Lihat ke Halaman Asli

yswitopr

TERVERIFIKASI

Lebih Baik Membunuh daripada Mencuri Kakao

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13119935401280471939

[caption id="attachment_121980" align="aligncenter" width="630" caption="berebut, yang tak punya power hanya menjadi penonton"][/caption]

Masih ingat kasus Aris (13) yang terpaksa mendekam di penjara karena  terbukti mencuri telepon gengga,? Meski masih belia, Aris bakal melalui masa remajanya di dalam sel Lembaga Pemasyarakatan Anak Tangerang, Banten. Atau masih ingatkah kita dengan kasus Mbok Minah yang hrasu menghadapai dakwaan pencurian kakao dengan ancaman hukuman 6 bulan penjara? luar biasa praktek hukum di negeri tercinta ini. sementara itu, Robert Tantular, pemilik Bank Centurydihukum lima tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Bahkan, di tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Robert sebelumnya dihukum empat tahun penjara. Kasus teranyar adalah hukuman bagi para tersangka dalam kasus Cikeusik.12 tersangka itu dijatuhi hukuman antara 3-6 bulan. Sungguh ironis. Rasa keadilan seperti dicedarai oleh para penegak hukum di negeri ini. Padahal, rasa keadilan merupakan salah satu acuan dalam membuat sebuah keputusan hukum. Kalau aparat penegak hukum membuat hukum seolah menjadi milik yang bisa dipermainkan seenak perutnya sendiri, bagaimana masyarakat bisa percaya lagi dengan hukum. Bisa jadi, masyarakat akan memperlakukan hukum juga seenaknya sendiri. Maling ketangkap langsung hajar di tempat. Ketahuan selingkuh langsung diarak bugil keliling desa. dan masih banyak contoh lain. Rasa-rasanya, hukum lebih membela yang di atas dari pada yang di bawah. hukum menjadi seperti pisau yang tajam  di salah satu sisinya saja. Kepada orang lemah dan kecil, hukum demikian tajam luar biasa. Tetapi kepada orang yang berada di atas, punya jabatan dan power hukum jadi memble, letoy tak berdaya. Hukum sama sekali tidak menunjukkan tajinya. Kalau sudah seperti itu, kepada siapa lagi masyarakat akan percaya? Mereka yang mengaku wakil rakyat [baca: rakyat menurut omongan] pun tidak lagi bisa membedakan siapa atau apa yang dibela. Meski pun nama rakyat selalu dibawa-bawa dalam setiap pembicaraan, apakah mereka benar-benar membela rakyat? Atau hanya sekedar omongan manis, padahal mereka membela diri mereka sendiri dan partainya. Contoh terakhir ya apa yang dikatakan bosnya wakil rakyat, Marzuki Alie. Dengan santainya ia mengusulkan pemutihan atas kasus korupsi yang terjadi di negeri ini. Emangnya yang diembat itu uang siapa: negara atau rakyat? Sementara di Cina, hukuman bagi para koruptor adalah hukuman mati. Percikan-percikan kisah nyata ini semakin menunjukkan bahwa hukum di negeri ini tidak berpihak kepada yang lemah, miskin, tersingkir, dan difable. Hukum menjadi sebuah kengerian bagi mereka ini. Dalam carut marut persoalan hukum di negeri ini, "lebih baik membunuh dari pada mencuri kako". Membunuh 3 nyawa dihukum 3-6 bulan penjara. Mencuri kakao senilai 2000 perak dijatuhi hukuman 1 bulan 15 hari dari tuntutan 6 bulan penjara dan mencuri handphone malah dijatuhi hukuman 5 tahun penjara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline