Lihat ke Halaman Asli

Jo WgW

Penulis Bebas

Calon Hukum Tua dan Politik Identitas

Diperbarui: 12 Juli 2022   06:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabupaten  Minahasa Selatan dan pemilihan Hukum Tua secara serentak untuk kedua kalinya, oknum-oknum tim sukses dan kolega mulai pasang badan, strategi modal saku dan survei hak suara rakyat menjadi penentu akan siapa yang layak terpilih sebagai Hukum Tua di tiap masing-masing desa, ciri khas perpolitikan tidak lepas dengan visi dan misi demi memikat hati rakyat, segala taktik strategi akan pergerakan mulai dibangun, secara transaksional, pencitraan, opini, isu mulai ditebarkan secara progresif pasif dan aktif,  inilah yang diupayakan demi mendapat jabatan yang sakral di tiap kampung Minahasa Selatan, tentu tidak lepas untuk mencari relasi dan berkonsolidasi dengan kata kasar mengais demi mengemis untuk   memikat hati rakyat  Kampung, supaya dapat mencalonkan diri, bukan rahasia umum lagi, memang telah menjadi hal yang biasa dalam kontestasi politik Hukum Tua di kampung, ketika  akan mendeklarasikan sebagai bakal calon, masyarakat tidak tahu motivasi apa para bakal calon ingin maju sebagai  Hukum Tua, atau karena dana desa miliaran rupiah, atau karena ingin membangun kampung yang bersaing secara inovasi teknologi atau juga supaya lebih transparan dan anti korupsi, yaa... padahal  secara fakta,  ada beberapa hukum Tua sudah masuk penjarah karena tindakan merugikan Negara (korupsi), apakah ada Hukum Tua di desa kalian yang berani membuat perjanjian kampanye tolak korupsi supaya tidak merugikan kepentingan umum.

Di satu sisi masalah politik identitas telah lama berkembang di tengah-tengah masyarakat  berdasarkan golongan Gereja, perspektif ini guna meluncur bebas untuk meraih kekuasaan suatu kelompok dalam pemilihan Hukum Tua, politik identitas masa menyinggung golongan yang paling kuat dan rukun keluarga besar yang berpengaruh di desa, ada juga yang mengarah pada intervensi  kepartaian, golongan Gereja  yang ada di kampung, ironisnya lagi bahkan dijadikan sebagai jembatan agar maju sebagai bakal calon. kejujuran dalam tulisan ini akan mengupas bagaimana gejala  intervensi Gereja demi urusan partai berkaloborasi mempengaruhi nalar akan proses Pilhut. analisa dan spekulatif menjadikan pristiwa dari sebuah pengalaman beberapa orang sebagai kajian.
Kalimat ini sudah tidak asing lagi di dengar,
Dalam masyarakat dalam Sentire politik
Contohnya;
"kalu mo bacalon kumtua Musti  nga'asan dg kuat modal "

"Kalu mo ba calon hukumtua musti ada jabatan dulu di pelayanan Gereja "

"Mayoritas torang pasti menang"
"Kalu mo ba calon musti ba lego di ato pindah Gereja"

Tanpa sadar ini adalah  sebuah eksistensi dimana pengaruh  politik institusi keagamaan sangat dominan mengendalikan  jemaat dan masyarakat, gairah  antusias para bakal calon Hukum Tua sangat tinggi dan pragmatis, dikarenakan tunjangan Hukum Tua dalam proyek tinggi dan perangkat sudah mulai diwacanakan akan dinaikan bahkan untuk bantuan dana bernilai miliaran juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para calon, guna kepentingan bersama.
Jadi pada dasarnya menyangkut tentang taktik merai kekuasaan bakal calon Hukum Tua, tentunya harus melewati prosedur, birokrasi dan demokrasi secara formal, itulah konsesus yang tertuang kedalam  Undang-Undang dan Peraturan pemerintah.

Kemudian  pemilihan Hukum Tua di Minahasa menjadi contoh pusat kajian dan barometer Demokrasi Indonesia, jadi para akademisi budayawan dan sejarahwan Minahasa telah lama mengkaji  dalam riset tentang  budaya Pemilihan Hukum Tua pertama yang berawal pertemuan sembilan suku minahasa di batu pinabetengan untuk mengadakan musyawarah membagi kekuasaan wilayah, ternyata itu adalah proses demokrasi pertama bangsa Minahasa, dan apa yang kita dengar   tentang cerita para walak walak tentang bagaimana awal mula  sistem Pemilihan  hukum besar sampai pada Pengaruh Kolonial  di kampung-kampung tua Minahasa, ternyata itu juga adalah proses panjang lahirnya sejarah budaya kolektif demokrasi, untuk mengemukakan demokrasi, ternyata sudah lama di praktekan terhadap pemilihan Hukum Tua di kampung-kampung tua Minahasa dan tanah malesung ini sudah menjadi cikal bakal budaya politik demokrasi pertama di indonesia.

Secara singkat inilah kesimpulan yang menjadi tujuan mengemukakan pendapat lewat tulisan, dengan hadirnya informasi  dan teknologi, kini membawa dampak yang positif bagi masyarakat desa dalam lini pengetahuan. positifnya adalah tentang akses informasi yang mempermudah masyarakat mengakses situs-situs  positif guna memberi edukasi dan pencerahan yang rasional.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline