Lihat ke Halaman Asli

yswitopr

TERVERIFIKASI

Merapi, Turgo, Jadah, dan Tempe Ala Gardu Pandang

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pagi yang dingin. Waktu menunjukkan pukul 05.00 WIB. Alarm dari Hand Phone jadulku berteriak kencang di dekat kepalaku. “Hai pemalas, bangun...” Tanganku meraih HP dan mematikan alarm. Takut kalau bunyi alarm itu membangunkan tetangga kamar sebelah yang masih terlelap dalam alam mimpinya. Rasanya enggan untuk beranjak dari tempat tidur. Dinginnya itu lho yang bikin males. Akhirnya niatku mengalahkan rasa dingin. Sambil mengusap-usap kedua belah tangan, biar anget, aku memaksa badan ini untuk bangun. Brrrrrrrrrr... dinginnya minta ampun ketika kakiku menginjak lantai. Apalagi ketika aku membasuh mukaku. Duh... seperti disiram air es saja rasanya.

Celana pendek, kaos oblong, sepatu sport, dan tak lupa kamera aku bawa. Dalam dingin, aku keluar kamar. Dengan semangat empat lima aku menerobos dinginnya pagi. Dari Wisma Maya Kaliurang, aku berlari-lari kecil menuju ke gardu pandang. Niat hati ingin menikmati si tumpeng, yaitu Gunung Merapi. Dari Wisma Maya menuju ke gardu pandang tidak membutuhkan waktu lama. Kira-kira membutuhkan waktu 10 menit saja dengan berjalan kaki. Luar biasa. Dalam perjalanan ke gardu pandang itu, aku bisa melihat kabut menyelimuti pucuk-pucuk pohon. Perlahan-lahan, kabut itu menghilang entah kemana. Dinginnya pagi tak sebanding dengan pemandangan keindahan yang aku dapatkan. Meski badan ini menggigil kedinginan, tapi mata dan pikiran ini selalu mengajak untuk mensyukuri karya cipta Sang Khalik.

Sesampai di gardu pandang, aku jogging sambil menunggu mukjizat datang, yaitu cuaca cerah. Gardu pandang memang cukup luas. Ada cukup ruang untuk berolahraga di tempat ini. Areal gardu pandang terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah lapangan parkir yang cukup luas. Dari pintu masuk, bagian kiri terdapat warung-warung yang mengundang kita untuk menikmati makanan khas lereng merapi. Lurus dari areal parkir, terdapat sebuah bangunan. Bangunan berwarna hijau ini merupakan gardu pandang. Gardu pandang ini memiliki ketinggian sekitar 10 meter. Dari gardu pandang inilah kita bisa menikmati keindahan alam, terutama pemandangan Gunung Merapi dan sungai Boyong. Sayangnya, ketika aku sampai di tempat ini gardu pandang ini belum dibuka. Setiap pengunjung yang hendak naik ke gardu pandang ini dikenai tarif masuk. Tiket masuknya adalah Rp 500,00 untuk anak-anak dan Rp 1000,00 untuk dewasa.

Bagian kedua dari terletak di sebelah kiri areal parkir. Ada jalan menuju ke areal ini. Sebelum sampai ke tempat tersebut, terdapat sebuah bangunan bawah tanah. Bangunan yang menghadap ke selatan ini tertutup oleh teralis besi. “Ruang Lindung Darurat Kaliurang” demikian tulisan yang terpahat di atas bangunan kecil ini. Aneh saja ketika sampai di tempat ini. Kalau disebut ruang lindung, kok pintunya dikunci ya? Nanti kalau terjadi keadaan darurat, bagaimana masuknya? Selepas ruang lindung ini, ada jembatan. Melalui jembatan ini kita bisa sampai ke taman. Banyak kursi-kursi permanen yang disediakan bagi para pengunjung untuk beristirahat sambil menikmati keindahan alam. Di taman ini juga terdapat pendopo. Dari pendopo inilah kita juga bisa menikmati keindahan gunung merapi dan bukit Turgo.

Akhirnya penantianku kesampaian. Makin lama kabut makin menghilang dan berganti dengan langit yang membiru. Segera aku siapkan senjataku. Kamera yang selalu setia menemani perjalananku. Jepret sana jepret sini. Kurang puas dengan hasilnya, aku melanggar ketentuan. Karena tidak bisa naik ke atas menara pandang, pemadangan Gunung Merapi terhalang oleh pepohonan yang ada di taman. Aku berjalan ke arah utara dan melompati kawat pembatas. Ah, melanggar demi sebuah hasil yang lebih baik. Lumayan. Dari pinggir jurang, aku bisa menikmati keindahan Gunung Merapi sekaligus menikmati gerak asapnya yang tampak gemulai. Padahal, ketika sedang batuk asap itu bisa membumi hanguskan apa pun yang dilewatinya.

Puas dari spot ini, aku menuju ke taman yang satunya. Dari sini pun gunung Merapi dan bukit Turgo terpampang dengan jelas. Benar-benar menakjubkan. Selain indahnya pemandangan, aku cukup beruntung pagi ini. Teramat mahal mendapatkan cuaca cerah pada akhir-akhir ini. Mendung dan kabut menjadi musuh para penikmat keindahan alam. Jam ditanganku menunjukkan angka 6.30. sedikit demi sedikit, pengunjung mulai berdatangan. Ada yang naik motor. Ada yang naik mobil. Bahkan ada juga yang berombongan menggunakan bus wisata.

Puas dengan suguhan alam yang luar biasa, aku menikmati suguhan khas lereng merapi. Sembari duduk dan memandangi Gunung Merapi dan bukit Turgi yang tampak malu-malu, secangkir kopi, jadah, dan tempe menjadi teman yang menghangatkan perutku. Belum lagi aku menghabiskan secangkir kopi, perlahan-lahan kabut mulai turun. “Ah... untung aku datang lebih pagi” batinku. Perjuanganku mengalahkan dinginnya pagi dan keberanian menerobos pekatnya kabut di pagi ini berbuah manis. Keindahan Gunung Merapi aku dapatkan. Dan aku pun kembali ke Wisma Maya dengan penuh suka cita. Salam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline