Lihat ke Halaman Asli

Anggito Abimanyu, Korupsi Akademik dan Virus Korupsi Kementerian Agama

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasihan si Anggito Abimanyu. Orang cerdas itu keblinger tersandung kasus menjiplak. Plagiat. Memalukan. Apakah kira-kira penyebab Anggito melakukan plagiat atau penyalahan pengiriman file? Apakah karena Anggito terkena virus korupsi di Kementerian Agama?

Di mana kamu hidup di situlah kamu dibentuk. Anggito yang berkiprah di kampus ndeso UGM (Universitas Gadjah Mada) sebenarnya bermoral baik. Namun, ketika Anggito mulai bergabung dengan Kementerian Agama, semua orang bersorak menyambut. Harapannya korupsi akut di kementerian paling dekat dengan surga dan paling dekat dengan neraka tersebut akan dapat diurai dan dibersihkan. Anggito dianggap mampu dan memiliki integritas karena dia adalah professor. Akademisi.

Publik lupa bahwa akademisi juga bisa menjadi koruptor seperti ustadz Luthfi Hasan Ishaaq, Anas Urbaningrum, Rudi Rubiandini, dan banyak yang lainnya menjadi koruptor. Moralitas hidup di suatu tempat akan memengaruhi sikap dan perbuatan. Anas dulu adalah pengamat politik UI yang keren, namun begitu ke habitat politik dia tersandung kasus Hambalang. Prof. Rudi Rubiandini dari ITB juga hebat, namun begitu masuk ke sarang para penyamun yakni Pertamina dan BP/SKK Migas, maka dengan gagah berani dan moralnya langsung drop bejat: jadilah dia koruptor. Bagaimana dengan Anggito Abimanyu? Apakah karena lingkungannya dia menjadi moral akademisinya hancur berantakan dan silau oleh lingkungan yang korup?

Tampaknya Anggito sibuk menikmati kondisi nyaman alias comfort zone di Kementerian Agama sehingga lupa tugas untuk membenahi urusan haji. Uang bejibun berupa dana abadi umat/haji kadang membuat siapapun kehilangan nalar dan integritas moral. Publik ingat Dirjen Bimas Islam terlibat korupsi pengadaan Al Qur'an. Ini kan sungguh bejat. Di jantung urusan agama, di situlah justru maksiat paling besar. Lalu apakah Anggito sudah bekerja dan membenahi urusan haji? Belum dan tidak.

Bukti penyelenggaraan haji tetap tidak dapat dikelola dengan baik, bahkan komponen biaya haji di bawah Anggito tak mengalami perubahan positif: tetap mahal. Pun juga tentanng transparansi penggunaan dana abadi umat alias dana jemaat haji yang tak bertuan. BPK menyinyalir adanya penyimpangan dan kurang transparansi penggunaan dana abadi haji yang jumlahnya triliunan. Fakta lainnya pantas Pak SBY saja tak mau memakai jasanya sebagai menteri. Sekolahnya padahal oke punya. The Penn. Philadelphia sana. USA.

Nah, perubahan Anggito Abimanyu dari berintegritas tinggi menjadi ikut arus di Kementerian Agama sungguh patut disayangkan. Kebejatan moral di suatu tempat seperti Kementerian agama ternyata menular dengan Anggito terbukti dengan melakukan kecerobohan melakukan plagiat dan penjiplakan, dengan alasan absurd dan konyol yakni salah kirim file ke Kompas.

Kompas pun selalu terbelalak dan menyembah gelar untuk urusan opini. Padahal tulisan Opini Kompas banyak dipakai oleh pemilik gelar atau pejabat untuk mendongkrak kredit dan nilai. Kasihan Kompas dimanfaatkan dengan keculunannya menyembah para penulis opini yang memiliki gelar berderet-deret. Kasus Anggito dan terjerembabnya para akademisi menjadi koruptor seharusnya membuka mata bahwa gelar professor tak selalu sejalan dengan moralitas dan kebaikan serta kebejatan seseorang.

Begitulah Anggito yang hidup di kubangan Kementerian Agama paling korup pun akhirnya terkena virus buruk lingkungan korupsi: Anggito melakukan korupsi akademik dan intelektual yang tak termaafkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline