Ayo Pak Jenderal Listiyo Sigit, Polri Bisa
Harapan Untuk Pak Jenderal Listiyo Dan Masa Depan Polri Yang Presisi
Oleh: Wahyudi Hardianto/ Ketua Umum PW GPII Sumatera Utara
Di tengah hiruk pikuk dan riuh renyah pemberitaan soal dinamika politik Indonesia pasca pandemic covid-19 dan tren ekonomi yang kurang menggairahkan, tahun 2022 ruang publik dikejutkan dengan "tragedy Irrasional" oknum aparatur negara bersergam coklat yang menggerus emosi dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap negara terutama institusi Polri. Tragedi beruntun dimulai dengan peristiwa terbunuhnya anggota kepolisian berpangkat rendah oleh seorang perwira tinggi berpangkat "Bintang Dua" dan komplotannya.
Persitiwa ini dibumbui oleh cerita asmara yang remeh temeh dan publikasi hoax yang menipu seluruh rakyat Indonesia. Tragedi berikutnya adalah tragedy kanjuruhan yang melibatkan Institusi polri dengan senjata gas air matanya. Tragedi ini menghentakkan dunia persepakbolaan bukan hanya di Indonesia, tetapi juga luar negeri. Dilansir dari situs detikJatim, total korban tragedy ini berjumlah 135 orang meninggal dunia.
"Tragedi Irrasional" ketiga yang cukup membuat masyarakat tercabik-cabik emosinya dan membuat institusi polri berada pada titik nadir ketidak percayaan publik adalah tertangkapnya seorang Jenderal Bintang Dua dalam dugaan perkara pengedaran Narkoba. Sungguh benar-benar tragis institusi polri ini, dan kesahajaan Jenderal Listyo Sigit benar-benar diuji dan yang pasti membuat beliau berada pada posisi yang sangat sulit bahkan juga susah makan dan susah tidur akibat peristiwa-peristiwa diatas.
Di tengah situasi sulit diatas, masayarakat perlu untuk diberikan harapan baru (new hope), disamping untuk menimbulkan kembali kepercayaan atas terdegradasinya kepercayaan masyarakat kepada negara khususnya institusi polri, juga untuk menjamin terwujudnya keadilan hukum dan ruang bagi pencari kebanaran dan keadilan hukum yang selama ini dianggap hanya live service bagi masyarakat. Penyematan istilah hukum tajam ketas tumpul kebawah, hukum hanya untuk orang-orang berada, dan istilah "86" bagi kasus-kasus yang bisa diperjual belikan sudah bukan rahasia umum dari sebahagian besar anggota Polri. Dan dalam beberapa hari belakangan, Jenderal Listiyo Sigit dengan gaya kesahajaan dan kesederhanaannya mulai memberikan harapan baru ( new hope) itu.
Berikut beberepa harapan baru yang diberikan Kapolri kepada masyarakat yang perlu untuk terus dikawal dan diawasi oleh masyarakat diantaranya: larangan tilang manual, larangan pungli, larangan setoran bahawan terhadap atasan, larangan bergaya hidup hedon ( mewah) bagi anggota polri.
Beberapa instruksi diatas tentunya belum seberapa dan belum maksimal dalam upaya memperbaiki citra polri dan upaya mewujudkan keadilan hukum bagi masyarakat. Namun, instruksi diatas menjadi awal bagi terwujudnya harahapan baru masyarakat. Maka untuk itu support dan doa dari masyarakat perlu untuk ditimbuhkan dan digelorakan. Karena sesungguhnya support dan doa dari masyarakat adalah modal utama bagi pembenahahan institusi polri disamping faktor utama lainnya adalah merubah mental dan paradigma anggota polri itu sendiri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dibidang hukum yang selama ini seperti "jauh panggang dari api".
Ayo pak Jenderal Listiyo Sigit, Bapak bisa, Bapak kuat. Rakyat akan bersama bapak jika kultur, budaya, dan paradigma anggota Polri mampu mampu berbalik ke arah seperti cita-cita mulia para penggagas dan peletak pondasi polri yang memfungsikan dirinya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dibidang hukum. Bukan sebaliknya, yang selama ini ruang bagi masayarakat untuk mencari keadilan hukum seperti harapan yang tak berujung dan bertepi.