[caption id="attachment_285128" align="aligncenter" width="620" caption="indahnya persahabatan"][/caption]
Setiap tahun, umat kristiani merayakan natal. Kini, tinggal hitungan hari, perayaan natal 2013 dirayakan. Dan tahun 2013 ini, PGI-KWI menyerukan permenungan natal kepada seluruh umat kristiani: “Datanglah, ya, Raja Damai!”
Natal sebagai peringatan sekaligus perayaan Sang Sabda menjadi daging (inkarnasi). Kesediaan Allah masuk ke dalam ruang dan waktu, tempat, dan bahasa manusia semata-mata karena belas kasih Allah yang ingin menawarkan perdamaian Allah-manusia. Kuasa dosa telah menjadi jurang pemisah antara manusia dengan Allah. Melalui misteri inkarnasi, jurang pemisah itu dijembatani oleh Yesus Kristus dalam Roh Kudus. Manusia dapat kembali membangun relasi mesra dengan Alah.
Melalui Kristus dalam Roh Kudus, manusia dapat kembali berdamai dengan Allah. Damai sejati itu adalah Yesus Kristus yang kelahiran-Nya kita rayakan di hari Natal ini. Apa maknanya bagi seluruh umat kristiani? Kita dipanggil untuk meneruskan karya pendamaian itu dengan menjadi jembatan-jembatan kecil, yang berarti menjadi perantara agar hidup kita dapat bermakna dan bermanfaat bagi warga dan masyarakat.
Membawa kedamaian hanya mungkin terjadi ketika kita memiliki sikap rendah hati. Layaknya sebuah jembatan yang bisa dipakai jika jembatan itu roboh. Coba kalau berdiri, bagaimana mungkin jembatan itu akan berfungsi? Gambaran ini dapat menjadi sebuah tanda kerendahan hati, merobohkan diri supaya mampu menyalurkan rahmat kepada alam ciptaan dan sesama.
[caption id="attachment_285130" align="aligncenter" width="620" caption="jangan bermain api jika tidak ingin terbakar. "]
[/caption]
Bagaimana ini bisa dibuat? Ada banyak hal bisa dibuat dan dilakukan. Secara khusus, saya ingin membuatnya menjadi demikian nyata di Kompasiana ini. Hampir bisa dipastikan, setiap natal selalu ada polemik perlu tidaknya mengucapkan selamat natal. MUI telah membuat fatwa berkaitan dengan ucapan selamat natal. Sebagai umat kristiani, kita harus mampu menghargai keputusan tersebut. Umat kristiani tidak perlu masuk dalam ranah keputusan tersebut. Saya percaya, ketika kita mampu menghargai keputusan itu dengan penuh kerendahan hati, akan tercipta kedamaian dalam hati kita. Kita tidak perlu meminta atau bahkan mendesak mereka yang tidak seiman untuk mengucapkan selamat natal kepada kita. Jika ada yang mengucapkan ya terimakasih. Jika tidak ada, tak menjadi persoalan toh umat kristiani tetap bisa merayakan natal dengan penuh suka cita dan damai meski tidak ada ucapan selamat natal dari umat yang lainnya.
Ketika kita mencoba jeli, selalu ada polemik tentang sebuah ajaran atau dogma agama. Setiap perdebatan agama selalu menjadi tulisan menarik. Sayangnya, perdebatan itu sering berujung pada penyerangan pribadi, bukan lagi debat keilmuan. Uniknya, ada banyak akun, yang entah benar atau salah mengaku kristen atau setidak-tidaknya ketika melihat komentar-komentarnya menunjukkan kekristenan, terlibat dalam diskusi menulis keyakinan orang lain menurut pandang imannya sendiri. Ada banyak yang mengaku kristen mencoba membuat air menjadi keruh.
Untuk itu, saudara-saudaraku yang kristiani maupun Anda yang menggunakan atribut kekristenan, hentikanlah perdebatan agama apalagi usil dengan keyakinan orang lain. Untuk apakah kita berdebat dengan menyerang keyakinan orang lain? Jika ada yang menyerang keyakinan kristen, cukup dibiarkan saja. Tak perlu ditanggapi secara emosional. Semakin Anda emosional, semakin Anda membabi buta. Semakin Anda membabi buta, semakin Anda akan jatuh pada perdebatan agama yang takberujung.
[caption id="attachment_285131" align="aligncenter" width="620" caption="saudara-saudariku kristiani, llihatlah! untuk apa kita bersekutu untuk menyerang, menjatuhkan, atau bahkan "]
[/caption]
Menyerang balik keyakinan orang lain justru akan membawa kita pada peperangan, bukan damai. Lagi pula, apa pun yang dikatakan orang lain, tidak akan menyurutkan atau melemahkan iman kita. Hal itu justru bisa dijadikan sebagai cambuk untuk terus menerus memperdalam iman sendiri. Dengan cara demikian itu, kita mampu menghadirkan damai untuk sesama.
Saudara-saudariku yang beragama kristiani, semoga kita setuju bahwa kebenaran iman tidak untuk diperdebatkan. Jika kita setuju untuk satu hal ini, untuk apa kita menyerang keyakinan orang lain. Apakah kita tidak yakin atau bahkan tidak PD dengan keyakinan bahwa melalui misteri inkarnasi, Allah ingin menyelamatkan kita? Atau karena saking Pdnya kita menutup mata sehingga hanya boleh kita saja yang “berkuasa” di Kompasiana ini sehingga kita menyerang keyakinan orang lain dan membuat mereka “terbakar”. Lalu, kita akan bersorak kegirangan ketika satu persatu akun keyakinan orang lain menghilang dari peredaran Kompasiana?
Jika kita setuju bahwa kebenaran iman tidak untuk diperdebatkan, mari kita percaya diri dengan iman kita. Artinya kita semakin mendalami iman kita, tetap menghargai yang berbeda keyakinan, dan membangun habitus solidaritas dengan yang lain dalam kehidupan sehari-hari. Bukankah Ia yang kita imani telah memberikan teladannya: Allah solider dengan manusia dan mengutus Putra Tunggalnya untuk menyelamatkan kita?
Marilah kita merenungi diri dengan mempersiapkan hati dan meluruskan diri kita yang masih bengkok supaya kita siap untuk menyambut dan merayakan misteri natal. Melalui cara ini, semoga damai dan sukacita natal semakin menjadi nyata.
[caption id="attachment_285132" align="aligncenter" width="620" caption="indahnya persahabatan. ada damai. ada sukacita. agama atau keyakinan menjadi urusan privat. meski berbeda agama dan keyakinan (ada yang c, ada yang n) tetapi semua bersaudara, saling berbagi cerita dan kisah dalam suasana persaudaraan. damai di hati, damai di bumi."]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H