Karya : Andi Sudarsono
DENDAM BERKESINAMBUNGAN
“santrihomo”
Terdengar suara keras yang benar-benar ditujukan kepadaku. Ku hentikan sejenak aktivitasku, yang saat ini sedang membaca buku-buku tentang islam di pelataran masjid. Lalu kuangkat kepala, menuju sumber suara yang sudah mengganggu. Oohhh, dan ternyata, anton, si bocah tengik sok menjadi geng pondok dengan 3 orang bodigatnya.
“diam kau pengecut, beraninya cuma bergerombol, kalo berani ku tunggu kau dibelakang halaman pondok” kataku yang saat ini benar-benar sudah letih dengan kesabaran.
Cacian yang terlalu sering muncul dari mulut anton, membuatku tak hanya pasrah dan diam. Harus ada perlawanan, ya, perlawanan. Untuk menunjukkan wabha aku bukan orang lemah yang mudah dioelk-olok. Padahal anton adalah salah satu teman sekelasku, sikapnya tak menunjukkan sahabat, kami bagaikan musuh dalam selimut yang tak mau diajak akur. Dia dulu orangnya pemalu, ya, bisa dikatakan culunlah, bahkan kemana-mana dia selalu sendirian. Tapi semenjak kudengar orang tuanya bercerai, dia semakin buas, mudah tersinggung dan gampang emosi. Sebenarnya sangat sepele timbulnya percekcokan ini, bahkan aku tak menganggap hal itu adalah akar permasalahan. Kebetulan, aku menjadi ketua kelas, mendengar bahwa orang tuanya bercerai, kuberanikan diri maju kedepan kelas dan hendak mengucapkan bela sungkawa atas musibah yang menimpanya. Kuceritakan semua, lalu kuminta para siswa memanjatkan do’a untuk kebaikan anton. Namun hal ini bukan suatu motivasi bagi anton, melainkan tekanan yang menjadikan harga dirinya jatuh. Saat itu hanya aku yang tahu perkara perceraian orang tua anton.
Disaat semua hening memanjatan doa, anton menggebrak meja dan keluar kelas. Aku yang saat itu memimpin panjatan doa, ku hentikan, lalu berlari mengejar anton. Ku coba raih tangannya, tapi tanganku dilempar. Aku juga mencoba untuk membujuknya, namun dia tetap tidak mau menghentikan langkahnya. Dan hari-hari biasa dikelas, dia selalu membuang muka jika aku melihatnya. Sejak saat itu, perubahan sikap anton begitu terlihat jelas. Pakaian yang tak rapi, rambut acak-acakan dan mulai bertingkah layaknya kepala geng. Yang biasa sendiri, diapun akirnya memiliki 2 teman yang selalu mendampinginya. Dan di tempat ini, di pondokpun, dia masih punya cadangan 3 pasukan. Teman yang ku tahu bahwa dia bukan orang yang bisa membawa kebaikan. Dan akan menjerumuskan dia pada keburukan. Aku serba salah sebenarnya, namun permintaan maafku hanya dikesampingkan olehnya. Kini sebegitu bencinya dia melihatku.
Seputar olok-olokan “homo” itu terjadi karena aku yang tidak pernah dekat dengan cewek. Bahkan ketika aku hendak didampingi, aku lebih suka pergi. Dan tau hal itu, anton menjadikannya icon untuk melemahkan mentalku. Sebelum-sebelumnya aku tak mengapa, tapi lama kelamaan kuping ini terasa panas juga.
“ngapain harus ke belakang pondok tukang homo! disini saja lebih luas kan? Jawab anton dengan ketawa ejekan dibarengi tawa’an-tawa’an para kawulanya.
“ini sudah keterlaluan”. Buku ku lempar, tangan mengeras hendak ku hantamkan ke mukanya. Tapi 3 orang yang ada disampinya menghadang dan balik memukuliku. Pantas saja aku kalah, memang kondisiku saat ini hanya seorang diri, sedang anton dibantu oleh 3 cecunguknya. Akirnya aku terkapar diteras pelataran masjid, dengan darah yang mengalir di bibirku. Kemudian mereka berlalu, sambil mengejek disertai ludah penghinaan.
“sialan kau anton, liat nanti”. Rasa kekesalanku benar-benar sudah tak terbendung lagi.
Kondisiku yang saat ini tergeletak, berusaha bangkit walaupun agak sedikit merangkak. Berjalan tertatih, seraya memungut buku-buku yang tadi ku lemparkan ke tanah.
“astagfirulloh”. Ayat al qur’an yang ada pada buku, robek dan ternodai oleh pasir. Sungguh menyesal diriku, sangat bersalah, kenapa harus mementingkan emosi dari pada merawat ayat ini? Tapi apalah daya, nasi sudah menjadi bubur, dan mungkin rasa sakitini adalah peringatan dari tuhan atas kelalaianku.
***
Komplek pondok modern nduri sawo adalah salah satu pondok yang sangat ternama di kota ponorogo. Banyak para orang tua yang tidak segan-segan menitipkan anaknya untuk menuntut ilmu ditempat ini. Gedungnya terdesain dengan sebegitu menarik. Taman-taman yang sebegitu cantiknya menghiasi pesona pondok. Banyak juga ustadz-ustadz yang didatangkan dari syiria sebagai pemandu hafalan al qur’an. Namun yang paling menonjol dari pondok ini adalah nama besar kyai agung yang begitu mashur di mata masyarakat. Beliau terkenal dengan sosok yang alim, cerdas dan bijaksana. Dari tangan beliaulah lahir-lahir para pejabat tinggi negara setelah lulus dari pondok ini. kepopulerannya juga tidak membuat besar kepala. Malah beliau setiap kali bepergian hanya mengenakan sepeda ontel dan berpakaian ala kadarnya.Rasa zuhudnya kepada tuhan sungguh tiada keraguan lagi.
Pondok yang dipimpinya hanya diperuntukkan bagi kalangan mahasiswa dan anak-anak SMA. Dan hanya diperuntukkan bagi kalangan laki-laki, Itupun tidak ada sekolah umum didalamnya. Jadi untuk sekolah reguler semua santri harus mencari sendiri. Ya bisa dibilang pondok yang bersifat kos-kosanlah, tapi selalu dididik agama didalamnya. Kegiatan yang selalu tersaji, penuh dengan nuansa islam. Sekolah umum biasanya memulangkan para siswa jam 1 siang. Pondok memulai pelajaran rutin setiap ba’da asyar sampai menjelang magrib. Jadi setiap santri yang baru pulang sekolah ada kesempatan sekitar 2 jam untuk istirahat. Ba’da magrib sampai isya’ masih ada kajian rutin masjid yang wajib dihadiri oleh semua santri. Jika ketahuan tidak ikut, bisa-bisa rambut musnah dari kepala. Ketat memang, dan penuh dengan kedisiplinan. Ba’da isya’ diberikan waktu sampai jam 8 untuk makan. Setelah itu lanjut lagi pelajaran agama. Jam 10 malam baru bisa istirahat. Kemudian jam 3 pagi semua harus bangun, kalo bel sudah berbunyi belum juga beranjak bangun, maka air se ember melayang ke muka. Selepas itu semua menuju ke masjid untuk shalat tahajud berjamaan, hingga menjelang shubuh. Ba’da subuh dilanjutkan dengan olah raga pagi, sampai tiba waktunya berangkat ke sekolah umum.
***
Aku yang saat itu sudah lepas dari masa SMP, oleh ayah langsung dipindah tempatkan pada salah satu SMA terfaforit di Ponorogo bagian kota.Tak banyak membantah, semua harus selalu “sendiko dawuh”. Karena jauh dari pantau, ayah tidak mengizinkanku untuk nge-kos, melainkan akan ditempatkan di pondok. Dan pondok itu adalah ponpes nduri sawo. Awalnya aku menentang dengan keputusan ayah. Karena aku tak ada yang bisa ku banggakan tentang ilmu agama. Dari TK, SD bahkan SMP selalu berada pada komplek negri. Jadi sedikit sekali pelajaran yang aku dapatkantentang agama hanta 1 pendidikan agama islam. Itupun pasti hanya seputar cerita, peragaan shalat dan lainnya. Dan yang aku tahu, dipondok itu harus mahir membaca al qur’an dan ayat-ayat yang kata orang-orang gondul-gundul apalah gitu. Pokoknya aku ndak ngerti sama sekali. Ditambah lagi kata teman-teman SMP ku bahwa pondok itu horor dan banyak yang gila setelah masuk didalamnya.
Tapi apalah daya, aku tiada kuasa dari apapun yang telah ayah putuskan. Semua harus terjalani.
***
Satu bulan setelah masukku dilingkungan pondok, benar-benar horor rasanya. Serba kekangan dan aturan. Sampai-sampai ada niatan untuk lari. Tapi kuurungkan niatku, karena jika itu terjadi, ayah pasti akan menghajarku habis-habisan.
Barulah kutemukan suatu ketentraman saat salah satu ustadz mengucapkan kata yang saat ini tidak bisa aku lupakan “tuhan meletakkan iman, dan disinilah tempat memupuk”. Iman, aku masih belum sadar akan makna itu. Makanankah atau minumankah, bagaimana rasanya? Segarkah atau manis?. Inilah yang hendak aku cari nantinya. Saat itu aku mulai bersemangat pada setiap kegiatan yang diadakan pondok.
Sekolah umum yang kebetulan sudah direncanakan ayah adalah SMA negri 2, itupun jika aku lolos seleksi masuk. Dan akirnya akupun masuk dalam jajaran murid negri. Ayah dan ibu begitu bangga padaku, sampai-sampai setiap minggu pagi selalu menengokku dipondok dan memberikan berbagai perlengkapan yang hendak aku butuhkan.
Dan situpulalah aku mengenal sosok anton. Dia juga satu SMA denganku, bahkan satu kelas. Namun untuk kamar tidur dipondok kita berbeda ruang.
Aku kenal betul sosok antonketika baru pertama kali masuk sekolah. Yang itu belum aku kenal disekitaran pondok. Diam, benar-benar pendiam dan tak banyak bicara. Perubahan yang sangat drastis itu terlihat ketika sudah duduk dikelas 2 dan pada saat itu aku hendak mengucapkan do’a untuk kebaikkannya atas perceraian orang tua. Disitulah timbul konflik antara aku dan anton.
Niat baikku kepadanya, ternyata berdampak keburukan dengan pertemanan kami. Aku yang tau hal itu tak tampak menyesal. Bahkan dengan bangga beranggapan bahwa niatku baik dan anggapanmu buruk. Tuhan selalu tau kebaikan dan keburukan akan terbinasakan. Tapi anton tak mau lepas dari dendam-dendam yang begitu membara terhadapku. Aku tak bergeming, malah aku lawan jika perlu.
SI JELITA KELAS 2 B
Pagi ini aku harus secepat mungkin mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah lebih awal. Karena aku bertugas menjadi komandan upacara bendera hari senin. Secara naluriah rasa kantuk ini masih saja hingga dikelopak mata, dengan padatnya kegiatan-kegiatan pondok.Namun hal itu tak lantas membuatku berkeluh kesah, malah memacu semangatku agar lebih giat.
persiapan sudah beres, kemudian aku menuju tempat parkir dimana motorku berada. Baru kunaiki ada sesuatu yang terasa aneh. Kulihat kebawah ternyata ban belakang kempes.
“aduh malah bocor lagi”
Padahal setengah jam lagi upacara akan segera dimulai. Jarak pondok dengan SMA ku bisa dikatakan lumayan jauh. Kalau setengah jam hanya habis buat mengurusi ban kempes, maka aku akan telat. Dan resikonya jika aku tidak bisa memimpin upacara adalah skor.
Belum sempat 3 menit aku kebingungan dengan keadaan ini, terdengar suara teriakan dari belakang yang begitu mengagetkanku.
“anak homo, banmu bocor ya? Mampus kau..
Lagi-lagi bocah ingusan, si anton, mencoba memancing emosiku. Namun aku tak peduli dengan hal itu, aku tetap berusaha memikirkan agar aku bisa memperbaiki sepeda dengan cepat dan bisa berangkat ke sekolah.
“anak homo, udah … hari ini aku lagi baik sama kamu, ayo kamu bareng aku aja? Dari pada ntar kamu telat… kata anton dengan memberikan isyarat agar aku duduk di belakang motornya. Sempat heran memang, tidak biasanya anton bersikap seperti ini. banyak tanda tanya kenapa dia baik padaku. Tapi… yaahhh… mungkin ini adalah hari baiku dengan dia.
Aku berjalan menghampiri anton. Belum sempat pantatku menempel 100% di jok motornya, anton memacu gas dengan kencang. Aku hampir terjatuh saat itu. Sialan memang anak ini, selalu membuat diriku emosi.
“najis kalo aku bonceng kamu, hahahah” dia kemudian berlalu dari hadapanku.
Panik dan jengkel begitu berkecimpung dalam diriku. Takut telat ditambah lagi si brengsek anton yang tak pernah bosan menggangguku. 15 menit sudah waktuku tersitas, aku pasrah dengan keadaan ini. keyakinanlah yang bisa aku andalkan, jika tuhan menakdirkan demikian maka memang itulah yang terjadi. Disela-sela kefrustasianku, tiba-tiba ada motor berhenti disampingku.
“kenapa mas? Kemungkinan santri yang sekalipun aku belum pernah bertemu dia.
“banku bocor ni, jawabku spontan.
“mari saya anter … SMA nya dimana?
“SMA 2,
“oo,, itu ndak jauh kok dari sekolahku, ayo ikut..
Lega rasanya, tuhan memang baik kepadaku. Masih ada jiwa-jiwa penolong disamping kesusahan yang aku alami. Hampir saja gerbang sekolah ditutup, karena sudah menunjukkan pukul 7 kurang 5 menit. Untungnya aku tiba disela-sela satpam hendak menutup gerbang. Siswa-siswa sudah banyak berkumpul dihalaman sekolah. membentuk barisan-barisan yang siap menghadapi upacara sakral. Tas yang kubawa belum sempat ku masukkan dalam kelas. Kutitipkan pada ruang satpam dekat pintu gerbang kemudian lari menuju tempat dimana seorang pemimpin upacara memulai langkahnya, ketika protokol hendak membacakan “pemimpin upacara tiba ditempat upacara”.
“kamu kenapa telatndre? Untung belum dimulai… sentak pak budi, guru BK yang super galak dan ganas sedikit membentakku dari jajaran guru yang hendak mengikuti upcara.
“maaf pak, ban saya bocor…
“ya sudah, lain kali jangan diulangi lagi, hampir saja tadi bapak mencari penggantimu
“iya pak, maafkan saya..
Acara kemudian dimulai, semua mata terlihat sayup dengan terik mentari yang sudah menjulang. Aku yang menjadi pemimpin upacara, pastinya berada didepan dan membiarkan sendiri mentari menyengat kulit. “Tak peduli”, kataku.”yang penting aku selamat dari maut”.
Satu demi satu serangkaian upacara sudah terselesaikan. Kemudian usai sudah tanggung jawabku. Hatiku merasa lega bukan kepalang, sekakan terselamatkan dari maut.
***
Semua murid menuju ke kelas masing-masing seusai upacara. Aku masih harus mengambil tas yang kutitipkan diruang satpam. Kemudian bergegas menuju kelas. Karena jarak antara kelas dengan pos satpam lumayan jauh, akulah yang paling akir masuk dalam kelas dari seluruh siswa yang memukimi 2 B.
“selamat datang anak homo…. Hahahaha’
Anton masih saja mengejekku. Rasa kesalku padanya tak bisa dibendung lagi. Ditambah dengan kejadian tadi. kuhampiri dia, ku pegang kerah bajunya dan hendak kupukul kepalanya. Namun tak sempat melayang, guru pengajar sudah masuk kelas dan menghentikan tingkahku. Setengah pelajaran mungkin hanya habis untuk memarahiku.
“wahyu, kamu harusnya bisa menjadi contoh dikelas, bukan sok jagoan kaya gini… bentak pak sudibyo, guru mata pelajaran fisika. Semua anak didalam ruangan terdiam. Hanya anton yang terlihat cengengesan.
“tapi anton yang mulai pak” sangkalku atas tuduhan pak dibyo.
“benar kamu yang mulai, anton?
“tidak pak, wahyu mau memukul saya dan menuduh saya membocorkan ban sepedanya”anton menjawab dengan kebohongan yang dibuat-buat.
“bohong pak, dia bohong”sangkalku lagi.
“diam kamu, atau kamu mau keluar dari kelas ini?”. Pak Dibyo terlihat merah padam raut wajahnya. Beliau benar-benar marah kepadaku. Akupun tak mampu berkata-kata lagi, hanya diam dan memcoba membisu dengan amarah yang hendak tumpah.
“memang anton yang salah pak, wahyu ndak salah”
Sela raisya salah satu murid tercantik dikelas yang mencoba membelaku.
“dia selalu mengolok-olok wahyu dengan sebutan homo, dan wajar kalo wahyu marah”
Melihat apa yang dilakukan raisya, anton merah mukanya. Bagaimana tidak, orang yang ditaksirnya tidak memberikan harapan untuknya dan bahkan saat ini membela orang yang dia benci. Tak ada kesempatan lagi bagi anton untuk membela diri. Dia hanya murung tak berdaya bahkan mati kutu dengan kata-kata raisya. Pak dibyopun akirnya luluh juga, dan memberikan kesempatan kepadaku untuk mengikuti pelajarannya. Aku yang sedari tadi merasa terpojokkan, kini sedikit lega dengan pembelaan raisya.
HATI PUTIH.
“wahyu”
Raisya menghentikan langkahku saat menuju parkiran. Kutolehkan kepala dan memberikan kesempatan bagi raisya menuntaskan kata-katanya.
“wahyu, kita keperpus bareng yuk? Pinta raisya kepadaku.
“aduh, maaf deh, aku ndak bisa e, aku masih banyak kerjaan di pondok?”
“oo,, iya deh tapi lain kali bisa ya?
“insya alloh, aku usahakan.
Aku berpura-pura memberikan kesempatan untuk bisa bersama dengan raisya. Padahal tidak ada niatan sedikitpun melakukan hal itu. Semuanya kulakukan agar raisya tidak tersinggung dengan sikapku kepadanya. Sebenarnya aku adalah laki-laki beruntung, raisya orangnya rajin, cantik tinggi dan cerdas. Tapi sayangnya dia selalu tampil ala ABG-ABG masa kini. Rok selutut, baju ketat lengan pendek dan rambut panjangnya yang terlihat semampai. Tapi aku tak begitu tertarik, aku lebih suka dengan wanita yang berjilbab tanpa mengumbar bagian-bagian terpentingnya.
Raisya berulang kali mengajakku bersamanya, entah dikantin ditaman ataupun pada waktu kerja kelompok. Tapi aku tetap menolaknya. Mungkin hal ini tidak pernah didapatkan oleh orang lain termasuk penggemarnya, anton.
Aku berlalu dari hadapannya. Dia tampak kecewa dengan sikapku. Namun aku tak terlalu menghiraukan. Kulanjutkan menuju parkiran, saat itu sudah tampak sepi motor-motor yang biasa berjejeran.
Dengan santainya ku pacu laju motor, dengan badan yang juga mulai capek karena seharian melakukan aktivitas. Ketika hendak belok pada jalan tikungan, aku melihat 2 motor berjejer dengan penunggangnya yang selalu memutar gas dengan ganasnya. Aku berhenti, dan mulai jelas pada pandanganku bahwa itu adalah anton. Dia sedang balapan liar di jalan sepi ini. aku tak kuasan menahannya, tapi entah perasaan apa, aku tidak lantas berlalu namun menunggu balapan itu sampai selesai. Dua insan penunggang motor Itpun memacu motornya masing-masing. Ku lihat anton tampak trengginas dengan mengangkat roda depan motornya. Mereka berdua saling kejar mengejar. Aku juga tak kenal dengan siapa anton balapan. Sedang aku hanya bisa memandangnya dari tepi jalan tepat sebelah pojok tikungan. Saat hendak ada belokan tiba-tiba dari arah yang berlawanan muncul mobil pick-up pengangkut barang. Anton tak mengetahui hal itu, posisinya sudah mendahului lawannya. Mungkin karena sudah menganggap menang, makannya anton lebih mempercepat laju motornya.
Dan akirnya…”prraaakkkkk”.
Tabrakan maut sudah tak bisa dihindari. Anton menabrak samping kiri kepala mobil pick up tersebut lalu dirinya terpental dari motornya. Lawan balapannya kemudian lari meninggalkan anton. Memang, jalan ini tampak sepi, tidak ada orang yang lewat. Dan mungkin inilah yang dijadikan momentum bagi para pembalap liar beradu egonya. Mobil pick-up yang menabrak anton melarikan diri. Aku yang tahu akan kejadian ini, langsung menghampirinya.
Dia sudah tak sadarkan diri. Helm yang dikenakannya pecah saat kepalanya henghantam jalan aspal. Darah bercucuran dikepalanya. Baju putihnya sudah penuh dengan lunturan-lunturan darah. Gugup rasanya dengan keadaan ini. Sudah tidak ada fikiran bahwa dia adalah musuhku. Yang jelas aku harus membawanya kerumah sakit. Sebelum itu, aku meghubungi kepolisian untuk olah TKP seputar tabrak lari ini.
Tak banyak waktu untuk menunggu polisi tiba.
Dengan motorku, anton kugendong dibelakang. Agak susah memang, karena posisi anton yang tak sadarkan diri. Ditambah darahnya yang tak mau berhenti mengalir. Sesampainya dirumah sakit para suster langsung membawakan keranjang dorong untuk anton. Kemudian membawanya keruang UGD. Aku hanya bisa mengantarkannya sampai disini. Selebihnya, orang tuanyalah yang akan merawat. Sengaja aku hubungi supaya mereka datang mendampingi anaknya yang terluka parah.
Bajuku sudah berlumuran darah gara-gara menyangga anton tadi. Aku sadar jika harus pulang ke pondok dengan baju yang berlumuran darah, maka banyak orang yang curiga dan menanyaiku seputar balap liar yang dilakukan anton. Untungnya aku memakai kaos oblong yang biasa ku kenakan untuk melapisi baju seragam. Maka, baju seragam kulepas kemudian kusembunyikan didalam tas.
Aku pulang ke pondok.
Tempat yang kutuju pertama kali bukan lagi kamarku, melainkan kantor urusan santri. Aku memberikan kabar, bahwa anton mengalami kecelakaan. Banyak pertanyaan yang muncul seputar kecelakaannya. Namun selalu ku jawab aku tak tau apa-apa dan aku mendapat kabar dari sekolah. Karena jika aku mengatakan bahwa aku yang menolong anton dan membawanya kerumah sakit, maka akan panjang urusannya. Bisa-bisa aku keceplosan mengatakan bahwa anton kecelakaan saat balapan liar. Dan itu akan mengakibatkan dia dikeluarkan dari pondok. Selesai laporan, aku keluar ruangan. Tepat diantara pintu, terdengar suara dari belakang.
“wahyu, baumu kok amis?
Tanya salah satu petugas kantor seputar bau tak sedap yang kubawa.
“belum mandi pak, tadi habis makan gule” jawabku berbohong sambil bergegas meninggalkan percakapan. Takut nanti akan ada tindak lanjut jika terus-menerus ku respon setiap pertanyaannya.
***
Satu minggu sudah, sosok anton tak ada lagi dalam kehidupanku. Dia masih terbaring dirumah sakit.Tak ada yang menggangguku lagi sekarang, namun aku seakan kehilangan. Harusnya aku lebih tenang dengan keadaan ini, tapi tidak,,, aku malah merasa ada sesuatu yang kurang. Kelas yang biasa rame dengan ejekan-ejekan anton kepadaku, kini terasa sepi. Tak ada lagi sosok penggembira yang hadir. Kemudian timbullah niatku untuk menjenguk anton, siang nanti, usai sekolah. Sedang santri-santri pondok maupun teman-teman satu kelas, sudah silih berganti menjengukknya.Memang, banyak dari mereka yang mengajakku untuk menjenguk. Namun aku selalu mencari alasan dengan kesibukan. Merekapun tahu, mungkin aku masih susah memaafkan sikap anton kepadannya. Tapi sebenarnya bukan itu, aku masih takut jika suster-susteryang kemaren-kemaren melihatku membawa anton, akan teringat. Dan akan fatal akibatnya jika aku di interogasi lagi. Maka, aku urungkan niatku untuk menjenguk, supaya keadaannya lebih redam.
RETAKNYA IMANKU
Mata pelajaran pertama selesai. Ada waktu sekitar 15 menit untuk istirahat. Seperti biasa, aku keluar kelas hendak menuju kantin sekolah.
“wahyu mau kemana?Panggil raisya yang sontak mengaggetkanku.
“kekantinlah…
“aku ikut,,,
“aduh, nanti aja ya, aku masih mau ke kamar madi dulu..
Kemudian aku berlalu meninggalkannya. Aku tahu pasti dia sangat kecewa, tapi aku tak ingin ada cewek yang selalu mengikutiku. Walaupun sebenarnya aku tak ada niatan ke kamar mandi. Ajakan raisya terhadapku selalu ku tolak, dan banyak juga dari teman-teman cowok meng-goblok-goblok-an ku mengenai sikapku terhadap raisya. Tapi tak mengapa, karena iman ini masih tetap memperteguh keyakinan “tunda pacaran, nikah dulu” seperti yang diajarkan oleh para ustadz.
Ditambah lagi aturan pondok yang mengharamkan bagi santrinya pacaran. Jika ketahuan melakukannya, maka akan dikeluarkan dengan hinaan. Belum cukup sampai disitu, sebelum dikeluarkan maka harus berdahapan dengan bidang keamanan pondok, yang pasti akan dihajar habis-habisan dan cacian-cacian yang membuat siapapun jera.
Aku tak mau hal itu terjadi.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 12.45 menit, itu berarti kurang 15 menit lagi pelajaran selesai. Saat ini pelajaran yang sedang kuhadapi adalah matematika. Pelajaran yang selalu menjadi momok para siswa. Membuat bokong serasa duduk dibatu yang terkena terik mentari. Panas sekali, menjenuhkan dan berharap lekas selesai. Aku sedikit kesulitan dalam mencerrna rumus-rumus yang diajarkan oleh bu hanum. Walaupun sebenarnya bu hanum terkenal dengan cara pengajarannya yang mudah dimengerti.Tapi bagiku sama aja, matematika ya tetap matematika, mata pelajaran yang bikin rambut keriting.
“wahyu, maju kamu, jawab soal nomor 1”.
Bu hanum mengagetkanku. Karena sedari tadi aku hanya melihat jam dinding. Memperhatikan kecepatan putaran jarum jam untuk 15 menit kedepan.
“aduh ,, gimana ini … gerutuku.
“ssuuuuttt… ini”. Raisya memberikan aku selembar kertas yang berisi jawaban serta rumus dari soal yang ada dipapan tulis. Lega rasanya, dan tidak harus menanggung malu jika hanya cengengas-cengenges tak jelas karena tidak bisa mengerjakan.
Kuhafalkan sebentar, kemudian maju kedepan. Semua masih ku ingat. Apa yang kutulis dipapan, persis dengan jawaban yang raisya berikan. Bu hanum tersenyum dengan jawabanku yang tepat.
“bagus, betul jawabanya”. Kata bu hanum dihadapan murid-murid seraya memberikan oplos kepadaku dan disahut oleh oplosan-oplosan siswa yang lain. Aku tersenyum bangga, lalu kuarahkan pandanganku pada raisya, orang yang telah berjasa dalam pujian ini. tapi memang sedari tadi, dia selalu memperhatikanku. Aku agak salah tingkah ketika aku hendak memandangnya, dia juga memandangku dengan sangat tajam. Tak kuasa dengan pandangannya, kutujukan arah mataku kebawah. Lalu bu hanum menyuruhku untuk duduk.
Sebelum aku duduk dan membalikkan badan, kuucapkan terimakasih kepada raisya yang duduknya tepat dibelakangku. Diapun tersipu malu, karena tak biasanya aku melakukan hal itu.
Akirnya bel berbunyi. Menandakan bahwa aktifitas sekolah sudah wajib diakiri. Bu hanum memberikan salam penutup dan berlalu dari kelas. Aku masih tampak sibuk membereskan buku yang berceceran diatas meja yang hendak kumasukkan dalam tas. Ku tengok raisya sudah mulai bangkit dari tempat duduknya. Kemudian dia berjalan keluar kelas. Belum sampai pintu, ku panggil dia.
“reisya tunggu..
Dia masih tak percaya aku memanggilnya. Karena dia yang selalu memanggilku dan aku selalu cuek. Mungkin bagi cewek-cewek lain sudah males untuk mengulanginya. Tapi reisya tampak berbeda. Dia selalu menyapaku walaupun aku selalu tak merespek dengan lembut. Seperti ada sesuatu yang beda sikap reisya terhadapku.
Aku menghampirinya.
“terima kasih berkat kamu aku tak di cela oleh bu hanum”
“ahh,, santai aja lagi,,, tadi soalnya mudah kok, kamu aja yang mungkin tidak konsen
“iya,, sya,, aku memang tidak konsen.
“ada pa denganmu?
“sebenarnyaaa...
kuhentikan pembicaraan. Reisya masih tampak setia menunggu lanjutannya. Tapi aku masih membungkam tak sempat malanjutkannya, akirnya kulangkahkan kakiku keluar ruangan seraya meninggalkan reisya. Reisya tak menyiakan penasarannya, dia berlari menghampriku.
“sebenarnya apa, yu? Kamu ada masalah? Tanya reisya dengan begitu perhatian terhadap raut wajahku.
“iya, sya, aku sebenarnya ada masalah, aku mau jenguk anton. Tapi masih takut.
“takut kenapa, kamu kan ndak salah? Malah anton tuh yang salah”. Jawab reisya dengan sedikit jengkel.
“bukan itu, tapi ini soal lain, tapi maaf aku belum bisa menceritakannya sekarang.
“iya ndak pa2 yu, mungkin suatu saat nanti kamu lebih siap dibanding sekarang.
“makasih sya,
“okey”. Jawab reisya dan kamipun akirnya berpisah.
Sejak kejadian ini, aku dan reisya menjadi agak dekat. Sikapkup dengan reisya menjadi tak canggung lagi. Entah kenapa, ada kenyamanan tersendiri ketika lawan bicaranya itu adalah lawan jenis. Serasa nyambung dan mendebarkan. Ditambah lagi reisya yang begitu cantik dan pengertian. Di balik sosoknya yang cerdas, berwibawa dan pecfect. Aku tersanjung dengannya, namun hal ini bukan berarti jatuh hati padanya. Ini hanya sebatas kagum.
***
Perjalanan menuju rumah sakit memang tak terlalu jauh, tapi kemacetan bisa saja membuat orang menjadi suntuk. Tapi kesuntukanku tidak begitu terasa dibandingkan dengan bagaimana penerimaan anton nanti terhadapku.
Sekiatr 15 menit, akirnya tiba dirumah sakit, tepat dimana anton dirawat. Parkiran motor rumah sakit terlalu jauh untuk menjangkau lantai atas kamar mawa (nama ruang), kamar yang khusus bagi orang-orang beruang. Sebetulnya umum, namun kekhususan ini hanya diperutukkan bagi orang-orang yang tak punya biaya lebih. Yang aku dengar cerita dari teman-teman, kamar rumah sakit anton terlalu besar untuk seukuran kamar tidur pondok. Luas, ber AC dan ada ruang tunggu khusus bagi sanak kelauarga. Pelayanannyapun juga lebih, dibandingkan ruang-ruang ekonomi kelas bawah.
Memang, anton adalah anak orang kaya, ayah dan ibunya seorangpengusaha sukses. Tapi sayangnya mereka harus bercerai. Aku mendengarnya dari salah satu teman sekamar anton, namanya farid, farid ini adalah satu daerah sama anton bahkan tetangga dekatnya. Dan kebetulan dipondok, dia salah satu teman ngajiku.
Disetiap langkah slalu kutebak kata apa yang akan dilontarkan anton, pedaskah? Maniskah? Cercaankah? Atau malah penerimaan yang baik? Semua berputar di otak. Hingga akirnya sampai pada ruangan yang tertulis MAWA diatas pintu, lebih tepatnya MAWA 3. Karena kamar dengan sebutan MAWA bukan hanya tunggal di rumah sakit gedongan ini.
“nah ini dia”.Gumamku setelah berada tepat pada pintu ruang mawa.
Tapi… ketika tangan sudah meraih gagang pintu, ada kejadian aneh. Ku dengar teriakan keras dari mulut anton. yang aku tak tau siapa yang ia cerca. Adapula suara tangis wanita yang akupun juga masih belum tau siapa. Karena posisiku hanya berdiri didepanpintu. “ini bukan waktu yang tepat untuk masuk”.kataku. “lebih baik kutunggu dan melihat apa yang terjadi, yaa,, menunggu”.
Tapi lama kelamaan suara keras anton tampak jelas kudengar.
“papa ndak perlu kesini, pergi…
Kemudian disahut oleh suara yang berbeda.
“papa hanya ingin menengok kamu nak,,,
“tidak, pergi, aku tak mau lihat muka papa, pergi dari sini, pergi…
“ma, tolong bujuk anton biar dia mau menerimaku lagi,
Dengan nada kasar pula terdengar suara wanita yang hendak memberikan sahutan. “kamu laki-laki busuk, setelah kau selingkuh, masih minta kepadaku untuk membujuk anton? Tidak .. tidak akan pernah.
Ketiga suara ini seakan memenuhi ruangan dalam. Mungkin saking kerasnya tak mampu membendung dan keluar hingga terdengar dilauaran ruangan. kemudian terdengar kata-kata yang mengakiri perdebatan mereka. “dasar anak sama ibu sama aja”.
Aku yang sedari tadi menempelkan muka pada pintu, sontak kaget saat ayah anton membukannya. Dengan muka masam dan terlihat muram, laki-laki itu hanya menatapku dengan sinis dan berlalu. Kepala tanggung bagiku, badanku sudah terlihat oleh ibunya anton. Dengan perasaan yang tidak karuan, kucoba masuk ke dalam.
“ngapain kamu kesini?. Tanya anton dengan nada sinis.
“aku hanya ingin menjengukmu.
“aku tak butuh jengukkan darimu,, pergi,, aku bilang pergiiii,,, kamu puas sudah liat keluargaku seperti ini haaa? Perggiiii…”. Nada anton terlalu meluap-luap. Ibunya memberikan isyarat agar aku sesegara mungkin meninggalkan tempat ini. akupun berlalu dengan kekecewaan. Dan benar adanya yang aku fikirkan tadi. anton akan membentakku. Dia masih belum mau menerimaku.
***
Senin kembali datang. Bagi para siswa yang berangkat dari rumah atau kos, mungkin masih tampak lesu dengan pergantian pekan. Tapi aku? Aku, tak ada bedanya dengan hari minggu, pondok tak ada libur. Aktivitasku berjalanseperti biasannya.
Untungnya, hari ini tidak ada jadwal bagiku untuk menjadi salah satu aktor upacara. Yang menjadi permasalahan adalah bajuku. Noda yang dihasilkan oleh darah anton belum juga hilang sepenuhnya. Dan yang pasti mulutku akan penuh dengan kebohongan saat siapapun yang melihat dan bertanya.
***
Usai olah raga pagi yang diadakan pondok, aku bergegas menuju jemuran, ya, hanya sekedar memastikan baju seragamku kering dan nodanya hilang. Namun ternyata, masih tampak merah. Walaupun 4 hari ku rendam dengan beyclean ataupun ku kucek dengan rinso anti noda, darah ya tetap darah, merah akan tetap membekas pada warna putih.”aduh sial”.gumamku.
***
Jam 7 kurang 15 menit aku sudah sampai disekolah. Untuk berjalan dikelas masih aman, karena masih ada tas yang menutupi bercak darah ini. Tapi selebihnya nanti, setelah berjalan keluar kelas untuk berkumpul menghadiri upacara, bercak darah ini akan nampak jelas oleh sepasang mata yang melihat. Teman-temanku banyak yang bertanya-tanya seputar warna yang menempel dibajuku. Namun aku menjawab dengan enteng bahwa itu kelunturan baju lain saat hendak kucuci.
Sampai akirnya ketahuan juga dengan raisya. Dia tahu setelah masuk kelas, karena posisi duduknya ada di belakangku.
“wahyu, bajumu kenapa?
“ah ndak pa2, kemaren aku nyuci, eehhh, kelunturan,,
Reisya tak berhenti sampai disitu. Terlalu cerdik baginya dengan warna dan kata-kata. Diulurkan badannya, lalu menyentuh bajuku.
“kamu bohong, ini bukan pewarna baju,,, tapi ini darah… ada apa denganmu yu?
Mendengar perkaataanreisya aku jadi gugup. Tak ada lagi kata-kata agar aku bisa mengalihkan pembicaraan. Seakan pita suaraku tercekik oleh kata-kata yang dilontarkan reisya.
Reisya masih melanjutkan rabaannya.”badanmu ada yang sakit?
“tidak “. Jawabku dengan nada gugup.
“berarti ini ada yang kamu sembunyikan, tidak mungkin darah melomber ke seluruh bajumu bagian belakang ini dengan sendirinya. Apa ini ada kaitannya dengan anton?
Aku bergetar mendengar apa yang dikatakan reisya. Bagaikan sambaran petir yang singkat menghampiriku. Tak ada kata-kata yang bisa keluar dari mulutku. Wajah spontan merah, keringat juga terasa bercucuran dari dahiku.
“kamu kenapa diam? Apa ini ada hubungannya dengan masalahmu yang kamu ceritakan kemaren? Reisya masih saja melanjutkan kata-katanya. Dan seketika itu telingaku mau pecah. Karena sudah tak kuasa, ku tinggalkan bangku dan menuju ke kamar mandi hanya sekedar membasuh muka.
“reisya terlalu cerdas dalam hal ini”. Gumamku dan terbersit rasa takut.
Aku masih sibuk dengan air yang kuusap pada wajah. Berkali-kali tak terbatas jumlahnya.
“yu, aku selalu disampingmu”. Terdengar kata-kata lembut dar belakangku. Ku toleh, dan ternyata masih reisya. Dia mengelus-elus pundakku dan meyakinkan keadaanku baik-baik saja.
“aku akan jaga rahasiamu yu, aku janji, kamu ndak usah takut, ayo katakan sejujurnya…
“oke sya, tapi bukan disini tempatnya”. Jawabku.
Akirnya kami berdua berlalu dari kamar mandi dan menuju kelas.
***
Bunyi bel sudah nampak keras ditelinga. Pelajaran pertama akirnya disudahi. Anak-anak semua berhamburan kelas, seakan keluar dari kekangan bangku. Bersorak-sorai, ketawa-ketawa dan sebagian asik membuat usil hanya dengan mencubit atau mendorong kepala temannya lalu berlari. Tapi aku, aku harus termenung, seakan aku hendak memikul batu dipundak. Berat sekali dan sangat berat. Beban yang harus aku rahasiakan. Yang harus aku sendiri dan tuhan yang tahu, kini ada orang lain yang coba mengetahuinya. Ragu dan masih belum ada keyakinan penuh, apakah dia bisa dipercaya? Atau akan membeberkan semua. Tapi kepala tanggung, dia sudah berada dipintu masuk rahasia. Dan tak mungkin akan keluar lagi dengan rasa penasarannya.
“sya, kamu ndak sibukkan? Sapaku pada reisya yang belum sempat beranjak dari bangkunya.
“enggak, nyantai aja, malah aku seneng kalo sama kamu, hehe,
“aku ingin cerita yang sebenarnya. Tapi ndak disini, cari tempat yang sepi yuk?”pintaku.
“oke, mau dimana?
“taman belakang dekat air mancur
“oke, yuk kesana…
“iya,, jawabku singkat.
Taman ini memang sepi dengan pengunjung,hanya beberapa siswa saja yang tampak. Karena mungkin lokasinya yang sangat jauh dari keramain. Tapi hal ini selalu dimanfaatkan oleh para hidung belang yang hendak bercumbu dengan kekasihnya. Lain halnya dengan aku, ini memang situasi yang genting. Dan cukup 2 orang yang tau, antara aku dan reisya.
“sya, aku mau jujur dengan darah ini,
Reisya tampak seksama mendengarkan apa yang hendak aku ucapkan.
“ini adalah darah anton,,
“apa? Darah anton? Kamu mencelakainya? Atau bagaimana? Apa dendammu seberat itu kepada anton?Tensi reisya tampak naik mendengar ceritaku.
“bukan, bukan, … aku tidak akan senekad itu,,,
“lalu apa yang terjadi? Sampai-sampai anton kecelakaan dan terbaring dirumah sakit?
“anton kecelakaan, saat itu aku jumpai dia sedang balapan dengan orang yang tidak aku kenal, lalu anton melaju dengan kecepatan tinggi, sesampainya ditikungan, dari arah yang berlawanan aku melihat mobil pic-up melaju. Akirnya anton tertabrak, temannya lari, begitu juga dengan mobilnya. Aku panik, kuhampiri dia, ternyata dia sudah tergeletak tak berdaya. Aku mencoba menghubungi polisi namun terlalu lama untuk darah anton yang banyak keluar. Tak sempat ku menunggu, akirnya anton kubawa kerumah sakit dengan ku bopong dibelakang jok motorku. Sejak itulah kenapa bajuku sekarang seperti ini. darah anton melober kepunggungku”.
“lalu, kenapa kamu tak mau bilang kalo kamu yang menyelamatkannya? Bukannya itu bisa memperbaiki pertemananmu?
“tak segampang itu sya, aku kasihan terhadap anton, jika aku bilang menyelamatkannya, maka aku akan diintrogasi dipondok, pastinya aku harus mengatakan yang sebenarnya. Aku takut anton akan dikeluarkan dengan hinaan. Aku kasihan dia, malah kemaren saat aku hendak menjenguknya, dia mengusir ayahnya dari ruangan. aku sadar dia butuh perhatian, dan mungkin dengan sikapnya yang kayak gitu, itu adalah imbas dari keluarganya. aku hanya bilang pada ketua keamanan bahwa anton kecelakaan dan aku mendengar dari sekolah. Kamu faham kan?
Reisya tampak gaguk saat aku hendak mengharapkan sanggahannya.
“kamu benar-benar manusia malaikat yu?
“aahhh, aku bukan mengharapkan pujian, sya, aku butuh ketenangan
“aku serius ngomong kayak gini,kamu berapa kali udah dicerca anton namun hatimu slalu saja berbuat bijak?
“aahhh, ndak juga sya, tapi aku memang dulu juga salah, mungkin ini yang bisa aku lakukan untuknya.tegasku kepada reisya.
“bukan kamu yang salah, yu. Kamu benar, Cuma antonnya aja yag terlalu berlebihan. Aku salut sama kamu, kamu baik, pintar, lugu, dan yaaaahhh lumayan ganteng sih, haha, aah… kenapa aku yang jadi gombalin kamu” reisya lantas malu-malu dan bermuka merah.
“haha, kamu naksir kali sama aku”jawaku dengan becandaan.”tapi aku mohon jangan ceritakan dengan siapapun, hanya kita aja yang tahu”.
“iya aku janji, kamu bisa kok pegang janjiku”jawab reisya dengan meyakinkan.
Hatiku kini seakan lepas dari tumpukan-tumpukan batu yang sangat membebani. Lega rasanya setelah menceritakannya pada reisya. Reisya seakan membantuku meletakkan beban-beban itu dengan pelan dan lembut. Tak ada goresan yang membekas atau membuat lara.
“wahyu? Sentak reisya mengakiri keheningan ini.
“hee’em,
“aku boleh nanya?
“kenapa tidak? Nanya aja, sebelum ada undang-undang yang melarang, jawabku dengan sedkit becanda.
“aku serius, heeeeehhmmm” reisya jengkel dengan ciri khas seorang cewek.
“iya, buruan dah..
“kamu suka cewek yang kaya gimana?
“haaaa,,, kenapa kamu nanya gitu?
“ya pingin aja, habis kamu ndak pernah mau kalo ada cewek yang naksir,” Jawabnya dengan wajah cemberut.
“emang ada yang suka sama aku?”
“tu si ratih, juga naksir ama kamu, tapi kalo kamu di deketin malah pergi, kasihan tau”jawab reisya dengan muka melas.
“ya, aku masih belum siap aja, nanti kalo jodoh pasti juga datang lagi” jawabku masih saja enteng.
“kalo ada orang lain yang suka sama kamu?
“siapa?
“aku”. Reisya langsung diam. Tak menatapku sedikitpun. Matanya tertuju ke tanah. Mukannya sedikit terlihat pucat. Aku yang mendengar reisya mengatakan hal demikian, juga sentak kaget. Tak mungkin wanita secantik dia menembak cowok sepertiku. Aku masih belum percaya, mungkin dia hanya sebatas becanda.
“ah kamu becanda aja, banyak yang suka sama kamu, yang lebih baik dari aku, aahh jangan gitulah,,
“aku serius, yu? Kamunya gimana?
Kini mata reisya tampak tajam memandangku. Aku tau ini bukan becandaan atau main-main.
“sya, aku tau masalah agama, aku masih ingin menjaga imanku untuk istriku nanti, aku bukannya tidak suka sama kamu, tapi kalaupun suatu saat nanti aku siap, nikah akan lebih baik”. Jawabku juga dengan nada serius. Reisya terdiam, pandangannya kemudian lepas fokus dari mataku.
“kamu mengharapkan istri yang bagaimana? Kamu ndak suka denganku yang seperti ini?
“bukan ndak suka sya, semua orang suka dengan kecantikan, rambut panjang, dan tubuh yang membuai, tapi alangkah baiknya jika ditutup rapat, ya biar ndak ada lalat-lalat mengerumuninya”jawabku.
“tapi kamu janji bakal suka dengan cewek yang seperti itu?”. Nada reisya tetap saja tak mau turun, dia ingin aku memberikan keyakianan pada seseorang yang aku sukai.
“insya alloh jika takdir menuliskan demikian”
Tekanan-tekanan suara reisya makin lama makin turun. Sengaja aku mencari bahan pembicaraan lain agar tidak terfokus pada pembicaraan awal. Permasalahan yang aku hadapipun makin lama makin luntur. Aku serasa tanpa beban lagi sesudah curhat dengan reisya.
***
Pergantian hari membuatku semakin dekat dengan reisya. Aku juga semakin nyaman saat ngobrol dengannya. Yaaaa,, hanya sebatasmembicarakan hoby, makanan atau sejenisnya. Saking akrabnya sampai-sampai aku dan reisya dianggap sudah pacaran. Untung anton masih belum sembuh. Coba kalo sembuh dan berada dikelas ini, bisa habis aku.
***
Hari jum’at adalah hari libur di pondok pesantren. Tapi untuk sekolah umum, masih berjalan seperti biasannya. Yaa,, walaupun sampai jam 11 siang. Tapi untuk malas-malasan itu tidak terlalu cukup.
“aahhh, masih jam 5”. Gumamku saat melihat jam dinding kamar. Biasanya jam segini harus sudah berada dilapangan pondok. Melakukan aktivitas olah raga bersama dengan anggota kelompokknya. Namun karena hari libur, maka terserah mau ngapain. Pulangpun sebenarnya boleh, tapi mustahil bagiku untuk pulang. Lalu bagaimana dengan sekolah?
Udara yang tenang, selimut yang tebal dan kasur yang empuk, tak kan mampu menahan siapapun untuk bermalas-malasan. Seakan dielus-elus oleh bidadari surga. Ya maklumlah, jadwal bermalas-malasan hanya bisa dilakukan pada hari jum’at. Sedang hari minggu, walaupun sekolah umum libur, tapi pondok tidak.
“masya alloh, jam setengah 7”.akupun menuai apa yang telah ku lakukan. Sembrono, akan tertimpa sial. Dan inilah kesialan yang terjadi, bangun kesiangan. Aku bergegas mempersiapkan diri. Saking paniknya, si rambut kumat ini tak sempat kurapikan. Dan juga baju masih tampak acak-acakan. Banyaklah, pokoknya masih serba semrawut.
Buru-buru ku pacu motorku. Dengan perasaan was-was. Kalau saja gerbang ditutup maka aku tak bisa mengikuti mata pelajaran yang pertama.Karena gerbang sekolah akan terbuka setelah istirahat. Laju motor sengaja ku percepat. Tap untungnya, sampai disekolah masih ada 5 menit waktu sisa. Jadi masih sedikit aman untukku. Kurapikan pakaianku yang masih kumal, berantakan dengan rambut yang masih acak-acakan sambil berlari menuju kelas. Sesampainya didepan pintu, kulihat ternyata pak dibyo sudah duduk dimejanya.
“assalamu’alaikum, maaf pak saya telat.
“iya, silakan masuk, jawab pak Dibyo dengan tenang.
Ya mungkin masih awal-awal. Bahkan saat inipun pelajaran belum dimulai. Makannya pak dibyo tak begitu ganas. Ku langkahkan kakiku ke dalam, sambil menuju kursi yang biasanya kududuki. Tapi ada yang aneh, orang yang duduk dibelakangku ternyata berbeda. Lalau dimana reisya. Berani-beraninya orang baru menduduki bangku sahabatku. Dia terlihat sibuk mempersiapan buku yang hendak digunakan mencatat. Sehingga wajahnya masih belum kulihat 100%. Barulah saat aku hendak duduk, dia menyapaku.
“kenapa telat?”.Sapannya.
Aku seakan kenal dengan suara ini. “reisya”. Ku tengok kebelakang. Ternyata benar, itu adalah reisya. Dia tidak seperti biasanya. Dia berjilbab, bajunya juga tak seketat dulu, malah lebih lebar dan longgar. Bentuk tubuhnya sekarang sudah tertutup rapat. Aku begitu terpana melihatnya. Cantik dan sangat manis. Apalagi saat dia senyum, ya alloh, seakan dunia mau runtuh.Selama pelajaran berlangsung, sudah berapa kali aku melirik kebelakang hanya untuk memandang raisya. Tampak manis, ayu dan anggun. Mata siapapun pasti akan bertumpu pada sorotan wajahnya.
“heh, jangan ngliatin aku mulu, ntar kamu suka lo”. Sentak reisya memberhentikanku menoleh ke belakang. Aku hanya tersenyum dan malu-malu sedikit, ya biasalah pria kalau udah ketahuan bakalan gaguk.
***
Ditik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari. Akirnya ada suatu yang tumbuh dalam hatiku. Getaran yang bukan hanya sebatas teman. Getaran yang kadang kala mematikan hati, pikiran maupun ucapan. Senyuman yang seakan bisa membakar rindu, dan pesona yang bisa meluluh lantahkan gunung es. Hingga akirnya aku tak kuasa memendam perasaan ini. ku langkahi aturan-aturan pondok, ku tanggalkan iman yang selalu ku pupuk. Dan ku langkahi bara api neraka yang begitu membara. Hanya sekedar ingin mengucapkan “aku sayang kamu” kepada reisya. Aku tak memikirkan bagaimana resikonya nanti. Tapi yang jelas, diriku sudah berimbun perasaa-perasaan yang mengekang.
Namun kala aku sudah tumbuh perasaan ini, reisya seakan-akan mulai mundur. Dia yang selalu bersamaku kini makin menjauh, bicaranya tak telalu dan tingkahnya menjadi lesu.
Namun pada hari yang sudah aku tentukan waktunya, tanggalnya dan tempatnya, ku beranikan untuk mengucapkan kata “aku sayang kamu” seperti yang dilakukan siswa pada umumnya.
“aku harus berani, yaa, apapun yang akan terjadi” gumamku sela bu hanum mengucapkan salam terakir. Akirnya, semua murid sibuk merapikan tas-tas mereka dan beranjak pulang. Tapi aku, harus memikul beban dengan apa yang akan aku katakan nanti didepan reisya. Apa yang akan dia ucapkan, lakukan dan tindakan. Itu semua berputar-putar diotakku. “aku harus berani, harus berani, harus berani”.aku masih sibuk meyakinkan niatku dengan harap-harap cemas.
langkah reisya semakin lama semakin terdengar keras dan semakin mendekat, mendekat dan mendekat.
“wahyu, aku duluan ya, assalamu’alaikum”. Kata reisya sambil berlalu dari hadapanku. Aku masih duduk dengan tegangnya, mata merah dan peluh yang sedari tadi keluar.
“reisya tunggu”
Dia menoleh kebelakang tepat diamana aku berada.
“iya, ada apa yu?”
“ada yang ingin aku sampaikan”.Aku beranjak dari tempat duduk seraya menghampiri reisya yang sudah menungguku.
“kita ke taman belakang yuk,
“ngapain?
“ada yang ingin aku sampaikan”
“aduh, maaf yu, aku ndak bisa, kalaupun ada yang ingin kamu sampaikan sampaikan saja disini, aku takut ada orng ketiga yang menjerumuskan kita nantinya.
“orang ketiga? Kan hanya aku dan kamu”. Jawabku lantang.
“bukan gitu yu, dia adalah syetan, aku takut imanku akan pudar, aku takut jika terjerumus pada hal-hal yang diharamkan oleh alloh”. Kemudian dia sibuk menaruh tasnya dan mengambil sesuatu.”ini buat kamu?” Sambil menyerahkan sepucuk surat yang dibungkus rapi.
“ini apa?“.Tanyaku.
“baca aja nanti, dimanapun kamu sempat, aku pergi dulu ya, assalamu’alaikum”. kemudian dia berlalu dari hadapanku.
Aku masih mematung memahami kata-kata reisya tadi. kenapa dia bisa berubah 100%, apa yang sebenarnya terjadi. Luntur sudah niatku untuk menaruhkan hati padanya, seakan kata-kata syetan sudah membumi hanguskan perasaanku. Aku belum bisa melangkahkan kaki, masih berat rasanya. Seakan terpukul sesuatu dari langit sehingga menenggelamkan telapak kaki ke bumi. Ku lihat bentuk surat ini, lalu pelan dan sangat pelan ku buka kemudian kubaca.
Selesai membaca surat ini. setiap orang yang mengalami hal yang sama,jatuh cinta, tak kan mampu membendung linangan air mata. Aku benar-benar tak mampu bicara, tak mampu duduk maupun melangkah. Menatap surat ini seakan ada mata pisau yang hendak menghunusku. Bersalah, sakit, dan menyesal. Ini adalah pukulan dari tuhan, pukulan yang masih sangat lembut untuk mengingatkanku pada keimanan.
MATA HATI
Sudah sekitar 1 minggu lebih aku membisu saat ada reisya. Dia yang dulu duduk dibelakangku sekarang pindah jauh kebelakang. Sehingga tak memungkinkanku bisa melihatnya lagi ketika menolehkan badan. Aku sudah tak kuasa menahan apa yang sekarang ini aku rasakan. Reisya sangat asing, asing dan asing. Harapan yang dulu pernah diberikan kepadaku. Kini menjadi bumerang yang mematikan. Seharusnya aku menganggap hal ini adalah pilihan yang tepat, tapi hati tetaplah hati, sesuatu yang tdak bisa sembunyi dari kebohongan ini. Tak kusangka, Reisya sebegitu cepatnya menebalkan iman hanya waktu beberapa hari. Namun aku, yang sudah 1 setengah tahun mondok, tahu betul tentang agama, tau bahaya maksiat, kini terbutakan oleh nafsu. Apalah imanku? Hanya sebatas debu yang menempel dibatu lalu terhapuskan oleh air hujan. Tak berbekas sedikitpun. Apalah diriku, yang tak tahu malu, menumpahkan sesuatu yang belum halal menjadi milikku. Sungguh ini adalah musibah besar yang sedang melandaku.
***
2 minggu pasca sepucuk surat itu. Aku menjalani hidup bagaikan tak bernyawa, tak bertuan bah seonggok kerongkongan. Reisya selalu menundukkan pandangannya saat melintas dihadapanku. Sekarang aku yang menjadi pengamatnya, pengamat yang telak lapuk, telah kotor oleh skapnya. Tiada lagi yang bisa kubanggakan kepada tuhan. “iman” haaaahhhh,,, itu hanyalah sebatas bualan. Bagi orang-orang munafik, untuk mengangkat derajatnya. “nafsulah” yang paling tepat untukku, nafsu yang akan mengantarkan siapapun pada lembah iblis, lembahnya para pendusta agama dan sisksa pada hari yang telah di ukirkan oleh tuhan.
Apa? Taubat?. Kata itu tak kan mampu mencabut bekas luka yang telah kau lakukan. Sekali melukai “iman” walaupun sudah tak terjangkau lagi berkat “taubat” maka cacatan sejarah bahwa imanmu telah cacat masih sangat melekat pekat.
PRAHARA
Cinta membuat siapapun menjadi gila. Mungkin sepenggal kalimat ini cocok dengan keadaanku sekarang. Orang yag telah melukai imannya dengan harapan palsu, dan harus tertolak cintanya karena waktu. wanita yang dulu mengejarnya tak ditanggapi, namun setelah cintanya tumbuh tak dihargai. Sial betul nasibku.
Belum lunak rasa sakit, anton, musuh bebuyutan sudah mulai masuk sekolah. 2 kali harus tertekan dikelas. Walaupun anton kemudian memutuskan untuk keluar dari pondok. Itu berarti, 1 tempat membebaskanku dari tekanan.
Anton semakin beringas saat sudah keluar dari pondok. Sifatnya sudah tak karuan lagi. seakan srigala lepas dari kekangannya. Bebas melakukan apapun tanpa embel-embel apapun. Dia benar-benar menikmati keleluasannya sekarang.
Cewek-cewek dikelas tak luput dari sifat jailnya, dicolek atau bahkan mencium dengan paksa. Aku semakin kawatir dengan reisya, pujaan hatiku yang sudah membungkus dirinya rapat-rapat. Seakan tak mau memberikan kesempatan bagi orang lain melihat kecantikannya. Akan mendapatkan perlakuan yang sama.
Dan ternyata benar dugaanku, anton selalu mendekati reisya, walaupun hanya duduk disampingnya atau mengajak bicara. Tapi reisya selalu bungkam dan pergi. Mungkin anton sudah letih kali ya, dan merasa bahwa dia disepelekan. Makannya dia melakukan tindakan yang tidak wajar lagi. dia memegang tangan reisya saat reisya hendak pergi meninggalkannya, tapi sesegera mungkun anton menarik tangannya. Dan seketika, reisya teriak.
Untungnya pada saat itu aku melihat, coba kalo tidak? Buah hatiku akan dirusak oleh laki-laki bejat ini. kuhampiri anton, seraya tanganku hendak kuhantamkan pada kepalanya. Dia kemudian baru melepaskan pegangannya dari tangan reisya. Lalu reisya pergi begitu saja. Mataku masih terfokus pada wajah anton, seandainya dia masih tetap melawan. Maka dengan senang hati ku terima, namun sayang, tubuhnya kecil, kutonjok sekali, mampus dia.
Dia menang dengan geng-gengnya sedang aku tak suka dengan gerombolan. Dan menurutkupun itu bukan watak gentelment.
***
Suara-suara bising menggemparkan pada setiap sudut ruang. Teriakan hore dan sorak-sorai menggeliat saat hendak beranjak dari tempat duduk yang sedari tadi melakat dipantat. Reisya masih nampak sibuk menyelesaikan catatannya. Bagi siswa pemalas, catatan tak terlalu penting saat sudah siap pulang. Tapi reisya tidak, dia sangat rajin dan tau betul bahwa papan tulis esok paginya sudah dibersihkan. Makannya dia tidak akan membiarkan tulisan dipapan tulis akan lenyap dari bukunya. Walaupun yang lain sudah pada pulang.
Satu demi satu, para murid meninggalkan kelas. Namun reisya masih tak menghiraukan. Hingga akirnya benar-benar tinggal seorang diri. Aku sudah berkali-kali mengingatkannya untuk membawa bukuku. Tapi tetap saja dia menolak. Dan menyuruhku untuk pulang duluan. Akirnya kuputuskan untuk meninggalkannya sendirian. Tak tega rasanya, tapi mau gimana lagi kalau itu adalah titahnya. Terpaksa kulakukan walaupun berat.
Sesampainya diparkiran, saat motor sudah siap melaju. Kurungkan niatku untuk pulang. Ada perasaan aneh yang menghapiriku. Kwatir ada apa-apa dengan keadaan reisya. Motor kemudian kuparkir lagi. secepat mungkin berlari menghampiri reisya.
Dari kejauhan terlihat pintu sudah tertutup. Aku berfikir mungkin reisya sudah pulang. Tapi saat aku hendak membalikkan badanku dan melangkah lagi keparkiran terdengar jeritan wanita yang arahnya tepat pada kelasku.
“reisya, ooh tidak,,, ada apa dengan dia”. Aku berlari kekelas tepat dimana suara itu berasal. Dan ternyata benar dugaanku. Yanto dengan segerombolan anak buahnya mencoba melakukan asusila terhadap reisya.
“bajingan kau anton”. suara kerasku mengaggetkan 4 pasang mata yang hendak menodai reisya. Kuhampiri mereka seraya mengambil satu bangku lalu ku hantamkan. 2 orang terluka, namun anton tidak. Dia menghampiriku dengan 1 temannya, aku berduel dengan mereka. Pukulan demi pukulan melesat kebadanku. Namun aku juga masih sanggup melayani 2 cecunguk yang tak ada apa-apanya ini. mereka berdua akirnya tersungkur saat pukulan overcutku melayang pada pelipis matanya. Aku menang, namun 2 yang lainnya bangkit dan berhadapan denganku. Tapi lagi-lagi dengan kelincahan silatku merekapun jatuh. Semua ambruk tak berdaya dilantai, kuhampiri reisya yang pakaiannya sudah acak-acakan. Jilbabnya dan bajunya sudah terlepas yang tertinggal hanyalah rok dan kaos dalam yang dikenakan. Ku sodorkan pakaiaannya untuk dikenakan kembali. Namun dari arah belakang anton hendak memukulku dengan bangku, reisya yang melihatnya teriak, akupun tak kalah sigap. Kakiku kupancalkan tepat mengenai perut anton dan terjatuh. “untung saja”kataku. “kalian masih saja disini, mau mati?” sontak mereka semua lari dari hadapanku. Sementara reisya belum juga menghentikan tangisannya. Aku membantunya untuk berdiri, dan berusaha menenangkan.
“aku ndak tau harus bagaimana berterimakasih sama kamu, yu, kamu telah menyelamatkan segalanya, kehormatanku, harga diriku dan aib yang akan menimpa keluargaku”
“kamu masih bisa mempertahankan mahkotamu itu sudah cukup, sya,aku akan selalu menjagamu”
Sebetulnya aku hendak mengatakan menjaga cintaku padamu pada reisya, tapi ku urungkan kembali karena masih belum cocok dengan kondisi ini.
Aku selalu memberikan nasehat kepada reisya agar dia bisa menahan dirinya. Tapi niatnya untuk melaporkan yanto kepolisi sudah tidak bisa diganggu gugat lagi.
Dan benar saja, akirnya polisi menangkap yanto dan komplotannya dengan tuduhan pemerkosaaan. Reisya sudah merasa puas kengan keadaan ini, akupun demikian. Duri yang mengganggu cinta kamu akirnya tercabut sudah.
JODOH TERAKIR
Tiada hari cintaku meluntur dalam diam. Aku diam bukan berarti mengelak, namun aku pendam supaya cinta ini matang pada waktunya. Bukankah kupu-kupu itu adalah derajat yang mulai setelah menyelesaikan masa kepompongnya. Bukankah mawar itu indah selepas masa kuncupnya. Dan bukankah sepasang suami istri itu akan lebih mulia dari pada hanya sebatas pacaran.
Biar, biarlah kupendam cinta ini. sampai aku siap membawakan 2 cincin dan kumasukkan dalam jarimu. Biar, biarkan cintaku ini kuikat agar nantinya siap kusampaikan bersama kedua orang tuaku. Dan biar, biarlah hanya tuhan dan aku yang tahu tentang cintaku. Betapa aku senang kau sebutkan iman dalam perangai cantikmu. Akupun tahu pastilah sebenarnya kau bukan menolak cintaku, memendamnya dalam-dalam. Sampai tak nampak pada kelopak mataku. Namun kau harus tahu, bahwa mata hatiku tak akan pernah tertipu. Dan kuharapkan satu, kau akan menjadi pendampingku, wahai bidadari surga. Kau yang pertama datang, yang pertama bersanding, yang pertama menyapa, yang pertama mengetuk hatiku, tapi untuk yang pertama dan terakir mendampingiku.
Wahai bidadariku… dengarkan.
Malam yang larut ini aku menengadahkan tanganku, seraya kusampaikan apa yang aku rasakan. Apa yang aku lakukan dan apa yang selama ini aku pendam.
Ku katakan pada tuhan,
Tuhan, diakah milikku? Diakah jodohku? Dan diakah yang akan menjalankanku pada surgamu?
Tuhanku sampaikan salamku, aku yakin pasti dia juga bersujud dihadapanmu , pada sepertiga malam ini. tuhanku, tolong sampaikan cintaku, titipkan pada tiupan angin lembut sehingga dia menghirupnya dan sampai dalam hatinya.
Tuhanku, sampaikan salam suciku, sampaikan bahka aku adalah jodohnya. Dan ubahlah takdirmu jika dia melenceng dari perkiraanku. Ubahlah takdirku untuk menjadi keksasihnya. Karena bagiku, kebaikan hanya dengan kebaikan, dan dia adalah orang baik, maka akupun akan berusaha memperbaiki diri untuk membawanya dalam agamamu.
Tuhanku hembuskan kesejukan ketika dia sesekali mengatakan namaku. Berikan pertanda bahwa akulah pangerannya.
Tuhanku, aku rindu padannya, tapi karna aku masih mencintamu lebih dari cintaku padanya maka aku tanggalkan. Aku memaksaMu agar aku mendapatkan apa yang aku inginkan ya alloh, apa yang sudah kamu janjikan, dan sudah engkau firmankan. Tuhanku, tumbuhkan cintaku dalam genggamanmu, tuhanku, tuhanku dan tuhanku.
***
Akirnya kami menikah setelah lulus SMA. Reisya memberikan surat kepadaku selepas wisuda sekolah. Dia menyuruhku untuk meminangnya. Awalnya aku masih ragu, hingga akirnya kuberanikan diri menemui orang tua dan memberitahukan seputar niatku untuk melakukan lamaran. Orang tuaku sebelumnya tidak menyetujui, namun setelah aku yakinkah bahwa siap dengan segalannya, akirnya disetujui juga. Sedang orang tua reisya sangat demokratis, dan hal ini tak menjadi kesulitan bagiku untuk melamarnya.
Setelah membina rumah tangga, akupun tak melanjutkan kuliah. Tapi membuat cabang usaha rumah makan di kota. Alhamdulillah, sedikit demi sedikit pelanggan mulai muncul dan berkembang. Kini berkeluarga adalah impianku, impian dari segala impian. Impian yang membawakanku pada surga karena menuntaskan separuh agama. Semoga ini adalah awal yang baik. Amiin.
Sekian ….
Thank for you.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H