Lihat ke Halaman Asli

Yovita Nurdiana

Purchasing, pembaca mata dan penulis nama seseorang di setiap tulisannya

Itu Janjimu, Bukan Janjiku, Bukan Janji Kita

Diperbarui: 16 Agustus 2024   12:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi orang berjanji (sumber gambar : orami.co.id)

Janji persahabatan seorang anak kecil apakah akan ditepati? Menurutku belum tentu. Adik sepupuku yang masih SD bercerita soal sahabatnya yang masih tetangga dengannya. Adikku rela jalan bersama dari tempat ibadah menuju rumah, dan menolak untuk berboncengan denganku, karena ada sahabatnya itu dan sedari awal jalan bersama. Mereka membuat janji persahabatan dalam suatu kertas.

Mengapa menurutku belum tentu? Berdasar pengalaman saja sih, saat aku diberi janji oleh teman dekatku yang sampai saat ini belum ditepati, sampai sudah lewat tahun. Janji yang pernah diucapkan setelah Ia pindah tempat kerja dan kini mendapat teman baru. Apakah aku sebagai teman dekat lamanya telah dilupakan? Aku nggak pernah minta Ia berjanji, tapi Ia yang berjanji sendiri. Pernah ku ingatkan pun, masih belum terlaksana. Itu janjinya, bukan janjiku, bukan janji kita.

Sebelum Ia pindah tempat kerja pun, sudah nampak jauh dariku, kecuali di saat sedang butuh. Pernah ku ajak jalan bersama saat menghadiri suatu pertemuan di kantor, Ia berkata ingin bersama dengan teman barunya di bagian kerjanya. Padahal dulu kami selalu bersama saat masih satu bagian. Apakah satu tim kerja selalu mengalahkan suatu hubungan dekat?

Pernah juga saat aku bertemu teman dekatnya yang sekarang di suatu tempat, aku membahas tentang kami saat masih satu kantor. Ternyata Ia juga tidak menghubungiku untuk sedikit cerita masalah itu.

Saat ini, teman yang dulu pernah dekat denganku, juga berubah, setelah pindah bagian dan sekarang mendapat beberapa teman baru. Kami sudah jarang komunikasi, kecuali masalah pekerjaan. Padahal aku sudah pernah mengajaknya untuk makan bersama saat ada acara, Ia pun lebih memilih duduk bersama teman lain. Mengapa seperti itu ya? Jika sudah pindah bagian, sebagai teman lama ditinggalkan. Pernah ku panggil Ia saat bertemu di jalan, kadang Ia menjawab, kadang diam.

Saat aku mengajaknya untuk makan bersama di saat aku berulang tahun, Ia pun beralasan, padahal aku sudah tiba di tempat makan itu. Karena aku sudah berjanji, aku membelikan makan itu dengan dibungkus, dan saat Ia ada waktu, Ia mengambilnya. Apakah aku bukan yang pertama lagi ya? Apakah ada yang punya cerita sama denganku? Impianku hanya satu, punya teman dekat. Indahnya jika kita punya sahabat, paling tidak teman dekat, bisa saling tukar cerita, dan menerima kita apa adanya saat suka dan duka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline