Lihat ke Halaman Asli

yswitopr

TERVERIFIKASI

Orang Muda Menggebrak Budaya

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apa jadinya ketika orang muda mulai gelisah? Orang muda adalah sekumpulan orang muda usia yang berada dalam proses pencarian jati diri. Ketika orang muda mulai gelisah, ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, orang muda akan mengikuti trend dan sampai pada ujung yang tidak semestinya. Karena kegelisahannya, orang muda bisa terjerumus dalam minuman-minuman keras (bahkan narkoba), pergaulan bebas, dan masih banyak lagi. Kedua, orang muda cuek bebek dengan kegelisahan yang dirasakannya.

Ketiga, ia akan tergugah oleh kegelisahan itu lalu membuat sebuah gerakan untuk berbuat sesuatu seturut roh dan jiwa orang muda. Inilah yang terjadi di antara sekumpulan anak muda di Kulon Progo, Yogyakarta. Mereka gelisah dengan proses berbudaya yang makin lama makin meninggalkan warisan budaya nenek moyang. Nilai-nilai budaya yang diwariskan makin makin tergusur oleh peradaban baru. Banyak orang tidak lagi kenal dengan cerita-cerita, baik mitos maupun sejarah, yang diwariskan nenak moyang kepada anak cucunya. Kebudayaan zaman ini lebih diwarnai mentalitas serba instan yang ujung-ujungnya berorientasi pada hasil. Kegelisahan orang-orang muda ini tertuang dalam sebuah pagelaran Festival Kesenian Tradisional 2010.

Kebudayaan bukan hanya sekedar masa lalu. Kebudayaan merupakan masa kini dan yang akan datang. Kebudayaan terus berkembang seiring peradaban manusia. Letak persoalannya adalah sejauh mana orang-orang pada masa kini mampu menjaga warisan masa lalu dalam konteks masa kini. Kreasi dan pengembangan sangat diperlukan supaya hasil budaya tidak mandeg dan membosankan. Tentu, kreasi tidak sembarang kreasi. Salah satu kreasi yang telah “memperkosa” warisan budaya adalah salah satu iklan yang menggunakan setting mitos gunung Tangkuban Perahu. Cerita warisan leluhur telah dikreasi secara semena-mena demi kepentingan tertentu. Sungguh menggelikan.

Menyadari situasi dan kondisi seperti ini, orang muda mencoba memberikan tawaran yang berbeda. Dengan semangat dan jiwa mudanya, mereka mencoba menampilkan kesenian tradisional dengan bingkai jiwa kaum muda. Cerita-cerita tradisi dan bentuk-bentuk kesenian lain dijelajahi, diberi makna, dan ditampilkan secara baru. Tentu ada sebuah cita-cita besar yang hendak disampaikan. Orang muda ingin menggugah kesadaran bangsa ini akan luhurnya warisan budaya nenek moyang. Warisan itu mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang memiliki daya ubah bagi perkembangan bangsa ini. Sebuah cita-cita yang luhur. Tentu tidak mudah. Karenanya, gerakan ini tidak dimulai dari gerakan yang besar tetapi dimulai dari lingkaran kecil. Dari lingkaran kecil inilah, orang muda yakin akan semakin meluas dan berkembang.

Untuk mendukung cita-cita ini Festival ini tidak digelar di gedung atau tempat pementasan yang mahal. Festival Kesenian ini digelar di lapangan terbuka. Tanpa tiket masuk. Harapannya semakin banyak orang bisa menikmati dan berefleksi bersama. Festival ini pun bukan hanya monopoli orang muda. Ada banyak anak-anak sampai orang tua yang mau terlibat, entah sebagai pemain mau pun sebagai penonton. Sebuah gerakan telah dimulai. Ketika melihat dan mengamati antusiasme masyarakat, muncul sebuah harapan. Ada sebuah keyakinan. Ketika nilai budaya dipelajari, diperdalam, dan direnungkan akan muncul kesadaran-kesadaran untuk kembali menata peri kehidupan. Mentalitas manusia akan semakin terasah. Harmoni kehidupan akan tercipta. Budaya memang cerminan sebuah bangsa. Kebudayaan bukan hanya soal tampilan atau pentas, melainkan apa yang terlihat dalam perilaku kehidupan manusia.

Salam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline