Lihat ke Halaman Asli

KRL Commuter = Jendela Kehidupan Sebenarnya

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin sebagian besar dari kita pernah bahkan sering memanfaatkan moda transportasi umum masal yang biasa disebut dengan KRL, entah untuk tujuan menuntut ilmu, mengais pundi rupiah, berkunjung ke suatu tempat, dsb. KRL merupakan salah satu moda transportasi umum masal berjenis kereta yang biasanya menghubungkan beberapa lokasi dengan jarak yang tidak terlalu jauh atau berada dalam satu kawasan urban, seperti antar wilayah di kawasan Jabodetabek, dsb. Saya sendiri sebenarnya sangat jarang memanfaatkan moda ini, mungkin karena saya memang bukan commuter yang bekerja di Ibu Kota Jakarta. Pengalaman pertama saya memanfaatkan KRL adalah ketika secara kebetulan saya mendapat disposisi untuk menghadiri suatu rapat di Kota Bogor. Saat itu pilihan moda transportasi umum yang paling murah, cepat, dan efektif adalah KRL commuter, karena hanya dengan harga tiket kurang lebih Rp.7000,- saya sudah dapat memanfaatkan KRL commuter tujuan Jakarta-Bogor yang berfasilitas AC selama kurang lebih satu jam.

Kali pertama naik KRL, saya sudah disuguhi berbagai panorama yang cukup menarik sekaligus memprihatinkan. Di sepanjang perjalanan, tidak jarang saya menyaksikan panorama kawasan permukiman kumuh dari balik jendela KRL. Kawasan permukiman kumuh yang biasanya hanya saya lihat melalui iklan layanan masyarakat di TV atau melalui iklan kampanye suatu parpol, kali ini dapat saya saksikan sendiri secara langsung dari balik jendela KRL yang sedang melaju. Jika digambarkan, mungkin apa yang saya saksikan dari balik jendela KRL di sepanjang perjalanan saat itu, seperti sebuah degradasi tak beraturan dari suatu panorama gedung bertingkat di kawasan pusat Ibu Kota, hingga suatu panorama rumah bilik (atau mungkin biasa disebut 'gubuk') yang berderet di tepi sungai keruh.

Menyaksikan hal tersebut, saya pun langsung teringat kata-kata dari seorang senior di kantor saya "kalau mau lihat cermin kehidupan sesungguhnya di kawasan perkotaan, naik lah kendaraan umum masal seperti KRL, dari situ kita bisa lihat bagaimana perbedaan yang mencolok antara kawasan gedung mewah dengan kawasan permukiman kumuh tepi sungai di sepanjang jalur kereta". Dan ternyata,  apa yang dikatakan oleh senior saya tersebut memang benar. Ketimpangan pembangunan yang ada di sekitar kita masih banyak yang belum merata, apalagi ketimpangan pembangunan di Negeri ini secara keseluruhan ya..hehe..

Ternyata masih banyak 'peer' yang harus diselesaikan oleh Pemerintah kita (semangat ya para Bapak dan Ibu.. :) ). Saran saya, mungkin ada baiknya jika sesekali Pemerintah kita bisa ikut memanfaatkan moda transportasi umum masal, seperti KRL commuter. Hal ini agar mereka dapat menyaksikan sendiri bagaimana jendela kehidupan yang sebenarnya, sehingga kemudian mereka dapat memetakan  skala prioritas dalam penanganan masalah ketimpangan pembangunan yang dihadapi dengan lebih baik lagi.

Itu saja mungkin sedikit catatan harian sekaligus sedikit saran dari saya, semoga bermanfaat. :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline