Sepuluh bulan lalu, seorang perempuan dari bawah Merapi berbaik hati menjadi ibumu. Mengenyangkan lambung kecilmu dengan kasih sayang Tuhan melalui air susu. Menghentikan tangismu dan tangisku, setelah terpisah semalaman.
Kita memulai hari baru di ruang bayi rumah sakit kota Jogja. Menyusuimu sembari menatap kaca di lantai dua membuatku berteman dengan matahari. Berjemur di sana tidak terlalu buruk untukku. Seorang perawat bahkan menyisir rapi rambutmu. Kelimis. Aku terpesona dan jatuh cinta.
Sayang, lekas sehat ya. Kakak-kakakmu menunggu di rumah. Mereka berkali muncul di layar gawai dan bertanya; kapan adik bayi pulang? Secepatnya, harapku. Kamu pulang setelah empat atau lima hari.
Kita bersama. Menghuni rumah penuh suara. Cinta, tangis, marah, tawa, air mata dan segala emosi. Kamu hadir menyerap habis yang datang. Menjadi manusia.
Kuharap, ingatan ini kelak menghangatkan hatimu saat rapuh. Kakak kesayangan, kakak kesukaan, kakak favorit dan yang tercinta. Kamu punya semua yang dibutuhkan dunia.
Sepuluh bulan, Nak. Mari kita hitung sisanya sampai akhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H