Orhan Pamuk, pengarang novel fiksi sejarah berjudul "My name is Red", adalah penerima hadiah nobel literatur tahun 2006. Tulisan-tulisannya selalu berlatar belakang tempat kelahirannya: Istambul, Turki. Membaca tulisan Pamuk, "My name is Red", bagaikan melintasi cuplikan sejarah pada jaman kesultanan Ottoman; ketegangan antara Ottoman dengan negara di wilayah Persia, masuknya pengaruh seni timur (Persia, India, Cina) dan barat (Venesia) pada seni Islam di Turki, dan kekaguman para miniaturist (pelukis dekorasi buku) pada seniman persia, Behjad. Salah satu keunikan buku ini adalah pergantian narator pada setiap bab. Setiap bab dinamai dengan nama naratornya, bahkan mayat, anjing, warna, menjadi salah satu dari narator. Menurut Orhan Pamuk, style penulisan seperti ini menghindari subjektifitas dalam tulisan. Ketika membaca awal-awal bab dirasakan sedikit kejanggalan, akan tetapi kemudian berganti menjadi penghayatan jalan cerita yang unik. Cerita dalam novel berfokus pada misteri pembunuhan seorang miniaturist bernama Elegant Effendi. Pembaca seakan diajak untuk ikut berperan sebagai detektif, yang ketika membaca berusaha menebak-nebak siapa gerangan pembunuh Elegant Effendi. Pamuk dengan cerdik memberikan "clue" dalam cara bicara para narator. Akan tetapi, bagaimana pun, siapa sebenarnya pembunuh itu sangat sulit untuk ditebak. Jalan cerita bercampur baur dengan roman cinta pelaku utama, Black, yang sejak lama jatuh cinta pada anak dari pamannya, Eniste, yang bernama Sekure. Sekure, seorang ibu beranak dua, ditinggalkan suaminya untuk tugas militer ke daerah perbatasan Persia. Disini terjadi polemik fikih tentang status dari istri yang ditinggalkan perang oleh suami sekian lama, tanpa ada berita keberadaannya. Orhan Pamuk, walaupun menurutnya tidak pernah mengikuti pendidikan seni, memberikan gambaran detail yang mempesona tentang karya-karya miniaturist yang berpengaruh pada masa Sultan Murat II. Seorang miniaturist bagaikan berada diantara batas tipis keimanan dan kekafiran pada Allah. Di satu sisi dia mengagumi ciptaan Tuhan dengan mempelajari detail-detail dari mahluk yang dilukis, disisi lain dia seakan menjadi pencipta yang melihat lukisan lebih nyata dan lebih indah dari ciptaan Tuhannya. Bagi mereka memandang keindahan lukisan adalah sebuah kenikmatan yang tiada taranya. Seorang master memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengenali karakteristik lukisan, dan dari lukisan itu dia dapat mengetahui "signature" pelukisnya. Bagi para pelukis masa itu, membubuhkan tanda pada lukisannya dianggap sebagai hal yang tabu. Dari pengamatan lukisan yang ditemukan pada mayat Elegant Effendi, terkuaklah pembunuh sadis yang jadi misteri sepanjang cerita novel ini. Penulis novel mengambil nama-nama tokoh dengan sangat unik, misalnya Elegant, Black, Olive, Butterfly, Stork. Nama-nama tokoh sentral bahkan diambil dari keluarganya; Orhan (pengarang), Shevket (kakak pengarang). Bahkan Sekure, wanita cantik yang jadi rebutan, adalah nama dari ibu Orhan Pamuk. Nama Sekure berkorespondensi dengan cerita legenda percintaan Persia, Shirin dan Husrev. Makna dari namanya sama: Shirin berarti manis, dan Sekure berarti gula, begitu pula gambaran karakter dalam ceritanya. Sepertinya pengarang sangat mengagumi ibunya. My name is Red aslinya ditulis dalam bahasa Turki (Benim Adım Kırmızı) dan diterjemah kan dalam banyak bahasa lain. Yang saya baca adalah terjemahan dalam bahasa Inggris. Ternyata sudah ada pula terjemahan bahasa indonesia dari buku ini (Namaku Merah Kirmizi). Buku ini sangat "inspiring". Bagi pengamat dan penggemar seni dan sastra, sifatnya wajib untuk membaca buku ini. Referensi lain: Wawancara Orhan Pamuk di BBC
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H