Seribu langka berolahraga menyusuri alun-alun Kota Bogor, jalanan terasa leluasa, bersautan suara ayam jantan berkokok begitu keras, suara irama merdu berbagai jenis burung yang memandu arah langka saya, kemudian lalu lalang kendaraan tak begitu banyak terlihat, pada umumnya orang suka berolahraga di kesunyian pagi untuk menyambut terangnya matahari demi mencari kesehatan jasmani, udara pagi memang sehat, karena pohon-pohon raksasa tumbuh subur terpelihara dan tertata rapih sebagai pemandangan yang indah di tenga Kota untuk menetralisir ketersedian O2 dan memberikan cadangan air bagi manusia dan Ibu Kota Jakarta, terlihat sungai yang bersih ramah lingkungan. saya hanya menikmati anugrah millik sang Maha Kuasa, sehingga Dia memberikan pemandangan yang luar biasa akan alam, dengan tetesan keringat yang mendidih meluap keluar dari sekujur pori-pori tubuh saya, dan mulai membasahi sampai ke ujung bulu-bulu rambut sampai ke pakaian saya.
Olahraga pagi saya terasa begitu lama, karena fisik tidak memungkinkan untuk dilanjutkan lagi oleh terik panas matahari sudah agak kesiangan sekitar jam 10, sehingga saya mulai merasakan dehidrasi, sayapun beristirahat menstabilkan fisik dan pernapasan saya.
Kendaraan pribadi roda empat, roda dua, Oplet Mini, kuda bendi dan becak mulai menghiasi dan memadati jalanan besar di lingkaran Istana Presiden, beberapa pelayanan aktivitas publik mulai dibuka, di dekat stasiun kereta api alun-alun Kota Bogor, saya melihat dari jauh dan penasaran dengan bangunan tua yang bertuliskan ejaan orde lama yang bertuliskan"Museum Perjoeangan Bogor" rasa ingin tahu sayapun mencoba menjejaki dan berkunjung bak wisatawan lokal.
Sayapun masuk di gedung tua tersebut, jarak pintu dari loket dekat, kemudian saya disambut oleh penjaga gedung, namanya bapak Beni, biaya pengunjung hanya 15 ribu. Bapak Benk mengatakan kepada saya: " kalau mau melihat-lihat dan mendokumentasi, ada juga peninggalan para pejuang tokoh Sunda Bogor di lantai 2."
Ketika saya berkeliling area museum sembari berdiskusi dengan bapak Beni, bapak Beni memberikan penjelasan soal sejarah latar belakang berdirinya museum tersebut, kata pak Beni: "intinya tempat museum Perjuangan Bogor adalah tempat yang sakral di tanah Sunda...coba lihat beberapa senjata pedang, antik kris Jawa kuno dan pakaian yang robek yang bersimbah dara, itu adalah pakaian Jendral dan Perwira dan tokoh-tokoh masyarakat Bogor yang sengaja di pajang, ada juga sisa amunisi senjata berat buatan Eropa bekas peninggalan sekutu Belanda,Inggris dan jepang," saya merinding melihat koleksi beberapa benda antik dan memang sengaja tidak bisa mengabadikan dan memfoto untuk di show on, tapi yang lainnya saya bisa mendokumentasikannya untuk berbagi kepada pembaca.
Secara khusus saya tertarik melihat dan mengabadikan foto tokoh pahlawan asal Manado almarhum Mayor. Alex Kawilarang, perintis Kopasus ia juga kontroversi pernah menampar Soeharto, beliau juga adalah Pejuang Panglima Permesta yang menuntut otonomi khusus tiap daerah dan menentang PKI. Beliau begitu di hargai jasa-jasa perjuangan di tanah Bogor ketika pernah menjabat sebagai Komandan Divisi Siliwangi.
Inilah yang menjadi bukti bahwa putra Minahasa amat di perhitungan dan dihargai di tanah Bogor yang disimbolkan sebagai Pejuang Bogor oleh karena keberanian dan kejujuran sebagai pimpinan idealis ciri khas tuama Minahasa. Kepribadiannya begitu diterima untuk memperjuangkan hak sipil demi keutuhan tanah air dari melawan penjajahan. maka dari itu Perlawanan dan pergerakan masyarakat Bogor kala itu tidak berbeda jauh dengan perlawanan pejuang daerah-daerah lainnya, ini sebagai romantika sejarah terjaga rapih di Museum tersebut.
TuamaWungowLolombualan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H