Lihat ke Halaman Asli

Yossi Zaskia

@yossizm

Trauma Korban Konflik Papua

Diperbarui: 2 Desember 2019   15:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Trauma dan dendam konflik horizontal yang terjadi saat "Wamena Berdarah" pada tahun 2002 menyebabkan masyarakat masih ada yang mengingat kejadian itu. Dimana konflik horizontal antara pendatang dengan pribumi, terjadi pembantaian besar-besaran.

Awal pekan lalu, seperti dilaporkan antara Direktur jenderal perlindungan dan jaminan sosial kementerian sosial Harry Hikmat mengatakan "bantuan yang ada di gudang Wamena sudah terdistribusikan ke pengungsi Nduga" bantuan ini termasuk beras, minyak goreng, pakaian sekolah yang totalnya Rp. 36 Miliar (tirto.id).

Korban pengungsian belum mendapatkan penanganan pelayanan penyembuhan trauma. Para korban juga semakin nelangsa karena mereka tinggal di gubuk-gubuk yang di bangun sendiri. Sementara pengungsian makin memprihatinkan karena pasokan makanan yang semakin menipis. 

Trauma yang di alami para warga lebih dalam di banding, trauma orang-orang yang terkena bencana alam. Mereka yang terdampak bencana alam dalam derajat tertentu akan lebih tegar karena sadar "bencana itu fenomena alam".

 Trauma yang dirasakan warga Papua kemungkinan besar terjadi karena kehilangan rasa aman. Ini penting pula bagi pemerintah untuk menghilangkan sumber rasa tidak aman tersebut. Seharusnya pemerintah tidak hanya memberikan bantuan berupa material, tetapi juga pemerintah seharusnya memberikan bantuan untuk pemulihan trauma.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline