Aku sedang berada di sebuah toko buku, ya, tempat kerjaku saat ini. Aku sudah memilih buku yang ku pilih dan hendak ku bayarkan ke kasir, yang waktu itu adalah temanku yang sudah sering berbicara denganku. Saat Beliau hendak melakukan proses pembuatan nota, Beliau melihat ke arah pintu dan berkata, "Maaf aku tinggal dulu."
Beliau lari menuju pintu dan aku tak tahu apa yang Beliau maksud. Aku melirik ke arah pintu dan baru tahu apa maksudnya. Ada seorang Bapak yang berjalan dengan sangat pelan dan kesusahan karena sedang sakit pada kakinya dan saat itu membawa barang. Temanku itu membukakan pintu untuk Bapak itu. Luar biasa.
Aku terpana melihatnya dan petugas kasir yang satunya melayaniku untuk menggantikan temanku tadi. Temanku tadi datang padaku setelah proses pembayaran selesai dan minta maaf padaku, oh tentu tidak ada yang perlu dimaafkan. Menunggu tidak sampai satu menit itu tidak lama kok, apalagi untuk melayani pelanggan yang membutuhkan, indah bukan?
Hari berikutnya, aku sedang bercerita pada temanku saat aku mengantar laporan. Biasanya Beliau masuk shift pagi di mana kantor masih sepi karena jam masuk yang berbeda, ya, karena Beliau masuk lebih awal daripada teman kantor. Tapi saat ini, ada perubahan jam kerja, yaitu Beliau harus masuk sama seperti teman kantor yang lebih siang.
Mengapa Beliau tetap datang seperti jam yang sebelumnya? Bukan lupa, tapi memang disengaja karena kalau berangkat siang, tentu jalan lebih ramai, apalagi, jarak rumah Beliau yang lebih dari sepuluh kilometer.
Lalu aku tanya apa yang dilakukan sampai jam kerja dimulai, Beliau cerita kalau hanya menunggu saja, belum bekerja, yang penting tidak kena macet saja, nanti akan bisa terlambat juga. Menunggu selama kurang lebih dua jam, tambah Beliau. Lebih lama, tapi sungguh indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H