Lihat ke Halaman Asli

Bunga Sang Sahabat- Karya Yossy Hanani

Diperbarui: 5 Juli 2015   16:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bunga Sang Sahabat

Dahulu

Kau bagai bunga yang teramat hijau

Hijaunya engkau

Hingga ku tak melirik engkau

Sedikitpun dan apa pun itu

Dimana pun dan kapan pun

Hingga di suatu senja

Kau pun tersiram mawar

Kini

Kau lah bunga mawara itu

Yang kian hinggaplah seekor kumbang

Kumbang yang membawa putikmu

Tk ia tebarkan sarinya

Berharap melati kan menemanimu

Senja tlah berganti

Tumbuhlah melati di sisimu

Yang kan menemanimu

Dan jadi teman hidupmu

Kumbang, mawar, melati

Akankah selamanya kau ku kenang?

Ku mohon

Tebarkanlah harumku.....

Karya

Yossy Hanani

Di tengah keheningan malam ku berjalan di rerumputan yang begitu hijau. Saat bulan menyinari dengan indahnya, ku lihat bunga mawar yang begitu hijau daunnya meski tanpa sebuah bunga. Hingga di suatu ketika ku pandangi mawar itu, ku lihat kumbang tengah menempel pada sarimu yang kini bunga pun tumbuh pada hijaunya mawar itu. Kumbang menebarkan sarimu pada tempat yang ia hinggapi, hingga tumbuhlah mawar-mawar yang lain. Saat senja hari yang teramat indah dengan bulan yang begitu dekat, ku tengok dikau. Dan ku lihat di sisimu tumbuh sebuah bunga. Yang kian berlainan warnanya denganmu. Ku harap bunga itu kan jadi teman hidupmu yang memberikan warna putih pada merahnya mawarmu. Melalui kumbnag yang membawa perdamaian.

Malam yang sunyi sepi, dini hari yang begitu sejuk ku pun terbangun dari mimpi itu. Ku lihat lingkaran yang menghias pada dinding kamarku, hingga menunjukan angka 03.00. Mata ini pun tak dapat ku pejam kembali.

“ya ampun, ternyata masih larut malam.”pikirku.

“mimpi itu begitu indah! Ku harap aku akan jadi melati yang kan menemani mawar itu. Kesendirian mawar itu membuatku termotivasi akan persahabatan yang di tebarkan dengan sebuah cinta.”

Ku beranjak dari kamar tidur dan ku buka jendela kamarku. Tampak satu titik dari jendela yang menuju sekumpulan mawar dan rerumputan.

Fajar kini telah tiba, langkah kakiku membuatku untuk segera membersihkan badan dan siap untuk hari ini.

Ketika seragam sudah dikenakan dan pelajaran sudah disiapkan, ku jelajahi tangga menuju hidangan pagi.

“wah....! sepertinya hari ini menunya enak nih?”

“jha...ha...ha... Kinar.... Kinar. Setiap pagi itu saja komentar yang kamu ucap. Bisa tidak kamu cari inspirasi untuk masak semua ini?” tanya ayah.

“hm...m...m... “ senyum ibu

“yah..... ayah nih apaan sih? Belum pernah ngerasain makan sepatu rasa sandal yah?”

“heh...! sudah sudah, kalian ini kebiasaan sekali. Sudah ayo sarapan keburu dingin!” perintah ibu.

“huh.. huft...”

Aku pun menarik dan duduk di atas kursi itu. Ku lahap makanan itu untuk bisa bertahan hingga senja nanti. Dentang jam pun menunjukan pukul 06.00

“ayah, ibu! Kinar berangkat sekolah dulu ya ?”

“kinar!!”

“kenapa, Yah?”

“ayah tunggu masakan buatan kamu!”

“ah apaan sih? Tau uh?”

“kinar, ga boleh begitu donk sayang!”

“udah ah, Bu. Kinar berangkat sekarang aja deh.”

“ya sudah, kamu hati-hati di jalan ya?”

“ya, Bu!”

“yah, kinar berangkat ya?”

“hati-hati ya!”

“oh ya Kinar, kamu ga mau berangkat bareng sama ayah?”

“ga ah, Bu. Kinar kan udah gede, masuk OSIS percuma dong!”

“ya, ya, ya.”

Ku cium tangan ayah dan ibu sebelulm berangkat sekolah. Hingga akhirnya langkah ini menghantarkanku hingga gerbang sekolah. Gerbang masih terlihat begitu lebar.

“ku harap dia ga ada!” pikirku dalam hati.

Salah besar! Dia menunggu di gerbang ke dua.

“aduh! Mampus! Duh alasan apa lagi ya? Aduh pusing!”

“pusing kenapa?” tanya seseorang

“eh, Bara?” tanyaku heran

“kamu sakit?”

Aku tidak menjawab, namun hanya ku gelengkan kepala ini. Bara dengan mata menyipit dan posisi mata agak ke bawah, begitu heran melihat tingkahku.

“kamu baik-baik aja kan?”

“eh..e..uh..i..i.. iya... aku baik aja kok!” aku tersenyum padanya.

“udah lah, masuk yuk!” ajaknya

dengan perasaan bingung ku pegang kepalaku dengan ke dua tangan ini. Ku gigit jariku untuk bisa menemukan ide.

“bara, tunggu!”

“kenapa?”

“aku ikut!” pintaku

“kinar, kamu nih kenapa sih?”

Dia usap kepalaku “Oh so sweet” pikirku dalam hati.

“ga ada.”

“t'rus?”

“itu!!!” sambil mengarah ke salah seorang yang buat aku jengkel.

“pak Arjo maksud kamu?”

“iya...”

“udah ga papa, yuk sama aku deh!”

Aku berjalan di sampingnya, ku tundukan kepalaku berharap sesuatu itu takkan terjadi. Bara menggandeng tangan kananku, berjalan memasuki area sekolah.

“selamat pagi, Pak!” sapanya.

“ya selamat pagi!” jawab pak Arjo.

Pak Arjo dengan tampang keheranan mencoba perhatikan seseorang yang digandeng Bara yang tak lain pula adalah aku.

“he...he...he... selamat pagi, Pak!”

“ha ????” senyum kecilku mulai berbinar.

“oh... neng Kinar ya?”

“ya, Pak!”

“ayo neng masuk!”

“trimakasih, Pak! Wah hari ini bapak lagi baik deh, semoga begini seterusnya!”

“yuk, Pak mari!”

“oh ya sama-sama!”

Dengan hati lega ku masuki area sekolah bersama Bara orang yangkini ada di sampingku.

“Bara, makasih ya!”

“ya, sama-sama! Mau aku antar sampai kelas atau...?”belum selesai ngomong aku menyahutnya.

“ehm ga usah,mungkin lain waktu aja ya. Toh kelasku juga ga gitu jauh kan?”

“oh ya udah deh!”jawabnya.

Aku tersenyum manis padanya.

Aku berjalan menuju ruang kelasku, meninggalkan Bara yang maish mengarah matanya padaku. Lama berjalan, pandangan Bara pun hilang seketika.

Kaki kanan menjadi langkah awalku masuki kelas. Ku lihat vas bunga di meja guru kelas ku yang sama berbentuk bunga mawar laksana dalam mimipi ku, seolah menjawab salam yang ku lontarkan tadi dan seketika menyapa ku tuk hilangkan penatnya pagiku.

Ku letakkan tubuh ini pada kursi barisan ke dua depan. Tak lama seorang guru memasuki ruang kelas ku.

“selamat pagi!”

“pagi, Pak!”

“apa tugas hari ini?”

“maaf, Pak. Minggu kemarin bapak tidak memberikan tugas di kelas ini.” Jawab seorang siswa.

“benarkah?”

“betul, Pak!” jawab siswa serentak

“baik, kalau begitu kerjakan soal-soal ini dan kumpulkan hari ini juga!”

“ha? Mampus!!” kagetku (suara pelan)

“kenapa?” Tanya teman sebelahku berbisik.

“oh ga apa-apa.”

“ga biasanya kamu bertingkah aneh seperti ini, biasanya kan kalau tugas matematika demenan kamu banget.”

“iya sih.”

“hmm… kalau bukan karena satpam itu aku jengkel, aku juga ga bakal sampe begini. Huh dasar nyebelin! Kumis aja yang ditebelin bikin nyali orang jadi ciut aja.”

“ya ampun kirain apa? Udah sih masa iya gara-gara satpam aja nyali kamu sampai begini, gimana kalau ngeliat setan coba?”

“huft, mending juga liat setan dari pada ketemu dia tiap hari pula!”

“lah?” ga salah denger ni? Setan kan lebih serem tau daripada dia?”

“begini nih, bego sih lho! Nih ya menurut buku yang say abaca…”

“hmm mulai deh! Ga usah bawa-bawa buku kenapa sih? Kasian tau tiap ngomong bawa buku mulu, berat kan?”

“so what?”

“whatever lah…!”

“eh jangan marah, kamu kaya baru kenal aku aja?”

“ya udah deh, maaf yah?”

“ya ga papa juga sih, nih ya kalau setan itu kan Cuma ngeliat sesaat tapi kalau satpam apalagi kaya dia, tiap hari aku liat. Ga ada panorama lain apa?”

“ha…ha…ha…ha…”

“eh kok ketawa sih? Ada yang lucu?”

“lucu banget malah.”

“huuuh apaan sih ah?”

“kinar!!!” bentak pak Mus.

Siswa bernama lengkap Mahadewi Kinara ini menerima bentakan dari guru mata pelajaran yang ia gemari.

“iya, Pak!” seketika aku terdiam

“sedang apa kamu? Kerjakan soal ini!”

“maaf, Pak.” Riska melempar bolpoint ke bawah kursi.

“saya Cuma mau mengambil bolpoint saya, Pak!” sambil tersenyum ku beranjak tuk mangambil bolpoint itu.

“Kinar, soal ini nanti kamu yang kumpulkan!”

“iya, Pak. Saya segera ke ruangan bapa nanti.”

“huuuh hampir saja. Thank’s ya, Rizka.” Sambungku

“sama-sama, Sahabatku.”

Bel tanda istirahat pun berdering, ruang kantin di penuhi para siswa. Aku berjalan ke Perpustakaan mencari buku untuk mempersiapkan olympiade matematika nanti. Saat melewati jalan belakang sekolah, tak sengaja ku tengok dua orang teman sedang beradu konflik. Konflik yang mungkin begitu tragis untuk ku dengar. Setelah salah satu dari mereka pergi, ku coba mendekatinya perlahan.

“hei, kamu Octa kan?”

“eh? Kenapa, Kinar?”

“maaf bukan maksud aku ikut campur, kenapa dengan si Susi?”

“ga ada apa-apa.”

“dia cewek kamu kan?”

“iya tapi dulu, sekarang udah ga!”

“o..ow kenapa? Ayolah cerita saja, kenapa?”

“dia memang pacarku dulu, tapi sekarang aku tidak lagi sama bersama dia. Bahkan tidak lagi untuk dia.”

“maksud kamu putus?”

“iya.”

“sejak kapan?”

“sejaaaaaak tadi.”

“ya udah lah ga perlu disesali, toh semuanya udahd terjadi kan? Mau apa lagi coba? Ga ada gunanya kan menyesal sekarang? Kamu mungkin sayang bahkan mencintai dia sepenuh hati kamu, tapi apa mungkin dia merasakan hal yang sama seperti yang kamu rasakan sekarang? Sekarang aku Tanya, butuh ga sih cinta buat kamu?”

Hembusan nadasnya terdengar di telingaku. Matanya terfokus pada satu tujuan. Tak lama setelah itu, ia pun membuka bibirnya.

“ya, aku memang butuh cinta. Dan aku ingin ada cewe yang perhatian sama aku,tapi aku sendiri juga bingung kenapa jadi beini?”

“kamu butuh cinta, apa kamu butuh pacar?”

“aku ga tau harus dengan cara apa?”

“kamu masih punya orang tua yang saying sama kamu, kamu juga punya banyak teman yang bisa mengerti kamu dan kamu juga seorang kapten team basket yang bisa leluasa berteman dengan siapa pun. Lalu apa lagi?”

“lalu aku harus bagaimana?”

“untuk menggapainya kamu harus bisa belajar terlebih dahulu. Kata orang, cinta itu harus disebarkan tapi tidak pada satu titik melainkan satu focus yaitu Allah.” Kataku sembari menatap wajahnya.

“perkataanmu buat aku tenang,” ia tersenyum padaku.

“belajarlah dulu tentang teman dan petemanan, kamu akan mengenal lebih dalam tentang persabatan. Jangan sampai persahabatan itu hancur hanya karena perselisihan dan c.i.n.t.a.”

Dia memandang wajahku seketika sembari tersenyum, lamunan mulai terbayang.

Bel pun berbunyi seolah memanggil para siswa untuk segera masuk ke ruang kelas.

“udah bel, kembalilah ke kelas dan lupakan masalah ini. Anggap ini takan pernah ada dalam kehidupan kamu, percaya sama aku.”

“trimakasih, aku akan menemuimu suatu saat.”

Dia berlari meninggalkanku sembari tersenyum lebar padaku. Bayangan dia pun terengah dari hadapanku. Berharap semua kan baik-baik saja.

Dari belakang, aku merasakan adanya getaran seseorang mulai mendekatiku pelan-pelan. Tiba-tiba……

“dooooorrr…!!!”

“aduh…!!!”

“he..he..he…”

“ah Rizka apaan sih? Kebiasaan deh nih anak!”

“kamu kenapa? Masih dipikirin lagi tah? Udah deh lupain!”

“ihh.. sotoii lho….!”

“terus kenapa coba?”

“tadi aku ketemu sama Octa.”

“terus???”

“dia diputusin sama si Susi, belagu banget sih tuh orang.”

“urusannya sama apa?”

“ga ada sih, tapi kan aku kasian sama si Octa. Belum lagi aku kan emang ga pernah suka sama si Susi. Dia emang anaknya sombong!”

“perasaan benci kamu sama orang emang ga pernah berubah. Asal jangan sampai aku kamu benci yaaa…?” candanya

“ga lah…!! Kan kamu sahabat aku, sahabat setia. Untuk hari ini, esok, dan kelak kemudian hari.”

“ha…ha…ha…” tawa kami

Kami pun bergegas masuk ke ruang kelas menerima pengajaran dari para guru tuk bekal kita nanti.

Bel tanda pulang berbunyi, buku-buku dan piranti lainnya mulai ku bereskan. Rizka yang bernama lengkap Marizka Alhilal pulang terlebih dahulu seraya berpamitan padaku.

“aku pulang duluan yaa, Kinar. Esok kita jumpa lagi.”

“ok..! titi DJ.”

“siiiip lah,” senyum saling dilontarkan

Aku melangkahkan kaki pulang ke rumah, di depan gerbang sekolah terlihat Octa dan Rizka sedang berbincang.

“itu kan Octa dan Rizka, mereka bisa akrab gitu ya??” pikirku

Ku coba tuk dekati mereka. “Tak salahkan?”

“Riz, maafin aku ya. Aku bukan sahabat yang baik buat kamu. Kali ini aku sungguh-sungguh minta maaf. Beri aku kesempatan sekali lagi, please..!!”

“dari dulu aku emang udah maafin kamu kok dan aku juga masih menganggap kamu sebagai sahabatku.”

”oh ya…????”

“he…eh..!”

“ehm..ehm.. he..he.. sorry ganggu,” sapaku.

“dan kamu tau ga? Siapa orang yang aku jadikan prinsip dalam persahabatan kita?”

“emang siapa?” Tanya Octa.

“namanya Mahadewi Kinara !!”

“ha??? Aku??” dengan wajah heran spontanitas

“iya kamu. Kita kan sahabat setia..!!” jawab Rizka girang

“oh ya, Kinar. Kamu mau ga jadi sahabat buat aku, yang mau membimbing aku dan memberikan dukungan untukku? Karena ga ada orang yang seperti itu bagiku selain kamu, dan juga kamu Rizka.”

“ehmmm gimana ya? Maaf ya aku ga mau!!”

“ha..????” heranya Rizka

Octa mulai menundukan kepalanya, seolah kekecewaan tengah dating menghampirinya.

“eitzzz, tenang dulu. Maksud aku, ga mau kalau sampai aku nolak tawaran itu. Karena aku juga manusia yang butuh persahabatan.”

Kami pun tertawa penuh keceriaan bersama menjalani jadinya persahabatan ini. Kan ku kenang hari ini untuk selamanya.

“dan mulai sekarang, kita akan jadi Sahabat Setia Selamanya.”

“ha?? Apaan tuh?” Tanya Octa

“Sahabat namaku, Setia namanya Rizka, dan Selamanya adalah milik dari orang yang mempunyai nama Octaviana.”

“kamu bisa aja.”

“ya lah..”

Rizka pun meneteskan air matanya karena hal itu.

“Rizka, kamu kenapa? Tanyaku

“ter..ha..ru..”

“Ooooowwh..”

Aku mendekap dan memeluknya, Octa hanya bisa melihat kami berdua dengan tatapan mata dan senyum manisnya yang penuh dengan binar-binar cinta.

“sahabatku, perlu kalian tau bahwa aku hanya bisa BARNIS karena kalian. Yang akan membawa kita menuju gerbang persahabatan setia selamanya..” hiburku

“he…he… barnis apaan lagi tuh?” Tanya Octa dengan alis agak naik.

“lebar dan manis!!” jawabku dan Rizka penuh ceria.

Kami pun saling memandang penuh tawa bahagia.

“kalau ada sesuatu yang dapat dikabulkan, aku hanya minta satu permintaan di dunia ini.” Ucap Octa

“apa tuh?”Tanya Rizka

“cinta.”

“haaa????” heranku

“cinta seorang sahabat terhadap sahabatnya akan persahabatan.”

“so sweet? Dalem baget sih, aku jadi terharu.”

“huh dasar !!”

Kami pun berjalan pulang ke rumah masing-masing. Kini melati pun benar, selamanya mungkin kan jadi teman mawar dan kumbang begitu pun sebaliknya.

“ya Allah hanya satu pintaku pada-Mu, aku mohon tolong jaga persahabatan kita sampai nant. Hingga akhirnya persahabatan ini akan kami kenang untuk anak cucu kami kelak nanti. Kami doa dan bimbingan-Mu ya Allah.” Pintaku

Akankah persahabatan mereka akan seterusnya terjalin, semoga.

‘sekian dan terima kasih’

‘penulis’

‘Yossy Hanani’

SMK NEGERI 1 KEDAWUNG


IDENTITAS PENULIS

Nama:Yossy Hanani

TTL:Cirebon, 11 April 1994

Agama:Islam

Alamat:Ds. Bunder Karang Anyar

RT / RW : 02 / 06

Kec. Susukan Kab. Cirebon

Pendidikan:SD NEGERI 1 Bunder

SMP NEGERI 1 Susukan

SMK NEGERI 1 Kedawung

Prestasi:

1.juara 1 kelas VII-F, VIII-B, IX-A

2.Juara umum tingkat kelas VIII

3.Juara 1 lomba LCT kelas VII

4.Juara 1 Lomba LCT kelas VIII

5.Juara 3 lomba LCT kelas IX

6.Juara harapan 1 CCQ kelas VII, VIII, & IX

7.LKBB Paskibra

8.Lomba CERPEN tingkat Provinsi

9.LDK OSIS Kelas VIII

10.Olympiade MTK, IPS, SENI SASTRA

11.LCT MATEMATIKA se-wilayah 3

12.Dsb........

Aktivitas:belajar

Hobby:belajar, buat karangan cerpen

Cita-cita:penulis & ”Ahli Keuangan”

No. Hpe:085722347884

E-Mail:yossy_cliquers@rocketmail.com

Kutipan tentang saya :

Anak yang biasa dipanggil yosi, kadang iyos, hana, osi, teteh, dsb adalah anak dari orang tua Surkiyanto dan Hasanah. Yang merupakan anak pertama dari 3 bersaudara.

Yang begitu menggemari olahraga basket sesuai dengan idolanya yaitu Denny Sumargo dari Garuda Flexi Bandung.

Munyukai jenis makanan manis yaitu kue dan permen juga sangat menyukai buah arab. Ada yang tau ga? Buah Kurma kesukaanku.

Anak yang lahir dari pasangan Surkiyanto Hasanah tidak menyukai segala jenis sayuran apa pun bentuknya. He.. he... wajar... namanya juga Non-Vegetarian.

Ada pun warna yang paling disukai adalah ungu, biru dan putih.

Kalau soal minuman ga palah-pilih toh sama aja.

Anak yang paling suka menjunjung tinggi persahabatan ini ternyata punya sahabat yang setia sejati selamanya. Tiga orang yang kian jadi sahabatnya masih dikenang hingga saat ini. Semoga persahabatan ini tetap berlangsung sampai tua nanti yah... amin....

Karakter yang pasti dimiliki antara lain:


  • B a i k
  • Pinter
  • Ramah
  • Cakep
  • Jail
  • alami
  • Ga sombong ah
  • Tapi ga suka kalau liat orang ganjen, apa lagi kecentilan...

Kutipan cukup sekian saja yah...

Maaf kalau kurang berkenan di hati Anda.........................................

INFORMASI LEBIH LANJUT HUBUNGI PIHAK YANG BERSANGKUTAN

a.n

penulis bunga sang sahabat

tambahan.... !!

ucapan terima kasih kepada para guru yang senantiasa membimbing saya untuk dan demi masa depan anak muridnya untuk menggapai cita-cita yang kian masih tertunda. Semoga dapat tercapai, amin....

Bapak, ibu guru,

Kami mohon doa serta dukungan kalian, tanpa kalian kami bukanlah apa-apa....

Semua jasa-jasamu takkan kami lupa, semoga..... !!

Tanda sayang dari Yossy Hanani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline