Lihat ke Halaman Asli

Yosua Audric

Mahasiswa

LGBT dari Sudut Pandang Agama-agama Indonesia

Diperbarui: 20 Januari 2021   21:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Perilaku seksual abnormal itu sendiri didasarkan pada orientasi yang tidak normal. Orientasi seksual adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan ketertarikan, romantisme, emosi, dan seks pada laki-laki, perempuan, atau keduanya (Douglas, Markus, 2015). Perilaku seksual abnormal dilakukan oleh sekelompok orang dengan orientasi seksual yang tidak normal atau yang lebih umum dikenal dengan istilah LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender / transgender).

LGBT merupakan istilah yang digunakan sejak tahun 1990-an (Sinyo, 2014) untuk menggantikan frasa “komunitas gay” karena dianggap lebih mewakili kelompok tersebut. Kelompok LGBT terdiri dari kelompok-kelompok berikut: 1) Lesbi: kelompok perempuan yang secara fisik, emosional dan / atau spiritual merasa tertarik pada perempuan lain; 

2) Gay: sekelompok pria yang secara khusus tertarik pada pria lain secara fisik, emosional dan / atau spiritual; 3) Orang biseksual: sekelompok orang yang merasa tertarik secara fisik, emosional dan / atau spiritual kepada lawan jenis dan sesama jenis; 4) Transgender: sekelompok orang yang percaya bahwa identitas gendernya berbeda dengan anatomi gendernya, sehingga memilih / tidak menjalani operasi seksual sesuai dengan identitas gender yang diinginkannya (APA: American Psychological Association, 2015).(Yansyah & Rahayu, 2018)

LGBT sebenarnya bukanlah hal yang baru di negeri ini. Pada tahun 2015, CIA (Central Intelligence Agency) melakukan survey yang dilansir di topikmayalaysia.com menyatakan besarnya populasi LGBT  di negara Indonesia adalah kelima terbesar di dunia setelah Cina, India, Eropa, dan Amerika. Lembaga-lembaga survei independen di dalam maupun luar negeri menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 3%  penduduk LGBT,  hal ini berarti  dari sebanyak 250 juta penduduk lalu 7,5 jutanya adalah LGBT,  atau bisa disederhanakan dari 100 orang yang berkumpul di suatu tempat 3 diantaranya adalah  bagian dari LGBT.

Laporan diskusi dialog komunitas LGBT Nasional Indonesia menyatakan bahwa perilaku seksual dan identitas gender telah dikenal di wilayah nusantara sejak dahulu, identitas homoseksual baru muncul di kota-kota besar pada awal abad XX. Pada akhir tahun 1960 gerakan LGBT mulai berkembang melalui kegiatan pengorganisasian yang dilakukan oleh kelompok wanita transgender, atau waria. Mobilisasi pria gay dan wanita lesbian terjadi pada tahun 1980-an, melalui penggunaan media cetak dan pembentukan kelompok-kelompok kecil di seluruh Indonesia. Mobilisasi ini semakin mendapatkan dorongan dengan maraknya HIV pada tahun 1990-an, termasuk pembentukan berbagai organisasi di lebih banyak lokasi (Santoso, 2016).

Berbagai isu LGBT di Indonesia telah menimbulkan banyak konflik pendapat antara yang pro dan kontra. Mereka yang setuju dengan kelompok-kelompok ini menunjukkan bahwa negara dan masyarakat harus berjuang untuk mencapai prinsip non-diskriminasi antara perempuan transgender laki-laki heteroseksual (heteroseksual) dan kekasih sesama jenis (gay). Pengikut LGBT menunjukkan bahwa orientasi seksual adalah salah satu hak asasi mereka, dan mereka menganggap perwujudan hak asasi manusia sebagai dasar persyaratan mereka.  Setelah peristiwa dramatis tahun 1998 yang membawa perubahan mendasar pada sistem politik dan pemerintahan Indonesia, gerakan LGBT berkembang lebih besar dan luas dengan pengorganisasian yang lebih kuat di tingkat nasional, program yang mendapatkan pendanaan secara formal, serta penggunaan wacana HAM untuk melakukan advokasi perubahan kebijakan di tingkat nasional (Laporan LGBT Nasional Indonesia - Hidup Sebagai LGBT di Asia, 2013) (Zaini, 2017).

Dalam  merespons  maraknya  aktivitas  (gerakan)  komunitas  LGBT  di Indonesia,  secara  umum  dapat  dikelompokkan  kepada  dua  perspektif  yang menjadi titik penting di dalam perdebatan LGBT di Indonesia, yaitu perspektif agama (religius) dan perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Banyak  kajian  yang  dilakukan  oleh  para akademisi  dan  aktivis  HAM  yang  menghasilkan polarisasi  sikap  terhadap  kaum  LGBT.  Banyak pihak yang menolak perilaku seksual menyimpang  tersebut  dan  tidak  sedikit  pula  yang bersedia  menerima. Perbedaan pendapat antara keduanya semakin memanas dan meluas dengan adanya argumentasi-argumentasi yang berperspektif HAM dan    argumentasi yang berperspektif agama.

Pada tulisan kali ini, penulis akan berfokus mengkaji LGBT dalam perspektif agama. Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya (KBBI, 2008). Kata "Agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama (आगम) yang berarti "tradisi". Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin “Religio” dan berakar pada kata kerja “Re-ligare” yang berarti "mengikat kembali".

Sila pertama Pancasila berisi Ketuhanan Yang Maha Esa menyatakan bahwa Indonesia mengakui adanya Tuhan Sang Penguasa Alam, Implementasi nyata dari pengakuan terhadap Tuhan adalah dengan menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya seperti yang termaktub dalam kitab suci dan ajaran agama.

Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengatur bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline