Lihat ke Halaman Asli

Waktu, Pergilah, Biarkan Aku Sendiri

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13902939231267791605

Karya : Andi Sudarsono

TERATAP.

Layaknya surga yang terbentang dihamparan luas. Biru, bening, memanjakan mata para pengunjung- berduyun.Pasir-pasir putih bertebaran, memberikan banyak imajinasi bagi para si kecil yang terlepas dari kekangan orang tua. Ya, dan yang kumaksud adalah pantai, pantai teleng ria, pacitan, jawa timur.

Tempat yang telah memberikan banyak pesan kepadaku, tentang aku, dia dan mereka. Kini tubuhku hanya menyendiri diatas batu, bergelumut pasir diketepian pantai. Ku mainkan kenanganku, sekan mereka muncul dihadapanku. Wajah-wajah SMA yang kaku, memandang kesejukan pantai ini. Berlarian membawa pasir, menaburkannya ke baju-baju putih yang hendak mereka kenakan. Teringat pula olehku waktu, dimana setiap selesai ujian, tempat ini adalah tempat penentram pikiran sengit.

Aku, yanto, yulia, dan sinta. 4 orang yang selalu bergerombol kemanapun tempat yang hendak dituju. Yanto yang selalu memberikan keceriaan disetiap pembicaraannya. Wajah lugu yang memiliki jiwa kepemimpinan terpendam. Kalaupun dulu di SMA dia mau, pasti jabatan ketua osis sudah dipegangnya. Namun sayang, dia memilih untuk menjalin pertemanan dari pada harus sibuk berpolitik.

Yulia terlalu cantik untuk dipandang. Perawakan putih, hidung mancung, tinggi dan langsing kata anak-anak kelas. Dialah yang selalu memonitor kami bertiga saat ada ujian atau tes-tes harian. Terlalu perfeck bagiku untuk mengalahkan prestasinya. Otaknya seakan tidak mau membiarkan air keluar dari bendungan fikiran. Selalu ditampung dan dikeluarkan disaat dia membutuhkan. Tidak seperti anak yang kutu buku, tapi setiap jawaban yang ditulisnya, tidak luput dari angka 100.

Sedang, aku dan sinta hanyalah pendamping mereka. Tak ada yang menonjol dari kami. Kami bagaikan backgroun dihadapan mereka. Pelengkap dan sisa-sisa dari apa yang mereka punyai. Tapi yang aku herankan, mereka tak mau lepas dari kami. Seakan ini adalah takdir tuhan untuk kami bersatu.

Teringat waktu dulu aku menemukan satu persatu dari kami. Hingga akirnya bisa menjadi 4 kesatuan utuh. Awal masuk SMA, aku hanyalah seorang diri. Tak ada yang mau menemaniku hanya sekedar berucap kata sedikit. MOS yang berjalan hampir 4 hari masih belum cukup bagiku untuk menentramkan diri kepada siapa aku berteman. Terlihat siswa-siswa lain sibuk memamerkan apa yang dia punya supaya mempercepat relasi. Aku melihat mereka seakan-akan tak habis kata-kata untuk membuat lawan bicaranya nyambung dengan omongan yang mereka buat.

Tapi aku? Aku selalu diam tak berkutik ketika siapapun mengarahkan mukannya kepadaku. Nervous, sangat nervous. Dan dari situlah yanto muncul, ketika aku hendak ditampar salah satu dari panitia mos

karena lupa tidak membawa dasi. Yanto seakan menjadi pahlawanku saat itu, dia maju dan memegang tangan panitia yang sudah merah padam. Luar biasa dia, badannya terlalu besar untuk seukuran panitia songong, kecil hitam dan kriting. Yanto menantang duel diluar sekolah kalau masih saja nekad mau manamparku. Akirnya panitia yang hndak menamparku pergi dengan pringisan-pringisan menggelikan. Yanto kemudian melemparkan senyum kepadaku. Mengulurkan tangan dan memberikan namanya. Sugguh tersanjung aku saat itu, dia benar-benar bijaksana seperti sekarang ini aku pikirkan.

Selang beberapa bulan masuk biasa, hari-hariku tak pernah lepas dari pahlawanku, yanto, yang memang kami berdua berada dalam satu kelas.Pada waktu awal masuk, teman-teman satu kelas sudah bisa melihat sikapnya yang pantas dijadikan ketua kelas. Tertunjuk penuh suara satu kelas, tanpa ada yang membantah. Namun yang menjadikan aku tak bisa berfikir adalah dia menunjukku menjadi sekretarisnya. Walaupun sebenarnya masih banyak yang lebih cerdas dari pada aku. Tapi biar bagaimanapun, ini adalah suatu kehormatan bagiku.

Lama kelamaan aku dan yanto mengenal sosok yulia dan sinta. Mereka sudah akrab sejak SMP, dan mereka berdua juga duduk berdampingan dikelas. Bukan aku sebenarnya yang memasukkan mereka dalam pertemanan kami. Melainkan yanto, karena sebenarnya yulia timbul perasaan suka dengan yanto. Hal itu ku tau setelah sinta bercerita panjang lebar mengenai kedekatan mereka dengan kami. Tapi yulia masih sangat pandai menjaga perasaannya tanpa diketahui oleh yanto.

Dari sinilah akirnya kami selalu bersama dalam suka maupun duka. Aku yang sebenarnya tidak terlalu cerdas dalam mata pelajaran, sedikit-demi sedikit nilaiku naik hanya gara-gara berkumpul dengan mereka bertiga.

Sungguh, aku sangat bersyukur dengan hal itu. Banyak mata-mata yang iri dengan kedekatan kami yang tak pernah luntur. Tak ada perselisihan hingga terjadinya kelulusan.

***

Teringat juga dipantai ini, baju-baju putih yang bergelumut dengan pilok-pilok berwarna hanya sebatas merayakan kelulusan. Dan dibatu yang saat ini aku dudukilah yang menjadi tempat faforit yanto memberikan petuah kepada kami, sedang kami bersila dihadapannya seakan berperan menjadi abdi dalem.

Saat itu kami terisak,penuh dengan keheningan, karena sudah mengharuskan diri berpisah. 3 tahun dalam masa-masa menggemberikan itu harus pupus ketika sudah terdengar kata lulus. Sedih bagiku, bagi semuanya, kenangan, kebersamaan dan percintaan.

Di batu inilah, terakir kali yanto mengucapkan kata maaf kepada kami bertiga. Kata yang sulit aku lupakan sampai sekarang adalah “jadilah dirimu sendiri, ketika nanti kita sudah tidak bersama lagi”.

Begitu membekas sampai sekarang dan tak akan pernah aku lupakan.

***

Lamunanku terlalu lama untuk diteruskan. Tak bisa mereplay kejadian-kejadian unik dipantai ini. Karena saking banyaknya kenangan indah yang tak bisa dilupakan seumur hidup.

Aku tersadar.”ah , tempat ini, aku kangen kalian”gumamku kemudian beranjak dari batu kecil tadi.

Aku telusuri satu persatu dimana aku akan kembali teringat dengan masa lalu waktu SMA. Tempat faforit yanto, yulia dan sinta. Hingga sampai ujung pantai sebelah barat kutemukan batu besar tertuliskan nama yang awalannya tertera namaku, reihan.

“reihan, aku menunggumu, yulia”. Lalu tertuliskan tanggal bulan dan tahun dibawahnya. (28 februari 2013).

“bukannya ini satu tahun yang lalu, sekarangkan 2014?

Ya ampun, ini benar-benar yulia yang menulis, dia masih ingat betul dengan tanggal kelahirkanku.Tapi kenapa cuma aku yang diingatnya? Kenapa tidak yanto yang dulu dia sukai?”

Aahhh, tak perlu dipermasalahkan. Yang jelas, mereka masih sering kesini walaupun tidak ada aku.

Memang, terakir kali aku bertemu dengan mereka ditempat ini, seakan-akan itu adalah tanda perpisahan untuk selamanya. Bahkan komunikasipun sudah tidak terlalu terjalin. Semua sibuk dengan masa depan masing-masing. Ditambah lagi, orang tua yang menyuruhku mengambil jurusan kedokteran di universitas ternamadi kota Jogja.Pada saat itu dengan menggunakan jalur SNMPTN akirnya aku diterima. Dan akupun harus merelakan berhijrah dari pacitan ke kota jogja. Tempat dimana aku dilahirkan dan dibesarkan ditambah lagi guru-guru pengalaman yang begitu anggun untuk dijadikan contoh dari sebuah pertemanan.

2 tahun sudah aku meninggalkan tempat ini, sejak 2012 silam kepergianku ke kota jogja. Hingga kini aku sudah berada dalam semester 4.Kepulanganku saat ini memang benar-benar keberuntunganku. Banyak mahasiswa-mahasiswa lain yang harus bersusah payah mengejar nilai-nilai yang tidak terlalu memuaskan. Banyak dari mereka yang berasal dari luar jawa, dan harus menanggalkan kepulangannya demi memperbaiki nilai. Tapi bagiku tidak, biar bagaimanapun aku selalu mendapat predikat baik pada setiap mata kuliah. Rajin dan ulet serta banyak-banyak membaca buku membuatku lebih banyak tahu denganilmu-ilmu baru. Al hasil, aku tak perlu mengulang dan bisa pulang ke kampung halaman.

Maka dari itu, walalupun aku baru menginjakkan kaki dipacitan kemaren sore, pagi ini aku sempatkan untuk melihat kenanganku. Yah, boleh dikata agak jauh dari desa tempat ku tinggal. Teleng ria dengan krapyak (nama dusun) membutuhkan waktu 1 jam perjalanan, belum lagi jalannya yang naik turun dan berlubang.

Nomor Hp yanto, yulia dan sinta yang dulu diberikan, aku coba hubungi namun tidak aktif juga. Dan itu yang membuatku agak kecewa, karena kepulanganku saat ini hanya ingin bertemu mereka.

***

Cukup lama ku pandang batu yang ada tulisan misterius ini.

“yulia, kamulah orang yang dulu menggetarkan hatiku, tapi demi pertemanan, kucoba untuk menghimpun rasaku”.

Sempat berfikir juga bahwa mungkin dengan dia menulis ini, ada harapan bagimu untuk menemukan yulia. Karena, sekarang kita sudah tidak bersama lagi, maka besar kemungkinan aku lebih leluasan mengungkapkan perasaanku jika bertemu nanti.

“ah,, jam 5, lama juga aku disini, bapak pasti kwatirkan nanti”gumamku seraya meninggalkan sejuta pesona pantai teleng ria ini dengan segala kenangan yang ada didalamnya.

SENTANU

2 minggu sudah aku menghabiskan separuh liburanku dengan berbagai aktivitas. Dan untuk 2 minggu sisanya aku harus menemukan sosok yanto, yulia dan sinta dimanapun mereka berada. Karena gerilyaku ketempat-tempat kenangan waktu SMA dulu tidak menuai hasil. Rumah-rumah mereka juga tak ku ketahui, 3 tahun di SMA dulu kami semua bertempat tinggal di kos-kosan yang jaraknya tidak jauh dari sekolah. Makannya untuk masalah rumah, tidak begitu diperlihatkan.

“o iya, sekolah, aku harus kesana”

Timbul fikiranku untuk mengunjungi sekolah. ya… walaupun hanya sekedar bersalaman dengan guru-guru SMA dulu. Paling tidak itu akan menumbuhkan ingatanku pada 3 sahabat terbaiku.

“bapak, ibuk reihan mau keluar”

“kamu mau kemana lagi? Lha wong kemaren udah muter-muter gitu lo? Kata bapak kepadaku.

“mbok yo dirumah ae to le le (panggilan khusus orang jawa kepada anak), uwong kok mong dolan wae”ibu menyela izinku.

“mau nyari yanto bu, temen SMA kulo (saya=jawa) rumiyen (kemaren)”

“yanto? Temen SMA mu dulu? Sela bapak.

“enggeh pak (iya pak) rencang (teman) kulo (saya)”

“kemaren ada orang yang kesini, katanya namanya juga yanto temen SMA mu dulu, dia nitip surat, lali (lupa)bapak mau ngasih kamu?Timpal bapak.

“pundi (mana) pak, ya alloh”sontak gembira kegirangan rasanya mendengar bahwa teman yang aku cari ternyata lebih dahulu mencariku.

Bapak kemudian menuju kamar seraya membawakan aku sepucuk surat.

“astaga, tanggal dibatu dan surat yanto sama? Mereka merayakan ulang tahunku walaupun aku tak ada”

Getaran hati dan rasa rindu ingin bertemu ini membuatku sontak mengaggetan bapak dan ibuk. Secepat mungkin aku lari menuju motor dan melaju ketempat dimana yanto memberikan rambu-rambu.

Serasa diriku sebagai seorang detektif yang mulai tergambar akar permasalahan. Dan ini memang sudah tergambar, dengan surat yanto yang diberikan kepadaku.

1 jam 12 menit. Akirnya aku temukan warung yang dimaksud. Memang tak jauh dari sekolahku waktu SMA dulu. Warung kecil, berdindingkan bambu, dengan terpampang selembar baliho di atas pintu masuknya terdapat tulisan“bakso halal”. Motor ku parkir di sisa emper (pelataran) warung yang agak sempit. Ku lihat masih tampak sepi, mungkin karena masih jam 8 pagi jadi murid-murid sekolah belum istirahat.

“asslamu’alaikum”salamku saat melangkahkan kaki hendak masuk ke warung tersebut.

“wa’alaikum salam, reihan? Allohu akbar… “yanto kaget bukan kepalang melihatku datang. Lantas dia menghampiriku, berjabat tangan dan selalu tidak akan pernah lupa dengan tos-tos yang kita buat saat dulu masih SMA. Dia memelukku, erat, sangat erat, sekan dia baru saja menemukan kehilangannya. Dan akupun juga merasakan hal demikian. Tanpa terasa, airmataku mengalir, ini adalah sebagai pelengkap dari rasa haru kami berdua.

“ayo silahkan duduk”pinta yanto kepadaku.

Aku masih belum bisa berkata apa-apa. Seorang yanto, orang yang ku anggap perfect waktu dulu tapi sekarang hanya penjual bakso. Aku pikir dia akan menjadi polisi TNI atau sejenisnya. Karena tidak terlalu mustahil bagi yanto bisa diterima dalam lembaga tersebut. Tubuhnya tinggi, badan bidang dan kulit putih langsat ditambah lagi otaknya yang juga tidak kalah cerdas. Yanto yang aku bayangkan akan memegang pistol atau laras panjang, kini nampak nyata dihadapanku memegang serihan kain yang dibuatnya mengelap dahi penuh keringat.

Semua pikiranku melayang-layang. Ada apa ini, kejutan apa yang akan diberikan yanto?

“kamu mau minum es the, juruk apa kopi? Tanya yanto membubarkan penasaranku.

“aaahh… apa? Karena kaget, aku nasih belum menerima pesan yagn diucapkan oleh yanto.

“kamu mau minum pa? tegas yanto.

“apa aja deh, yang penting halal, hehe.. “jawabku memalingkan rasa penasaran yang masih menggeluti pikiran.

“dek sinta, ini ada reihan, tolong buatin minum ya?

“hah siapa mas? Reihan? Sinta kemudian beranjak dari bilik warung yang menutupi dirinya.

“reihan? Kamu tampak ganteng sekarang ya? Tak salah memang kalo yulia selalu mencarimu. Kata sinta sambil berlinangkan air mata dan memelukku.

“apa? Yulia mencariku? Aku sedikit terkejut.

“aku kangen kalian,

Akirnya kami ngobrol panjang lebar di warung mungil ini. Banyak cerita yang hendak disampaikan oleh yanto dan sinta. Mereka menceritakan masa lalu masing-masing. Dan yang mengejutkan aku lagi adalah mereka sudah resmi menjadi suami istri.

“kamu nikah ndak bilang-bilang? Selaku terhadap cerita mereka.

“aku tak tau lagi bagaimana harus menghubungimu, aku udah ndak punya Hp lagi, semua barang-barangku ludes terjual” jawab yanto.

“kenapa? Kenapa itu bisa terjadi? Tanyaku.

“han, dulu aku udah masuk di akademik kemiliteran. Namun ditengah jalan, akirnya aku dikeluarkan gara-gara menghajar senior yang hendak memukul salah satu temanku. Sebelum dikeluarkan, aku sempat dihajar habis-habisan. Untungnya aku ndak mati. Ya,, mungkin tuhan masih sangat sayang kepadaku. Ayahku sudah banyak mengeluarkan biaya demi karirku, sampai-sampai semua harta bendaku ludes demi aku. Kini aku jatuh miskin, satu bulan setelah aku dikeluaran, ayahku meninggal dunia. Dan saking syoknya, ibuku mengalami masalah psikologis. Aku bagaikan hidup sebatang kara, han. Aku saat itu sangat frustasi, bahkan aku sempat mau bunuh diri, tapi untungnya ada sinta yang selalu datang kerumahku dan memberikan aku solusi seperti sekarang ini. Haha, ya walaupun jadi tukang bakso dan kamipun akirnya menikah”cerita yanto belum sepenuhnya selesai. Dia masih setia meneteskan air matanya. Sinta yang saat itu mendengarkan cerita yanto, suaminya, masih sangat kaku tingkahnya, lembut hatinya dan air matalah yang mencurahkan semuanya.

Akupun mendengar hal itu, juga tak mampu membendung linangan ini untuk tumpah. Aku menangis, aku terpukul dan sangat kasihan mendengar cerita pahlawanku. Tapi memang benar pikiranku, dia layaknya menjadi seorang jendral yang bijaksana. Arif dan berbudi pekerti luhur, suka menolong terhadap orang yang membutuhkan pertolongan.Kejadiannya sama dengan apa yang dia lakukan denganku dulu, sosok pahlawan bagi orang-orang yang tertindas. Namun saat ini, tempatnya yang tidak tepat. Dia harus mengorbankan segalanya, dan harus menanggung resiko sendirian tanpa mengharap pamrih kepada orang yang sudah dibelanya. Dialah pahlawan yang sesungguhnya.

“heh, kamu kenapa nangis? Yanto membangunkanku dari lamun dan tangisan.

“kau tak jauh beda dari yang dulu to, kau masih tetap menjadi pahlawanku, aku salut padamu”jawabku yang tak henti-hentinya meneteskan air mata.

“aahh, aku sekarang bukan siapa-siapa han, aku hanya tukang bakso, kamu yang luar biasa, jadi dokterkan? Yanto sedikit tertawa walaupun masih berlinang keduamatanya seraya menepuk-nepuk pundakku.

“ah, aku masih proses to, aku belum selesai”jawabku singkat.

“badanmu tambah tegap aja han”sela sinta.

“ah biasa aja ta, aku masih sama kaya yang dulu kok”jawabku.

“kamu masih ingat yulia? Tegas sinta.

“orang cantik tak akan pernah dilupakan, kataku

“kami setahun yang lalu merayakan ulang tahunmu, di pantai, dia menuliskan sesuatu padamu

“apa? Jadi tulisan dibatu itu benar-benar dari yulia?

“kamu sudah tau? Kapan kamu ke pantai?

“aku 2 minggu yang lalu berkeliling di sekitar pantai, kenangan kita

“iya, yulia sangat rindu padamu, namun sayang, dia harus menikah dengan orang yang dia tidak cinta, sentak sinta.

“apa? Dia menikah? Dengan siapa? Nadaku sedikit tersentak.

“dia digadaikan ayahnya kepada rentenir, ayahnya tidak sanggup mengembalikan hutang-hutangnya, dulu memang dia suka sama mas yanto, tapi semenjak kelas 2 SMA dia mulai naksir sama kamu, dan yang pasti aku tak mau mengatakannya kepadamu”tegas sinta.

"tuhan… inikah jawaban? Gumamku memikirkan berbagai misteri-misteri yang selama ini menghantuiku.

Lama sudah aku melepaskan kerinduan pada separuh temanku. Namun aku masih belum menuntaskan pada separuh teman dan hatiku, sosok yulia yang sekarang menjadi prmadona dalam hatiku.

MELODI.

Liburan yang tinggal satu minggu lagi selalu ku sempatkan berkunjung ke warung yanto dan sinta. Aku seakan menemukan keluarga lama yang sempat hilang. Dan memang hilang dari kehidupanku. Namun masih belum sepenuhnya utuh, masih ada yulia yang harus aku temukan. Aku tak mau dia jadi korban rentenir biadab yang sok kuasa dengan kelakuannya. Berapa memang hartanya, aku akan coba menghadapinya walau harus berhadapan dengan rengekanku terhadap ayah.

“to, kapan yulia nikah? Tanyaku.

“dia mau melangsungkan pernikahan minggu depan, jawab yanto.

“to, kamu harus bantu aku to, aku harus nemuin yulia”rengekku kepada yanto.

“han, yulia sekarang susah dihubungin, kami berdua aja yag kesana sudah tidak diperbolehkan oleh ayahnya, dia sempat kabur karena tertekan dengan keadaan”tegas yanto.

“endak to, yulia tidak boleh menikah dengan rentenir biadab itu, aku tak rela, tolong aku to, antarkan aku kerumahnya

“memang, dia selalu memikirkan kamu, dia selalu menanti kepulanganmu, dia sangat ingin bertemu denganmu “makanya to, bantu aku, aku harus temukan dia

“baik kalo memang kamu udah tekat bulat, sebisa mungkin aku akan membantumu”jawab yanto tegas.

Sekitar jam 4 sore warung sudah ditutup oleh yanto. Padahal biasanya sampai jam 7 malam. Aku tau sosok yanto yang dengan sigap ketika ada orang lain yang membutuhkan bantuannya.

Sebelum berangkat kerumah yulia, kami bertiga mampir dulu kerumah yanto yang memang tak jauh dari warung. Rumah yang sengaja dibelikan oleh orang tua sinta untuk kedua insan tersebut. Tak terlalu besar, sederhana tapi eksotis. Desain tamannya yang terlihat memperindah pesona rumah kecil ini.

“kau tampak hebat, to, mendesain rumah sebagus ini”kataku.

“ah, kau menghina pak dokter, gubuk reyot kayak gini masih kamu puji juga”pungkasnya.

“mana mamamu?

“dia ada didalam.. masuk aja..

Benarlah keadaannya. Terlihat wanita paruh baya sedang bergelimahan diatas lantai yang tak beralaskan tikar. Memandang kesegala penjuru dengan senyuman-senyuman tak jelas. Prihatin aku melihatnya. Sungguh kasihan aku memandang kejadian yang dialami oleh pahlawanku, yanto. Tapi dia masih tampak tegar dengan istri yang selalu bersanding di sampingnya, sinta. Sintalah yang selalu memperteguh kegundahan-kegundahan suaminya dengan nasehat-nasehat yang anggun. Luar biasa keluarga ini.

***

Yanto berada didepan sedang membonceng sinta dan aku mengikuti kemanapun mereka mengarah. Hingga sekitar 1 jam kami bertiga berada didepan rumah yang lumayan besar. Berdinding tebal dengan pagar yang menjulang keatas. Taman-taman yang eksotis memperindah pemandangan alami.

Bel dipendet oleh yanto.

Kemudian keluar penghuni rumah yang bertubuh kekar, jaket hitam dan berkumis tebal.

“cari siapa?lantas dia menghardik kami tanpa mengenalkan diri.

“yulianya ada? Tanyaku.

“tidak ada, yulia ndak ada dirumah”jawabnya menghentak

“bohong, yulia didalam” sangkalku.

“brengsek, kamu mau cari mati? Laki-laki itu ternyata adalah bodigat yang sengaja diletakkan didepan rumah yulia agar tidak ada yang memberikan celah bagi yulia untuk kabur lagi.

Aku tak menghiraukan, aku dorong pria itu hingga terjatuh ditepian parit dekat pintu gerbang. Aku berlari masuk kedalam, tapi ternyata masih ada penghalang yang mau menghentikan langkahku. 2 orang lagi keluar dari sarangnya. Manusia yang seperti sosok iblis besar hitam dan bertato disekujur tubuhnya perlahan-lahan mendekat padaku. Kali ini mereka tak sungkan-sungkan, pisau-pisau tajam menemani tangan-tangan kasarnya. Aku tak peduli, aku tetap melanjutkan perjalananku untuk bisa masuk dalam rumah. Tempat dimana yulia berada.

Saat mereka hendak menghajarku dengan pisau-pisau tajam. Aku tak kehabisan akal. Kuambil pasir kemudian aku sembunyikan dibalik badan. Lantas mereka mendekat dan kulemparkan ke mata. Mereka

tersungkur, namun bodikat yang sempat jatu ku dorong tadi hendak menghantamku dengan benda keras dari belakang, tapi yanto dengan sigap memberekan cecungok-cecungok bodoh ini. Setelah mereka bertiga terkapar, aku melanjutkan perjalananku masuk kedalam rumah.

“yulia, yulia kamu dimana?

“eeee… eeee… eee… terdengar suara rengekan kecil yang berada tepat kamar atas. Aku lari menujunya, gagang pintu kuraih namun terkunci. Ku drobrak pintu berkali-kali hingga akirnya terbuka sudah.

“yulia? Oh tuhan… sangat terkejut diriku melihat keadaan yulia yang ditali kedua lengannya di dipan. Kakinya terbaluk tali-tali pengikat. Mulutnya di sumpal dengan kain. Sehingga tak akan membiarkan suaranya melebar keluar ruangan.

Aku melepaskan semua ikatannya.Dia memelukku dan menangis. Lemas badannya, pucat mukannya, dia kelihatan tersiksa diruangan mewah ini.

“siapa yang melakukan ini? Tanyaku.

“tua busuk yang telah membunuh ayahku”jawabnya dengan nada emosi.

“ayo kita keluar,

Ku gendong yulia menuju luar rumah. Namun sesampainya di depan pintu, gerombolan-grombolan bajingan bodigat tua renta rentenir itu menungguku. Yanto sudah terikat badannya, terlihat dirinya bonyok habis dihajar oleh mereka. Sinta juga terikat disamping yanto.

Ku letakkan yulia di sampingku.

Mobil hitam jipz menghadang gerbang yang hendak mengekuarkan ku dari neraka ini. Lalu keluar 4 orang dari dalam, yang salah satunya adalah tua bangka rentenir itu.

“cari mati kau anak muda? Rentenir.

“brengsek kau bajingan, tua bangka tak tau malu”sangkalku dengan nada emosi.

“serahkan yulia dan kau hidup, atau kau mau mati disini? Selanya.

“matipun akan aku lakukan bajingan, atau kau yang akan mati…

“hahahah… kau becanda anak muda, aku banyak bodigat yang akan menebas lehermu, sedang kau sendirian.

Aku mulau sadar dengan keadaanku. Jika aku lawan mereka, maka aku akan mati konyol. Aku berisaha mencari akal agar bisa lepas dar jeratan ini.

“yulia, ada tabung gas?

“dirumah belakang,

“antar aku kesana?

Aku berlari menuju dapur dimana tabung gas berada, yulia masih tampak tertatih saat aku ajak kebagian dimana terdapat peledak yang manjur untuk situasi ini. Satu persatu dari bodigat mengejar kami berdua. Aku yang tau akan hal itu segera mungkin mencari alat untuk menuntaskan kepala-kepala botaknya. Kena satu lalu bersembunyi dilorong-lorong rumah. Hampirbodigat pecah kepalanya dengan besi penyangga meja yang bisa dilepas. Yang aku temukan dimeja ruang tamu yulia.

Hingga akirnya kutemukan tabung gas LPG ukuran kecil berada tepat diruang dapur yulia. Aku bawa tabung tersebut dengan korek api sebagai peledak jitu. Lalu kunaiki tangga atas yang mengarah pada ruangan balqon agar memudahkanku melemparkan gas tersebut ke mobilnya. Tabung gas ku coblos dengan paku,

“mampus kau bajingan”

Gas melayang kearah mobil yang tidak disangka oleh orang bawah. Dengan sumbu yang sudah mencapai ujungnya memungkinkan gas lebih cepat meletus.

“ddddrrr….ggllaaaaarrrrr”

Gas meletus tepat dikepala mobil jeap yang hendak menghalangiku. Hampir saja yanto dan sinta terkena imbas ledakan gas karena posisinya dekat dengan bodigat-bodigat ganas tersebut. Namun dengan sisa-sisa tenaga yanto beranja dari tempatnya agak menjauh. Karena dia tau posisiku yang berada diatas balqon.

Akirnya mereka semua tergeletak dipelataran rumah. Aku tak membuang kesempatan, yulia terlihat keletihan saat lari-lari tadi. Aku gendong dia keluar rumah, lagi-lagi, bodigat yang sebesar kingkong masih bisa beranjak dari ledakan tadi. Dia bangkit dan menyerang kami berdua. Yulia ku lepaskan dari

gendongan. Kusuruh dia mendekat pada yanto untuk melepas ikatan tangannya. Aku mencoba berduel satu lawan satu. Pukulan pertama melayang dipipi kiriku, aku tersungkur ditanah. Aku mencoba bangkit ku raih pot bunga yang ada disebelaku, kulemparkan tepat mengenai mukannya dan diapun tergeletak. Terlihat tidak bisa bangun lagi, aku rasa kondisi sudah aman. Kulangkahi bajingan-bajingan itu dengan cacian-cacian pedas. Terlebih lagi situa bangka yang kini tersungkur tek bernyawa ku ludahi. 5 langkah dari bodigat yang terakir kali kulempar pot bunga tadi, ternyata dia masih bisa beranjak. Pisau tajam tergenggam erat ditangannya. Dan meluncur ke arahku,

“raehan awasssss… “yanto mengingatkanku.

Telat sudah. Benda tajam menusuk tepat sebelah kiri pinggangku. Aku yang saat itu masih sadar sebentar ku lihat yanto mengambil benda keras dan dilemparkan ke kepala bodigat tadi. Akirnya darah bercucuran dari dahinya dan tersungkur.

Sedang aku, sudah tak kuasa berdiri. Pisau yang menancap ditubuhku ini membuat badanku terasa lemas, lama kelamaan dingin dan sangat menyiksaku. Ku cabut perlahan-lahan, teriakan-teriakan keras keluar dari mulutku. Tercabut, dan aku sudah tak berdaya lagi, pandanganku gelap, aku sudah berada dalam ruangan hampa.

“tempat apa ini? Aku kebingungan, teriakan-teriakan sudah benyak terlontar dari mulutku. Tapi tak ada satupun yang datang. Lorong hitam, kelam, berkabut dan menyeramkan. Membuatku menangis sejadi-jadinya. Namun sia-sia, tangisanku hanyalah bualan semata.

Disela-sela lamunanku, datanglah secercah cahaya yang membuatku bisa melihat seisi ruangan. cahaya itu berjalan menuntunku menyusuri lorong-lorong gelap ini, hingga akirnya kutemukan cahaya yang menyilaukan pandangan mata. Dan saat itu aku terbangun dari pembaringanku.

“dimana aku?

“kamu sudah siuman han? Tanya yanto.

“mana yulia? Dia baik-baik sajakan?

“dia sedang dirawat diruang sebelah, kamu masih belum pulih benar, tenagkan dirimu

Benar saja, perutku masih terasa sakit. Gerak sedikit saja seakan terkena ribuat jarum. Bapak dan ibu masih setia menungguku dengan cemas. Aku belum sepenuhnya sadar dengan kejadian yang menimpaku.

***

1 bulan kemudian…

Kondisiku mulai membaik, dan hari ini sudah diperbolehkan untuk pulang. Tapi yulia masih belum nampak menghadapku. Yantopun juga membisu saat aku tanya keberadaaannya, apalagi sinta, dia hanya senyam-senyum tak jelas kepadaku. Aku jadi bingung dibalik semua ini.

Ayah mengangkatku ke kursi roda, kemudian yanto mendorongku menuju mobil yang hendak membawaku pulang. Satu mobil sudah sesak dengan orang-orang yang mengantarkanku, tapi yulia, dia tidak ada disini. Dimana dia? Apa dia terlalu parah sakitnya hingga belum bisa menengokku?

Akirnya, rombongan sudah sampai dirumah. Akupun keluar mobil. Terlihat dipelataran rumahku banyak para wartawan yang berlari menghampiriku. Banyak tanya yang melayang dari mulut-mulut mereka, kataya aku adalah superhero. Tapi aku masih belum faham, ini acara apa dan siapa masih berkemelut difikiran.

Karena banyak wartawan yang merubungiku, akirnya ada sekawanan polisi yang mengawalku masuk kedalam rumah. Akupun masih belum faham dengan keadaan ini. Polisi mengintrogasiku dengan berbagai pertanyaan. Dan pada saat itu aku mulai sadar dan mengembalikan ingatanku pada kejadian saat itu. Kujawan satu persatu pertanyaannya, selesainya kata akir yang diucapkannya adalah “pahlawan sejati”. Perasaanku saat itu benar-benar bahagia, yanto yang selalu mendampingiku membisikkan sesuatu “kamu yang menjadi pahlawa sejati sekarang, selamat!”. Akupun akirnya bangga dengan keadaan ini. Yanto yang aku elu-elukan menjadi pahlawanku, kini dia balik mengatakan hal serupa kepadaku.

***

Dari banyaknya orang yang yang mengerumuniku, akirnya ada seseorang yang membelahnya, sinta, dia memberikan jalan kepada gadis cantik jelita, yulia, dihadapanku.

“aku sekarang sudah yatim piatu, aku tak punya apa-apa lagi, apa kamu mau menjadi kekasihku? Pinta yulia.

“aku siap menjadikanmu istri”jawabku tegas.

Dia memelukku dan melinangkan air mata. Akupun juga masih sayup dengan keadaan ini, masih terasa sakit pinggangku saat yulia dengan keras memelukku.

***

Seputar kepahlawananku mulai beredar dikalangan kampus. Aku menjadi terkenal disana, dekan memberi dispensasi agar aku bisa pulih seratus persen dan masuk lagi secara aktif. Walaupun demikian banyak para dosen berdatangan kerumahku hanya sekedar mengucapkan selamat atas kepahlawananku.

Yulia sekarang tinggal ditempatku. Kami melangsungkan pernikahan setealh aku benar-benar pulih. Media masapun banyak yang mengekspos pernikahan kami. Walaupun demikian, kuliah tetap berjalan. Sering kali aku pulang kampus untuk menengok istriku.

Setelah kelulusan wisuda. Aku mencoba melamar disalah-satu rumah saki terkenal di pacitan. Dan tidak ada yang sulit bagiku. Karena gelar dan mertabatku dimata masyarakat.

Aku dan yulia sangat bahagia, sedang yanto dan sinta memperoleh modal dari salah satu perusahaan. Bukan karena baksonya yang enak, tapi karena kepopulerannya saat peristiwa yang lalu.

Kami masih sering berkumpul lagi di pantai teleng ria, sambil menceritakan kejadian-kejadian lucu yang tak pernah kami lupakan.

Thank for you…. Sekian dulu ya.

13902927751960045468

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline