Lihat ke Halaman Asli

Menjadi Perempuan

Diperbarui: 25 Februari 2019   07:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Diciptakan alam pria dan wanita
dua makhluk dalam asuhan dewata
Ditakdirkan bahwa pria berkuasa
adapun wanita lemah lembut manja

Wanita dijajah pria sejak dulu
dijadikan perhiasan sangkar madu
namun ada kala pria tak berdaya
tekuk lutut di sudut kerling wanita

 

Lagu Sabda Alam, Ciptaan Ismail Marzuki ini memiliki gambaran kuat tentang perempuan kala itu. Gambaran tentang perempuan yang hidup di bawah naungan para lelaki. Hal ini dikuatkan dengan hukum penciptaan di mana perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, yang menjadikan perempuan selalu menjadi sosok kedua dari penciptaan. 

Sebagai sosok kedua, perempuan dianggap tidak memiliki hak untuk berperan serta memajukan kehidupan kala itu. Budaya patriarki masih berperan aktif dalam menentukan segala hal. 

Kedudukan, pemikiran serta pendapat perempuan belum mendapatkan tempat dalam masyarakat, perempuan belum dapat bergerak sebagai individu yang bebas untuk mendapatkan hak dan menjalankan kewajibannya sebagai manusia kala itu. Ketimpangan gender menjadi permasalahan besar yang dihadapi oleh perempuan.

Dad Murniah, seorang badan bahasa menuliskan dalam jurnalnya bahwa perempuan atau wanita telah dipagari dengan norma-norma budaya yang membentuk mereka. Contohnya dalam budaya masyarakat Jawa, kata 'wanita' memiliki arti tersendiri yaitu "wani" berarti berani dan "tata" berarti atur. 

Sosok wanita dalam budaya Jawa diartikan sebagai pribadi yang berani diatur oleh laki-laki. Wanita akan dianggap mulia jika melakukan segala sesuatu yang diinginkan oleh pria dalam kata lain wanita harus tunduk kepada laki-laki. Hal ini sepadan dengan yang dituliskan oleh Zoetmulder (1982) dalam "Old Javanese English Dictionary" yang mendeskripsikan wanita sebagai 'sesuatu yang diinginkan oleh pria'. Wanita hanya dianggap sebagai objek laki-laki.

Sebelum modernitas melanda kehidupan saat ini, sebagai objek laki-laki wanita harus memiliki banyak keahlian, khususnya dalam hal mengurus rumah tangga. Sebagai pendamping laki-laki dalam kehidupan rumah tangga, wanita memiliki banyak peran seperti menjaga rumah, mengurus suami,  melahirkan, membesarkan anak, dan memilihara anak. 

Falsafah Jawa mengatakan bahwa tugas perempuan adalah macak, manak, dan masak. Perempuan dalam keluarga harus dapat macak atau berias diri agar selalu terlihat cantik, menarik, dan mempesona. Hal ini dikaitkan dengan perempuan harus selalu terlihat menarik agar dapat menahan laki-lakinya untuk senang dirumah. 

Selain itu, perempuan harus dapat manak atau menghasilkan keturunan serta memelihara dan menjaga keturunannya. Perempuan juga harus dapat memasak atau mengurusi segala hal yang berbau dapur. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline