Jakarta memang punya banyak ruang publik yang luas, dengan berbagai fasilitas yang memadai. Sebut saja Taman Monas yang bukan saja luas tetapi dilengkapi berbagai fasilitas untuk aktivitas luar ruangan seperti berolahraga. Tetapi Monas tidak bisa diakses dengan mudah terutama bagi warga Jakarta yang tinggal di pinggiran. Warga yang tinggal di perbatasan Jakarta seperti Cakung, Cipayung, Cengkareng membutuhkan waktu setidaknya 1 jam perjalanan pergi dan 1 jam perjalanan pulang. Kita harus membuat persiapan matang untuk bisa menikmati taman kota.
Di tiap kelurahan juga sudah ada taman publik yang luasnya bisa 1000an m2 yang turut dilengkapi dengan berbagai wahana permainan anak-anak yang sederhana, bangku bahkan jogging track. Tetap saja masalahnya kurang lebih sama. Minimal harus menggunakan sepeda motor untuk menjangkau lokasi, yang akhirnya membuat masalah baru karena perlu tempat luas untuk parkir. Itu sebabnya saya sendiri lihat bahwa taman-taman lokal yang disediakan oleh Kelurahan lebih sering dinikmati oleh warga sekitar, yang bisa menjangkau lokasi dengan berjalan kaki.
Saya akhirnya memahami satu hal tentang masyarakat urban Jakarta. Walaupun sudah terbiasa dengan situasi mobilitas tinggi, warga butuh ruang terbuka yang bisa dijangkau dengan jalan kaki. Kita butuh pendekatan baru dalam memenuhi kebutuhan ruang publik.
Ruang publik langsung di masing-masing wilayah Rukun Tetangga (RT).
Di Jakarta, satu RT dihuni rata-rata 200 orang atau minimal 50 KK. Dengan berjalan kaki, sebuah RT sudah bisa dikelilingi dalam 5-10 menit. Kira-kira demikian luas sebuah RT. 10 – 15 RT menjadi sebuah RW dan sebuah Kelurahan punya rata-rata 10 RW. Angka-angka ini hanya kurang/lebih, tidak mutlak tentu saja.
Akhirnya tidak mudah mendapatkan lahan kosong di kawasan yang sudah penuh sesak oleh penduduk.
Karena terbatas ruang, warga urban malah dapat inspirasi memanfaatkan ruang-ruang sempit secara maksimal. Rumah minimalis, urban farming, vertical agriculture adalah contoh yang bisa disebutkan untuk kreativitas memanfaatkan ruang sempit. Aspek fungsional lah yang dicari. Cara-cara kreatif itulah yang dipakai untuk mendapatkan ruang publik.
Bagaimana mendapatkan lokasi?
Ada sebuah fakta menarik di tingkat RT: setiap tahun, pada saat momen agustusan, setiap RT biasa menggelar berbagai lomba yang membutuhkan ruang. Sesempit-sempitnya lingkungan RT, selalu saja ada ruang yang bisa dipakai. Entah itu gang atau tempat parkiran sebuah kantor/gedung bahkan halaman rumah seorang warga yang luas.
Ruang publik di tingkat RT dibuat hanya untuk mengakomodasi warga se-RT bisa berinteraksi pada saat-saat tertentu. Mengobrol antar sesama warga, anak-anak bermain raket, atau permainan tradisional atau hanya sekedar berlarian atau bermain sepeda, ibu-ibu mempunyai ruang untuk membawa bayinya dengan kereta dorong.
Aktivitas seperti ini hanya membutuhkan ruang antara 200 – 500 m2. Pilihan paling mungkin adalah memanfaatkan jalan raya atau gang yang ada di dalam RT. Jika RT mempunyai jalan/gang selebar 4 meter kita bisa memanfaatkan jalan sepanjang 50 m saja.