Sebelas tahun sudah Sanur Village Festival mewarnai aktivitas kepariwisataan dan budaya di Bali. Festival ini dinilai lulus melampaui masa sulit untuk mengukuhkan eksistensi dan bahkan telah menemukan jati diri sebagai kegiatan berbasis masyarakat yang konsisten mengangkat potensi dan mengembangkannya untuk kesejahteraan warga yang lebih luas.
Gagasan festival desa itu lahir pasca tragedi bom kedua di Bali pada 2005 atau saat kondisi kepariwisataan belum pulih betul karena kejadian bom dahsyat di Legian 2002. Tingkat okupansi hotel terpuruk hingga 17%, padahal menurut prakiraan manajemen minimal 40% baru bisa mencapai break even point (BEP). Jalanan sepi dari wisatawan mancanegara. Sarana hospitalitas gelap gulita karena tak menghidupkan lampu penerangan untuk efeisiensi. Bahkan merumahkan karyawan hotel dan perusahaan di bidang pariwisata sudah mulai dilakukan.
Ketua Yayasan Pembangunan Sanur (YPS) Ida Bagus Gede Sidharta Putra atau yang lebih dikenal Gusde mengatakan Sanur juga terkena dampak, turis asing tak tampak. Warga mulai resah, perusahaan goyah. “Tapi, kita tidak bisa hanya diam berpangku tangan, maka digagaslah suatu festival untuk membangkitkan kembali harapan dan semangat kepariwisataan itu,” katanya.
Ketika itu, Yayasan Pembangunan Sanur, lembaga pemberdayaan desa setempat, merespons cepat dan merancang festival bisa dilaksanakan pada 2006 agar Sanur dengan kepariwisataan dan segala daya dukungnya bisa tetap eksis berkelanjutan. Maka digelarlah Sanur Village Festival yang pertama selama tiga hari, 25-27 Agustus 2006, Lapangan Inna Grand Bali Beach Sanur.
Inilah cikal bakal yang kemudian bergulir hingga tahun kesebelas ini. Selain alam dan lingkungan, modal Sanur adalah kekayaan seni, budaya, dan karakteristik masyarakat pesisir yang energik, dinamis, kreatif, namun juga adaptif terhadap masuknya budaya dari luar. Seluruh potensi itulah yang dikreasi dan disajikan dalam kemasan sebuah festival yang kini telah menjadi bagian dari kehidupan desa dan dirindukan masyarakatnya, termasuk wisatawan domestik dan asing yang kerap pulang dan kembali ke Sanur.
Festival yang pada awalnya masih dipertanyakan eksistensinya, kini telah mendapat sambutan positif dari masyarakat, para pelaku pariwisata dan stakeholder. Ini karena kegiatan yang berpijak dari tanggap darurat Sanur menuju kebangkitan industri pariwisata itu telah membuktikan sebagai cara ampuh untuk siap kembali bersaing dengan destinasi lain.
Bali merupakan daerah tujuan wisata dunia, peran serta Sanur sebagai salah satu destinasi pariwisata tentu tidak lepas dari pencitraan. Mengacu pada kesan yang tidak hanya pada tempat di mana tamu tinggal, namun lebih dari itu bagaimana mempromosikan dan merevitalisasi segala potensi yang ada demi mendukung tujuan wisata dunia itu.
Beragam fakta dari keindahan alam dengan pantai yang menawawan, letak bentang alam, seni dan budaya, aktivitas masyarakat, olah raga air yang memanfaatkan pantai, kulinari, serta faktor keamanan dan kenyamanan telah diimplementasikan oleh Yayasan Pembangunan Sanur sebagai frame kesiapan dan kesatuan menuju world class destination. Ibarat bangun dari keterpurukan sekaligus berusaha dengan perencanaan dan persiapan yang matang, dan kepastian bahwa bersama-sama masyarakat Sanur yakin dapat mengatasi permasalahan.
Kini Sanur Village Festival telah menjadi kebanggaan dan dimiliki masyarakat, buah dari kesadaran dan kerja keras warga. Melewati pasang surut penyelenggaraan festival mendorong semangat baru terjaganya warisan budaya (the new spirit of heritage) dan mengesampingkan beragam kepentingan yang ada, kecuali hanya semata-mata untuk pembanguan pariwisata dan kesejahteraan masyarakat Sanur.
Promosi ala Desa Sanur ini bisa menginspirasi daerah lain dengan mengandalkan keterampilan warganya sebagai penyelenggara kegiatan (event organizer) dengan semangat ngayah (gotong royong). Memang, warga Sanur banyak memiliki pengalaman kerja di bidang pariwisata, jadi saat mengemas acara pun menjadikan festival yang bersinergis dan mendukung denyut nadi kehidupan pariwisata.
Gusde pun berharap pasar pariwisata yang telah berkembang penuh persaingan saat ini, bisa terdongkrak begitu ada kemasan baru yang menjadi branding yang kuat. “Sekarang kemasan yang sudah menjadi branding itu senantiasa harus diperthankan dan ditingkatkan kualitasnya. Saya yakin Sanur Village Festival telah mampu meletakkan identitas baru bagi kemasan pariwisata Bali,” ucapnya.