Pesona Wisata Dusun Sumurup, Desa Asinan Bawen
Oleh : Yossie Fadlila Susanti
Setelah sekian waktu tenggelam dalam beberapa kesibukan akhir tahun sebagai seorang guru Paud di Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, akhirnya pagi itu saya bersama suami menyempatkan diri untuk sekedar jalan-santai melepas penat sambil menikmati segarnya udara pagi nan murah meriah di sekitar tempat kami tinggal. Selain murah meriah, tanpa memerlukan beaya atau tiket masuk, tentunya yang kami dapatkan salah satunya adalah sehat, baik jiwa maupun raga. Sehat jiwa dengan bersyukur, tadhabur alam, dengan apa yang telah Tuhan berikan kepada kita, berupa indahnya pemandangan dan udara yang segar. Sehat raga dengan berjalan kaki melakukan sedikit streching untuk meregangkan otot tubuh yang kaku setelah seharian beraktifitas.
Salah satu tujuan favorit kami adalah Dusun Sumurup, Desa Asinan, yang berada di tepi Rawa Pening. Dusun Sumurup terletak di wilayah Kecamatan Bawen, yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Tuntang dan Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Sebagian besar masyarakatnya memanfaatkan Rawa Pening untuk kehidupan sehari-hari. Mulai dari nelayan, petani, pengelola wisata air, pemanfaatan enceng gondok, bahkan pengelola tempat pemancingan dan rumah makan yang terletak di atas Rawa Pening.
Di antara tepian rawa, ada sebuah rel kereta api peninggalan masa kolonial Belanda yang masih terawat hingga kini. Tak jauh dari Dusun Sumurup, ada sebuah stasiun kereta api yang cukup terkenal bahkan sampai mancanegara, yaitu Museum Kereta Api Indonesia, yang dulu bernama Stasiun Willem I, dibangun oleh Nedherlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) pada tahun 1873. Kini, stasiun kereta api tersebut dikelola mejadi Museum Kereta Api Ambarawa. Kereta yang ada di Museum tersebut masih sangat terawat dengan baik.Tak jarang turis dari mancanegara, terutama dari Belanda berkunjung untuk mengenang keluarga mereka yang konon pernah tinggal di kota Ambarawa dengan naik kereta sambil menikmati indahnya pemandangan di sepanjang jalur yang dilalui kereta.
Selain dikenal sebagai Kota Palagan, Ambarawa juga mempunyai peninggalan masa kolonial lain seperti Benteng Willem I yang juga terletak tak jauh dari Museum Kereta Api Ambarawa. Sekarang, sebagian bangunan benteng Willem I yang masih bagus, difungsikan sebagai Lapas atau tempat para tahanan pelaku kejahatan. Sebagian bangunan sudah mulai rusak, namun kesan kokoh, sangar, dan mistis tetap melingkupi kawasan benteng itu. Dulu, ketika jaman maraknya acara-acara TV yang berbau mistis sering menggunakan benteng tersebut sebagai ajang konten TV untuk menarik pemirsa!
Nah, dari sepintas cerita di atas, sudah terbayang menariknya Dusun Sumurup sebagai salah satu destinasi wisata daerah yang patut dibanggakan dan harus dikembangkan bukan? Namun, kali ini fokus cerita kami adalah mengenai pesona sebuah dusun yang bernama Dusun Sumurup. Tentang museum Kereta Api Ambarawa, tentu juga sangat menarik, tak lepas dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan sejarah per-kereta apian Indonesia. Mungkin lain waktu akan saya bagikan pengalaman saya saat mendampingi anak-anak didik saya saat berkunjung di Museum Kereta Api tersebut.
Sengaja saya dan suami, berangkat dari rumah sekira pukul 6 pagi. Selain untuk mendapatkan udara yang masih bersih, juga terhindar dari sinar matahari yang cukup panas menyengat di siang hari. Kami mengenakan setelan olahraga dan sepatu kets, untuk kenyamanan kami saat berjalan menyusuri rel kereta api nanti. Dikarenakan, di sepanjang jalur rel rel, terdapat bebatuan kerikil yang cukup tajam di kanan dan kiri rel. Mungkin kerikil-kerikil itu untuk memperkuat struktur tanah agar tak mudah terkikis oleh air juga bermanfaat agar Hal ini untuk menjaga keamanan jalur rel kereta api, agar tetap kokoh saat dilewati oleh kereta api, yang biasanya melintas di akhir pekan, untuk melayani wisatawan yang ingin menaiki kereta api dari Museum kereta api Ambarawa, menuju ke stasiun Tuntang.
Perjalanan dari rumah menuju ke Dusun Sumurup hanya memakan waktu sekitar 10 menit. Jalanan masih cukup lengang. Dengan motor Mio tua, kami sengaja melajukan motor dengan pelan, sambil menikmati udara pagi dan indahnya pemandangan sawah di sisi kanan jalan. Sejuknya udara, menerpa wajah kami dengan lembut nan segar.
Hari masih pagi, ketika kami sampai di parkiran yang sengaja disiapkan oleh masyarakat bagi para pengunjung. Saat itu pengunjung yang sebagian besar adalah para pemancing belum begitu banyak. Hanya ada beberapa motor dan mobil terparkir di kawasan tersebut. Biasanya, sebelum mulai perjalanan menyusuri tepian rawa dan rel kereta api, kami selalu menyempatkan diri mampir ke sebuah warung pecel sederhana, membeli bekal makanan untuk kami santap sambil beristirahat di atas rel.