Masa erupsi Gunung Merapi telah berlalu. Tarikan nafas lega. Aneka prediksi dan ramalan mengerikan tidak terjadi. Untuk sementara waktu, Merapi mulai tidur dan kembali ke rutinitas semula. Hiruk pikuk masyarakat untuk menata kehidupan dimulai. Aneka program recovery dilakukan. Semangat hidup kembali tumbuh setelah menyaksikan luluh lantaknya sumber penghasilan karena erupsi merapi.
Selesaikah? Ternyata belum berakhir. Bahaya masih mengancam. Bukan bahaya erupsi merapi, melainkan bahaya sekunder lahar dingin dari gunung Merapi. Muntahan lahar dingin hasil erupsi sewaktu-waktu dapat meluncur ke bawah tanpa terkontrol.
Terasa ironis, sementara bantuan untuk korban terdampak langsung erupsi masih terus mengalir, namun par akorban sekunder gunung merapi seolah tak tersentuh. Masyarakat yang pada saat erupsi merapi menjadi tempat pelarian para korban erupsi, kini menjadi korban langsung. Ratusan penduduk kehilangan rumah tinggal karena tersapu lahar dingin. Bukan hanya rumah, lahan pertanian pun luluh lantak diterjang lahar dingin. Tak lagi tersisa selain pengharapan bahwa semuanya akan berakhir dan kehidupan kembali berjalan normal.
Lahar dingin Merapi beraksi. Bukan hanya harta benda masyarakat yang menjadi sasaran. Akses-akses masyarakat diluluhlantakkan, terutama jalan dan jembatan. Rusaknya fasilitas ini jelas semakin melumpuhkan kehidupan masyarakat. Seperti yang terjadi di sepanjang aliran sungai Putih, Muntilan. Banjir lahar dingin telah terjadi sebanyak 4 kali. Semakin hari, volume semakin besar. Tidak hanya melanda seputaran Pasar Jumoyo. Jika kita masuk lebih ke dalam, Dusun Sirahan, kita akan menjumpai pemandangan yang mengerikan. Ratusan rumah terendam. Lahan pertanian luluh lantak. Akses jalan terputus total. Hingga kemarin siang, berbagai harta benda masyarakat [mobil, motor] masih terendam lumpur dan pasir karena belum bisa terevakuasi.
Di balik peristiwa, ada makna untuk direnungkan. Bukan untuk dijadikan wisata, tapi mereka membutuhkan uluran tangan dan perhatian dari kita, sesamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H