[caption id="attachment_323585" align="aligncenter" width="630" caption="menikmati detik-detik munculnya sang mentari di ufuk timur"][/caption]
Sering kali, kita salah mengerti ketika mendengar kata Dieng. Dieng dalam pikiran kira identik dengan gunung. Sejatinya Dieng adalah kaldera dengan tepian beberapa gunung. Ada 3 gunung besar, yaitu Gunung Prau, Gunung Pakuwaja, dan Gunung Sikunir. Ada banyak kawah yang terpisah-pisah dan danau-danau vulkanik. Boleh di kata, Dieng adalah dataran tinggi dengan kondisi vulkanik aktif. Ketinggian rata-rata di atas 2000 mdpl. Tidak mengherankan jika suhu udara berada di bawah 200 C. Dalam bulan-bulan tertentu, dinginnya suhu udara bisa menciptakan embun beku yang oleh masyarakat sekitar disebut mbun upas atau embun yang beracun.
Dengan demikian, Dieng yang terletak di dua kabupaten ini, Banjarnegara dan Wonosobo, memiliki banyak keunikan dan aneka tempat yang menyajikan panorama indah. Tidak hanya kawah dan danau. Ada juga situs candi. Tidak ketinggalan, panorama alam yang mempesona. Untuk bisa menikmatinya, dibutuhkan beberapa hari tinggal di sana. Jika hanya sehari, tentu kenikmatannya menjadi berkurang.
Setelah menaklukkan jalur selatan menuju Pacitan, saya memutuskan untuk menaklukan puncak Sikunir. Ini menjadi pilihan karena terbatasnya waktu yang saya miliki dan untuk menebus kegagalan saya menikmati golden sunrise pada bulan Mei lalu. Jalur Jogja-Magelang-Temanggung-Wonosobo-Dieng menjadi pilihan saya. Sebenarnya, dari Yogja bisa juga menggunakan jalur Purworejo.
Jalan menanjak, berliku-liku dari kaki bukit hingga puncak memberikan tantangan tersendiri. Sembari menikmati keindahan panorama alam di kanan atau kiri jalan, kita tetap harus waspada karena kondisi jalan yang kadang menanjak atau berbelok secara ekstrem. Sebaiknya menghindari jalan sore atau malam. Hal ini untuk berjaga-jaga saja jika kabut mulai turun, kondisi jalan semakin menantang. Kadang kala, kita akan melewati jalan menanjak tajam dan kanan atau kiri kita jurang menganga. Kabut menjadikan jarak pandang kita berkurang. Tapi, bagi petualang sejati, kondisi jalan ekstrem sering menjadi tantangan tersendiri. Yang terpenting, harus tetap hati-hati.
salah satu sudut jalan yang harus dilewati untuk sampai ke puncak sikunir
Sesampai di Dieng, saya mengambil jalan ke kiri melewati Telaga Warna. Setelah menempuh perjalanan sekitar 8 km, sampailah saya di desa Sembungan. Desa ini merupakan desa tertinggi. Kondisi jalan berbatu yang tertata cukup rapi dan berhimpitan langsung dengan rumah-rumah penduduk menjadikan kita harus berhati-hati.
Tak terasa, sampailah juga saya di Tlaga Cebongan. Inilah tlaga yang terletak di dekat areal parkir bagi para pengunjung yang ingin naik ke puncak Sikunir. Bagi yang biasa berpetualang, bisa mendirikan tenda di tepian telaga atau bahkan di puncaknya. Jika tidak, sebelum telaga ini ada perkampungan yang menyediakan home stay.
Tepat pukul 02.30 pagi. Saya siap mendaki Sikunir yang terletak di desa Sembungan, kecamatan Kejajar dengan perlengkapan lengkap. Hawa dingin menusuk tulang. Jaket tebal yang saya kenakan pun tak cukup mampu menahan dinginnya udara. Dengan ketinggian sekitar 2.263 mdpl, menjadikan udara di Sikunir semakin menipis. Namun semua itu takmenyurutkan langkahku.
Setelah melewati jalan datar di areal perkebunan kentang, baru sadar bahwa saya lupa membawa penerang jalan. Jadilah, cahaya dari hand phone menjadi satu-satunya penerang jalan menuju puncak Sikunir.
Jalan tanah yang basah terguyur hujan semalam menjadi tantangan tersendiri. Jalanan menjadi licin. Untunglah, di beberapa titik jalan yang berat terdapat pagar bambu yang menjadi pengaman sekaligus membantu para pengunjung. Di lokasi menanjak, jalanan dibuat berundak sehingga memudahkan para pengunjung. Meski demikian, para pengunjung tetap harus ekstra hati-hati. Karena saya tidak melulu berjalan, saya menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam.
Lega rasanya ketika puncak yang saya tuju samar-samar terlihat di bawah sinar bintang yang kemerlip di langit. Ada harapan, matahari akan menampakkan diri dengan sempurna di ufuk Timur. Puncak Sikunir memiliki beberapa spot yang biasa digunakan oleh para pengunjung untuk menikmati pesona keindahan sunrise. Setelah sampai di salah satu titiknya, saya beristirahat sebentar. Lalu menyiapkan kamera dan mencoba mengabadikan bintang-bintang yang gemerlap.
menikmati siraman sinar bintang di puncak sikunir
Semakin pagi, semakin banyak pengunjung yang berdatangan. Cahaya dari lampu penerang tampak dari kejauhan. Sebagian besar adalah muda-mudi yang datang secara berkelompok. Celoteh dan keceriaan mereka menjadi pemandangan tersendiri.
Benar saja dugaanku. Cuaca cerah menjadi pertanda kesempurnaan sunrise. Beruntunglah saya bisa menikmati sunrise yang sempurna. Sang mentari terlihat malu-malu di ufuk Timur. Sedikit sayang, kabut yang cukup tebal sedikit menghalangi pandangan berbagai gunung yang ada di kejauhan sana. Hanya Gunung Sindoro akan kelihatan gagah di kejauhan. Kemudian, menyusul Gunung Sumbing. Gunung Gunung Merbabu dan Merapi agak malu-malu menunjukkan keanggunannya karena tertutup kabut.
sang mentari malu-malu menunjukkan dirinya di ufuk timur
Luar biasa, itulah kata yang bisa menggambarkan perasaan ketika melihat sang mentari mulai muncul di kejauhan. Saking gembiranya, saya justru menjadi tontonan. Bagaimana tidak. Dengan bekal kamera yang saya setting timernya, saya berkali-kali melompat untuk mendapatkan hasil yang sesuai keinginan saya. Sementara pengunjung yang lain menikmati pesona sunrise, saya malah heboh sendiri. Tapi, berkat ilmu dari KAMPRET (Kompasianers Hoby Jepret), saya cuek saja. Bahkan, di antara mereka ada yang keracoonan tingkah saya. Mengikuti jejak saya berfoto ria sambil melompat. Bahkan, ada yang permisi meminta ijin menggunakan tempat yang saya gunakan. Lucu juga ya.. hahahhahaa
tit.. tit... tit.... lompat dan jadilah..
Puncak Sikunir memang eksotis. Perjuangan ketika mendaki akan terbayar lunas ketika kita sampai di puncak dan menikmati keindahannya. Dari puncak Sikunir, kita bisa menikmati gunung-gunung yang terlihat jelas dari puncak. Kabut dan awan yang menyelimuti seolah membawa kita terbang ke awan. Sebuah panorama yang teramat sulit untuk dilupakan. Keindahan Sikunir selalu mengundang untuk kembali.
jangan segera meninggalkan puncak sikunir. nikmatilah kue lapis yang indah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H