Lihat ke Halaman Asli

Yovita Nurdiana

Purchasing, pembaca mata dan penulis nama seseorang di setiap tulisannya

Tulisanku Harimauku?

Diperbarui: 10 Juli 2024   10:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wanita sedang menulis (sumber gambar : amp.suara.com) 

Ada yang bilang mulutmu harimaumu. Tapi yang terjadi padaku adalah tulisanku harimauku. Yang satu menghasilkan hal negatif, yang satu menghasilkan hal positif. Masalah yang pertama adalah aku tak pernah tahu sesuatu jika itu tak pernah diungkapkan. Bagaimana aku bisa tahu isi hati seseorang? 

Bahkan aku kadang salah mengartikan tatapan matanya. Padahal aku membaca mata itu berdasar pengalaman, pelatihan dan buku yang ku baca. Kenapa ya bisa salah? Pandai sekali bukan orang itu? Di saat ditanya diam, di saat tak ditanya juga diam. Nggak papa, mungkin karena sudah sifatnya, atau memang hanya bisa bicara pada orang terdekatnya. Dulu aku juga begitu, tapi seiring berjalannya waktu, aku mencoba dan selalu mencoba dengan berbagai sesuatu. 

Selama ini aku mencoba memberikan apresiasi pada orang yang telah membantu, setidaknya ku sebut namanya pada tulisanku. Ternyata hal itu tak menjadikan orang yang ku sebut itu setuju. Malah menambah masalah besar pada hidupnya. Harusnya aku meminta ijin pada yang punya nama itu. 

Aku pikir Beliau bangga, ternyata aku salah. Aku tahu ini sebuah kesalahan besar dan aku sudah minta maaf. Beliau meminta agar aku tak menyebut namanya lagi dan tak perlu diberi apapun sebagai hadiah atas yang Beliau berikan. Ilmu tulus sudah lama tertanam dalam hatinya. Sungguh luar biasa. Ku temukan satu pahlawan setelah kejadian lalu.

Lalu di kejadian kedua, aku pernah menulis suatu peristiwa, menyesal dengan apa yang aku lakukan. Aku pernah bersalah di suatu pekerjaan dan menuliskan sebuah mimpi lewat tulisan. Karena ada yang bilang jika keinginan harus diucapkan. Selain mengucap, aku juga menuliskan agar ada bukti tertulis yang bisa ku bagikan pada seseorang yang mengerti kisahku itu. 

Selang satu bulan, aku terkejut, orang yang membaca tulisanku membawa kabar gembira, memberi info bahwa keinginanku terkabul. Bahagia sekali. Habis gelap terbit terang. Habis menjadi senjata, tulisan itu bisa menjadi emas permata. Maka aku akan terus menulis kejadian pahit sebagai pembelajaran dan menulis keinginanku agar bisa jadi kenyataan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline