Lihat ke Halaman Asli

Senyuman untuk Tuhan

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Karya : Lindarti Marsiyah

Takkan ada pelangi tanpa kehadiran hujan dan panas ,begitu pula kehadiran kupu-kupu juga takkan terbaca keindahannya tanpa usaha serta kesabarannya melewati berbagai proses. Tak ubahnya ranah kehidupan, untuk menjadi seorang pemenang haruslah mampu melawan serta bersahabat dengan masalah agar tetap bertahan dalam lingkungan yang mencoba menggoyahkan.

I M A begitulah biasanya aku dipanggil. Aku lahir 18 tahun silam di desa yang sangat kecil. Tinggal bersama kedua orang tuaku dan adik perempuanku didalam rumah yang sederhana. Keluarga kami sangat bahagia.

Kelas 4 sd adalah titik terberat perjuanganku di mulai. Kala itu aku harus dipisahkan dengan keluargaku yang memilih untuk transmigrasi ke kalimantan utara untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.s

Hidup bersama nenek bukanlah tujuan melainkan pilihan terbaik masa itu. Memang takkan ada lagi kata-kata manis yang menyuruhku untuk belajar , mandi,mencuci dan melakukanaktivitas yang lain. Aku mulai mandiri yang sebenar-benarnya.Tak peduli adakah yang memperhatikan aku atau tidak. Pagi hari aku harus menuntut ilmudi sekolah selebihnya aku harus memanagemen waktuku sendiri mulai dari urusan keluargaku sampai dengan yang lain.

Memang tak mudah saat kita harus belajar tersenyum diantara beban yang mencoba menyapa. Hujatan-hujatan ,makian-makian para tetangga dengan nada merendahkan seolah menjadi makanan harian. Tak terhitung lagi tetesan air mata kukorbankan demi hal ini . mungkin banyak yang tau, namun kenyataannya tak seorangpun membela. Bahkan juga ada yang masih keluarga besarku yang memfitnah orang tuaku dihadapan nenek/kakek ,saudara-saudara ku ,dan juga orang-orang sekitar kami. Satu fitnah selesai muncul fitnah yang lain sampai usia ku remaja. Dan aku masih berdiri sendiri diatas pena dan diary yang menjadi saksi kehidupanku. Faktanya ,aku memang lebih suka mengadu pada Tuhan, berbicara pada diri sendiri ataupun menuliskan semua dalam secarik buku ketika masalah menerpa. Entahlah , semenjak salah seorang yang kupercaya menjaga rahasiaku ktika kami disapa problema dia memaparkan semua yang seharusnya ia jaga.Sejak itulah aku tak bisa mempercayai siapapun soal kehidupanku. Lagipula keluarga itu bagaikan tubuh , ktika satu titik kesakitan maka terasa sakit di sekujur tubuh dan ketika ada luka/aib sudah sepantasnya kita bersama menjaganya bukan memaparkannya di kalangan terbuka begitulah kehidupan dalam hidupku.

Waktu terus berjalan, usia terus bertambah mengingatkanku pada masa abu-abu. WISUDAdi sekolahku segera di gelar dengan begitu mewah dan sakral,tak heran karna sekolahku termasuk sekolah favorit di Ponorogo. Tapi segala yang ada hanya membuatku tersenyum sesaat. Dalam perjalananku menuju rumah kuluapkan semuanya. Ya aku iri melihat mereka yang dipeluk di beri senyuman bangga oleh kedua orang tuannya. Sementara aku sendiri?? Sengaja takku minta siapapun untuk menghadiri acara wisuda itu. Dan ini kali ketiga pelepasan ku mulai SD,SMP,SMA tanpa di hadiri orangtua. Sangat membekas saat–saat pengambilan rapot atau event-event yang lain yang melibatkan orang tua ,itulah hal yang teramat ku benci . bukan apa tapi ini selalu mengingatkanku pada kedua orangtuaku dan aku tidak bisa sperti teman-temanku semua.

Kendati demikian Allah adalah sebaik-baik penetu kehidupan. Dan Allah maha mengerti dibalik semua peristiwa,di balik kesulitan Tuhan telah menumbuhkanku menjadi gadis dewasa yang mandiri,peduli terhadap diri sendiri,nusa dan bangsa.aku yang dulu kerdil perlahan dididik Tuhan menjadi sosok hambanya (InsyaAllah).

Dan Tuhan juga telah memperbaiki perekonomian kami.sungguh sangat Luar biasa kuasa Allah yang maha Kaya. Dan kini ,orang-orang yang meremehkan kami berubah 180 derajat sikapnya.entahlah. Selama kita iklas dan tetap berpegang teguh padaNya Allah takkan meninggalkan kita dan Allah juga menuntun kita, percayalah Allah adalah sebaik-baik tempat kembali.

Kini aku di ijinkan Tuhan melanjutkan perjuanganku menggapai karir untuk sesama sebagai seorang tenaga medis. Semoga dengan menjadi DOKTER hidupku dan keluargaku jauh lebih bermanfaat untuk sesama.

Ukirlah Mimpimu Dalam Secarik Kertas, Pasang Target, Iktiar, Dan Yakinlah Tidak Akan Ada Tembok Yang Menghalangi Kamu Dan Mimpi-Mimpimu. Serta Jangan Lupa Senantiasa Berprasanka Baik Pada Allah. Karna Allah Tergantung Prasangka Hambanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline