Lihat ke Halaman Asli

yswitopr

TERVERIFIKASI

Awasi Pilpres!

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14046688331175766771

[caption id="attachment_314342" align="aligncenter" width="600" caption="mari kita awasi, jangan sampai pesta demokrasi dinodai aneka tindakan yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kemenangan"][/caption]

Tanpa melupakan dan tetap menghargai segala yang baik dan telah berjalan sampai saat ini, saya mengingatkan bahwa tugas berat bangsa ini, termasuk di dalamnya umat Katolik di Keuskupan Agung Semarang belum selesai. Kewajiban untuk tetap mengawal tahapan- tahapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sampai akhir dengan tanpa dinodai tindakan-tindakan yang akan merusak terwujudnya bangunan indah demokrasi yang sedang kita cita-citakan dan perlu diperjuangkan.

Kutipan ini berasal dari surat edaran Bapak Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang, Mgr Johannes Pujasumarta, yang ditujukan untuk seluruh umat Katolik di KAS. Bapak Uskup juga mengajak untuk menjadi pemilih-pemilih yang cerdas dan bertanggung jawab. Selain itu, bapak Uskup mengajak untuk mengawal proses pilpres demi tegaknya demokrasi di Indonesia. Ajakan bapak uskup menarik untuk tidak hanya dibicarakan, tetapi terutama untuk dilaksanakan. Saya pikir ajakan ini pun bersifat universal. Berlaku untuk siapa pun yang ingin membangun demokrasi yang baik di negeri Indonesia ini.

Mengawal tahapan pemilu presiden menjadi sesuatu yang penting untuk dibuat mengingat potensi kecurangan sangatlah besar. Ketika membuka akun jejaring sosial, saya langsung berjumpa dengan peristiwa yang membuat saya mengernyitkan dahi. Ratusan masyarakat Indonesia di Hongkong tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Salah satu sumber berita adalah seorang kompasianer juga. INI kesaksiannya. Selain itu ada juga beberapa video yang diunggah di youtube. INI dan INI.

[caption id="attachment_314343" align="aligncenter" width="620" caption="antrian yang mengular"]

1404668916377265635

[/caption]

[caption id="attachment_314345" align="aligncenter" width="620" caption="ujung antrian"]

1404669231276121472

[/caption]

Membaca dan melihat persoalan itu, saya teringat dengan sebuah pengalaman berada di kantor KPU Kabupaten Sleman untuk mengurus A5. Ada sekian banyak orang yang mengantri. Antrian mengular panjang. Mengapa bisa terjadi demikian? Rupanya KPU gagap pelayanan. Membludaknya antrian tidak diikuti dengan sigapnya petugas KPU. Bisa dibayangkan antrian demikian mengular karena hanya ada dua loket yang melayani. Satu loket melayani pendaftaran dan satu loket untuk pencocokan data dan pemberian surat A5.

Rasa saya, hal ini tidak akan terjadi jika KPU tanggap. Membludaknya peserta dibarengi dengan dibukanya banyak tempat sehingga bisa meminimalisir jumlah antrian. Lagi pula, dalam kasus Hongkong, KPU sudah tahu bahwa sewa lokasi hanya sampai pukul 5 sore. Kesalahan bukan pada masyarakat, tetapi kelalaian KPU. Mungkinkah menyelesaikan pemilihan dalam sehari jika ada ribuan orang hanya dengan 13 TPS?

[caption id="attachment_314344" align="aligncenter" width="620" caption="cuma 1 loket untuk melayani pendaftaran"]

1404669009610100974

[/caption]

Apa kaitan peristiwa ini dengan seruan Mgr Johannes Pujasumarta? Ada indikasi kecurangan dalam peristiwa Hongkong. “Data nama-nama siapa saja yang menjadi saksi dan mendengar langsung bahwa ada petugas Bawaslu yang bersedia membuka TPS asal mereka mencoblos nomor satu sudah ada dan akan dilaporkan.” Inilah yang harus diwaspadai. Inilah yang harus diawasi.Marilah kita menjadi warga negara yang cerdas dengan mengawal proses pilpres hingga selesai. Jangan sampai demokrasi dinodai dengan cara-cara kotor. Mari kita lawan siapa pun yang menggunakan cara-cara tidak halal untuk meraih kemenangan.

tambahan:

KJRI telah memberikan klarifikasi di SINI. Penjelasan yang diberikan ini demikian bertentangan dengan berbagai foto dan komentar dari saksi mata yang banyak beredar di berbagai media sosial. Manakah yang benar? Ketika yang satu mengatakan tidak ada antrian, sementara yang lain mengatakan ada antrian, apakah keduanya benar?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline