama, serta memberi ruang toleransi dan kemajemukan bangsa. Haedar menambahkan, gerakan Tanwir meniscayakan transformasi dalam kehidupan. Dari proses persoalan yang dihadapi, tidak cukup dengan pendekatan yang umum, namun perlu dilakukan dengan pendekatan berbeda dan tersistem pada level yang lebih konkret. "Maka gerakan tranformasi itu memobilisasi potensi yang kita miliki, mengagendakan perubahan, dan memproyeksikan masa depan," jelasnya
Haedar menjelaskan, proses membebaskan itu mencakup seperti ketertinggalan, keterbelakangan, ketidakadilan menjadi maju dan sejahtera. Lalu memberdayakan, mendorong masyarakat untuk berdaya dengan kekuatan sendiri (kemandirian). Semua itu akan melahirkan kemajuan secara signifikan.
Dalam pidato pembukaannya, Ketua Umum PP 'Aisyiyah, Salmah Orbayinah, menegaskan komitmen 'Aisyiyah untuk terus menjadi motor perubahan dalam memecahkan berbagai permasalahan, termasuk mewujudkan keadilan bagi semua. Organisasi perempuan Muslim, 'Aisyiyah memahami pentingnya peran perempuan dalam membangun bangsa. "Sejak berdiri hingga kini, 'Aisyiyah berkomitmen menebar manfaat bagi masyarakat, umat, bangsa, dan negara di seluruh aspek kehidupan. Kini kami memperkuat dan memperluas dakwah di semua tingkatan dan lapisan, menjadikan 'Aisyiyah semakin unggul dan berkemajuan," ujar Salmah. Ia juga menyoroti pentingnya kekuatan organisasi dalam memecahkan berbagai permasalahan, termasuk mewujudkan keadilan bagi semua. Dalam forum Tanwir, peserta juga diajak untuk berdiskusi dan mencari solusi atas berbagai persoalan yang menghambat terwujudnya keadilan. "Dakwah harus mampu menjawab tantangan zaman. Kami yakin, melalui sinergi dan kerja bersama, Indonesia yang berkeadilan dapat terwujud," tegas Salmah.
Dakwah Era Digital
Di era digital yang semakin berkembang pesat, peran organisasi keagamaan tidak lagi terbatas pada ruang fisik. 'Aisyiyah, sebagai organisasi perempuan Islam terbesar dan tertua di Indonesia, menghadapi tantangan sekaligus peluang untuk memperluas jangkauan dakwah dan pemberdayaan umat melalui pemanfaatan teknologi digital. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam berkemajuan ke dalam platform digital, 'Aisyiyah dapat menjangkau berbagai kalangan masyarakat secara lebih efektif dan relevan. Dengan pendekatan inovatif dan adaptif, 'Aisyiyah dapat menjadi motor penggerak transformasi sosial yang berlandaskan nilai-nilai Islam berkemajuan
Platform digital seperti media sosial, website, dan aplikasi memungkinkan 'Aisyiyah menjangkau masyarakat lintas usia, gender, dan lokasi geografis, termasuk generasi muda. Meningkatnya literasi digital di kalangan masyarakat menjadi modal bagi 'Aisyiyah untuk mengedukasi umat melalui konten dakwah yang relevan dan menarik. Perkembangan teknologi seperti artificial intelligence (AI) dan big data memungkinkan analisis kebutuhan dakwah secara spesifik, sehingga pesan dapat disesuaikan dengan target audiens. Teknologi digital telah membuka peluang bagi perempuan, terutama kader 'Aisyiyah, untuk aktif berperan dalam menyuarakan nilai-nilai Islam melalui berbagai platform.
Inovasi dakwah digital adalah langkah strategis bagi 'Aisyiyah untuk tetap relevan di era modern. Dengan memanfaatkan peluang yang ada, menghadapi tantangan secara adaptif, dan menerapkan strategi yang terencana, 'Aisyiyah dapat memperkuat perannya sebagai motor penggerak Islam berkemajuan. Dakwah digital bukan hanya tentang menyampaikan pesan agama, tetapi juga menjadi sarana pemberdayaan umat, khususnya perempuan, dalam menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan berkemajuan.