Lihat ke Halaman Asli

Udin yang Sial, Syarifuddin dan Nazarudin

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus yang menimpa hakim PN Jakarta Pusat, Syarifuddin dan Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhamad Nazarudin membuka mata kita akan situasi umum di negeri ini. Sosok Syarifudin sebagai hakim bisa dianggap sebagai representasi pihak yang memiliki otoritas terpenting dalam sistem peradilan, sementara Nazarudin sebagai bendahara sebuah partai pemenang pemilu menjadi representasi dinamika partai politik yang menjadi pilar penting kehidupan demokrasi bernegara. Situasi pahit ini juga dapat menjadi gambaran penyakit kronis apa yang menimpa bangsa Indonesia.

Sekalipun asas praduga tak bersalah terhadap mereka berdua masih kita kedepankan. Sekalipun mereka berdua dapat kita lihat sebagai oknum, yang tidak serta merta menggambarkan kondisi dua institusi tempat mereka berkiprah tetap saja hal ini membuat syok masyarakat. Bagaimana tidak, pengadilan sebagai pemegang otoritas kebenaran ternyata diisi orang yang tidak bisa dipercaya dan partai politik sebagai tempat rakyat mempercayakan suaranya ternyata penuh dengan kebusukan.

Lalu, kata-kata apa lagi yang bisa menghibur rakyat? Kepedihan yang baru saja ditorehkan Gayus belum lagi terlupakan apalagi sembuh. Pajak yang dikumpulkan dari rakyat yang sesungguhnya adalah amanat untuk dikelola dengan baik ternyata berakhir dengan kisah pengkhianatan. Kepercayaan demi kepercayaan yang diberikan oleh rakyat ternyata bertepuk sebelah tangan. Kekecewaan demi kekecewaan silih berganti harus diterima. Hati siapa yang akan tahan menghadapi fakta pahit bertubi-tubi seperti ini?

Awalnya memang terasa sakit, tapi sepertinya rakyat sudah menjadi terbiasa lagi. Terbiasa dengan kepedihan hidup sebagai bangsa Indonesia. Penuntasan terhadap kasus Syarifudin dan kejelasan persoalan Nazarudin pun tak akan sanggup menghibur hati rakyat. Karena rakyat yakin, Syarifudin itu hanya hakim yang sial karena tertangkap basah sedang disuap. Demikian juga Nazarudin adalah politisi yang sial karena berada pada waktu dan tempat yang salah. Rakyat terlanjur menyimpulkan hakim itu busuk, politisi itu busuk.

Surabaya, 7 Juni 2011




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline