Lihat ke Halaman Asli

Yossy FabienLeimena

Mahasiswa pencinta tulisan dan hitungan

Anjloknya Perekonomian Afrika Selatan hingga 51%

Diperbarui: 12 September 2020   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Pertumbuhan ekonomi Afrika Selatan semakin anjlok. Produk Domestik Bruto ( PDB ) Afrika Selatan telah minus selama empat kuartal berturut-turut, menempatkan negara itu berada dalam jurang resesi yang panjang.

Penurunan pertumbuhan ekonomi tak lain disebabkan oleh karantina wilayah untuk mengindari penyebaran covid-19 sehingga menghantam ekonomi pada April, Mei, dan Juni. Terbatasnya mobilisasi warga Afrika Selatan telah menempatkan ekonominya ke dalam resesi terpanjang dalam 28 tahun, dengan kontraksi PDB di kuartal II 2020 lebih tajam.

Badan Statistik Afrika Selatan mengumumkan, PDB telah menyusut minus 51 persen secara tahunan ( year on year/yoy ) di kuartal II 2020, menyusul kontraksi minus 1,8 persen dalam tiga bulan pertama ( kuartal I 2020 ).

Angka itu merupakan penurunan PDB paling tajam, setidaknya sejak tahun 1990 dan memperpanjang resesi hingga kuartal IV 2020. Bahkan ini merupakan periode kontraksi kuartalan terpanjang berturut-turut sejak 1992.

Lockdown secara nasional yang dimulai pada 27 Maret 2020 memperdalam kemerosotan ekonomi, yang terjebak dalam siklus penurunan terpanjang setidaknya sejak Perang Dunia II. Saat lockdown, masyarakat diizinkan meninggalkan rumah hanya untuk membeli makanan dan mencari perawatan medis.

Lockdown kemudian dibuka secara bertahap pada 1 Mei 2020. Sayangnya, banyak perusahaan tutup permanen dan memecat pekerjanya selama lockdown terjadi. Susutnya pertumbuhan ekonomi lebih dalam dari perkiraan bank sentral yang sebesar 40,1 persen.

Hal ini meningkatkan kemungkinan bank sentral bakal menurunkan suku bunga acuan keenam kalinya tahun ini. Gubernur Bank Sentral Afrika, Lesetja Kganyago pada bulan lalu mengatakan, rendahnya inflasi yang menuju pada deflasi memberi ruang pada komite kebijakan moneter untuk merespons, jika guncangan ekonomi akibat pandemic ternyata lebih buruk dari perkiraan.

Di lain hal, kontraksi yang berlanjut akan membebani penyerapan pendapatan negara. Kontraksi pun akan membuat pemerintah semakin sulit untuk menstabilkan utang dan mempersempit defisit anggaran.

Kontraksi juga akan mempersulit menurunkan tingkat pengangguran sebesar 30,1 persen, yang dipandang sebagai rintangan utama untuk mengurangi kemiskinan di salah satu negara paling timpang di dunia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline