Lihat ke Halaman Asli

Buku Teman Imajinasiku

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah sejak usia berapa aku mengenal buku, satu yang pasti aku ingat sejak SD selalu beredar dengan sepeda bersama teman keliling komplek dengan harapan menemukan persewaan buku. Pada saat itu harga buku memang tidak semahal sekarang, tetapi meminta buku cerita selain buku pelajaran sekolah sepertinya sangat jauh dari panggangan, alias tak mungkin terwujud. Tak terbayang senangnya  ketika menemukan persewaan buku sederhana di garasi rumah salah satu penghuni kompleks.  Dari garasi ke garasi itulah imajinasiku mulai menyusun kepingan yang menyenangkan.  Dari garasi sederhana atau bahkan lalu lintas pinjam meminjam melalui jendela itulah aku mengenal Smurf si makhluk biru lucu, Tintin dan Snowy yang bertemu Kapten Haddock, Komik Petruk-Gareng yang saat itu dari kertas buram tapi sangat kurindukan. Dari Mickey Mouse sampai Jules Verne. Dari Petruk - Gareng sampai komik Teguh.S yang bercerita tentang Pandawa dan Kurawa.  Bahkan aku mengagumi buku cerita Cinderella yang dilengkapi dengan lukisan sketsa cantik,  hingga ilustrasi Lima Sekawan dalam buku Enyd Blyton dalam judul yang sama dengan sekuel yang berbeda-beda.  Sungguh, buku adalah teman bagiku yang tak pernah membosankan. Dari buku pula ketika SMP aku bersama teman-teman akrabku membuka penyewaan buku-buku di garasi rumah teman yang lebih besar. Buku yang ada adalah sumbangan dari kami-kami para anggota 'pendiri' penyewaan buku kecil-kecilan tersebut. Yang bikin laku ya kami-kami ini.. permen setoples yang sedianya untuk kembalian.. ya habis oleh kami-kami juga.

Ketika aku mulai besar, buku tak pernah lepas dari kehidupanku hanya saja mulai terlengkapi dengan adanya majalah anak-anak seperti Ananda, Bobo dan Hai. Koran dan majalah wanita bahkan aku lahap. Aku ingat, dulu sering mengambil diam-diam bonus novellete dari majalah Kartini maupun Femina milik ibu dan sungguh terlalu juga karena resep makanan dan masakan ikut aku 'culik' dari lembar halaman. Ya, dulu ibu memang termasuk tidak membolehkan aku membaca tulisan-tulisan dari buku dewasa tapi justru membuat rasa penasaran semakin tebal.  Puncak dari keingintahuanku tentang buku apa yang sedang ibu baca, adalah laci lemari yang kebetulan sedang dibersihkan ibu. Di situ aku melihat buku dengan cover yang menarik.  Ilustrasi yang sedang aku gemari, yaitu pakaian dan kostum pada masa abad 18 - 19. Dari kagumku mengamati goresan warna dan bentuk ilustrasi yang lebih mirip lukisan itu mendorong tangan dan pikiranku membuka apa isi buku. Itulah saat di mana aku mulai mengenal Barbara Cartland untuk pertama kalinya dengan 'diam-diam'. Hingga kini aku masih mempunyai beberapa judul dengan ilustrasi yang sampai sekarang juga aku masih menyukainya.  Penulis Bangsawan Inggris yang menyumbang pengentahuan tentang gelar dalam istana kerajaan Inggris untukku.

Masa Kuliah, adalah masa ketika kampus dan pekerjaan menyatu. Profesiku sebagai penyiar membuat kantongku lebih baik kondisinya dibanding mahasiswa biasa. Dari gaji itu pula aku memuaskan nafsu membacaku di tok0-toko buku dari kotaku, Solo sampai ke Shooping Jogjakarta. Bahkan goncangan rel kereta api Pramex tak membuyarkan kalimat-kalimat yang aku serap dari buku yang menemaniku. Masa kuliah pula aku mulai mengenal Pramoedya Ananta Toer. Sosok yang hingga kini sangat, sangat menginspirasi akan kecintaanku pada bangsa. Sosok yang tulisannya pada saat itu tak mudah aku nikmati.  Dari Mbah Pram, aku tahu tentang kebebasan menulis dan menata bahasa dengan lugas tetapi indah. Buku-bukunya pula yang menjadi penghuni paling banyak di lemari bukuku, dan tetap aku angkut ketika menikah dan pindah ke rumah baru. Berharga? Sangat. Buku dan Kaset adalah barang berharga buatku. Terutama buku. Dari buku aku menjadi seperti sekarang. Dari buku aku mempunyai teman yang sangat sejati yang dengan suka cita membawaku bertualang dalam dunia tak terbatas. Dunia imajinasi yang tak berpartisi.

Buku adalah teman imajinasiku. Imajinasi itu kini aku coba tata bagaikan kolase yang berantakan, dan siap tersusun rapi menjadi sebuah cerita. Dari cerita aku mengenal buku, dari buku aku mengenal cerita.

.. Dan dari sebuah cerita bersambung yang berjudul 'Gaun Pengantin Dewangga' dari sebuah majalah wanita yang aku baca ketika masih kelas 6 SD itulah tokohnya kujadikan nama untuk anakku, Rengganis.  Sayang, aku lupa siapa penulis cerita bersambung itu, cerbung yang ilustrasinya juga sangat aku sukai.

Terimakasih Buku, Imajinasi dan Mimpi..

Saung Solo, 06/04/2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline