Lihat ke Halaman Asli

Mengantarkan Anak kepada Keterampilan Pemahaman Bacaan

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Halo ibu & bapak guru, para orang tua, pendidik anak,

Apa kabar?

Pada kesempatan berbagi tulisan ini, saya ingin berbagi mengenai kegiatan membaca kepada anak. Berdasarkan pengalaman saat saya menjadi guru membaca dan menulis, saya menemukan bahwa kegiatan membaca dapat menyenangkan juga dapat tidak menyenangkan bagi anak. Oleh karenanya sebagai pendamping anak, kita memiliki tugas untuk membuat atau mencari cara bagaimana agar anak senang dengan kegiatan membaca.

Mungkin, selama memberikan pendampingan kepada anak selama ibu & bapak guru, para orang tua, pendidik anak menemukan mengenai karakter atau ciri khas anak dalam menguasai keterampilan membaca. Sebagai contoh: terdapat anak yang mampu dengan mudah dalam mengenal huruf, namun juga terdapat anak yang membutuhkan waktu hingga pendampingan setelah jam sekolah untuk mengenal huruf dan lain sebagainya. Dalam kesempatan ini, saya ingin berbagi pengetahuan mengenai proses membaca menurut teori otomatisitas.

Teori otomatisitas yang dikemukakan oleh LaBerge dan Samuels (Fuchs, dkk., 2001; Taguchi, dkk., 2006 dalam Kumara, Wulansari, Yosef, 2014) mengemukakan bahwa membaca merupakan proses yang bersifat bottom-up. Artinya: proses membaca diawali dengan pengenalan tampilan huruf yang menyusun kata, kemudian mengeja rangkaian huruf tersebut, dan diikuti dengan pengucapan/penerjemahan rangkaian huruf itu menjadi sebuah kata (phonological coding). Akhir dari rangkaian proses ini adalah identifikasi kata (lexical access) yang pembaca mencoba untuk memahami arti dari kata yang dibacanya. Setelah proses identifikasi dapat dilakukan, pembaca pun dapat memahami kalimat, paragraf, dan seluruh isi teks. Menurut teori ini, guna mencapat taraf pemahaman dalam membaca, maka proses identifikasi huruf dan kata harus dapat dilakukan secara otomatis, tanpa banyak melibatkan upaya mental yang besar, seperti pemusatan perhatian atau konsentrasi.

Berdasarkan ungkapan teori otomatisitas di atas maka apabila guru, orang tua, pendidik anak menemukan anak yang mengalami kesulitan dalam pemahaman paragraf dapat melakukan:

1.Pada tahap roses membaca diawali dengan pengenalan tampilan huruf yang menyusun kata.

a.Guru, orang tua, pendidik anak dapat mengamati apakah anak sudah mengenal bentuk huruf A-Z, a-z, Z-A, z-a? Cara untuk mengetahui pemahaman anak adalah anak diminta untuk menerangkan bahwa huruf A-Z, a-z, Z-A, z-a terdiri dari garis-garis apa sajakah di atas kertas? Sebagai contoh: anak ditanya “Huruf A terdiri dari garis apa sajakah? (Jawaban: garis miring ke kanan apabila kita melihat dari depan (/), garis miring ke kiri apabila kita melihat dari depan (), garis lurus (-) ).“Kemudian anak diminta untuk memberikan jawaban di kertas. Berdasarkan hasil tersebut guru, orang tua, pendidik anak dapat mengamati komposisi garis pada huruf-huruf apa sajakah yang sangat mudah, mudah, sulit, sangat sulit menurut anak untuk digambarkan di kertas.

b.Guru, orang tua, pendidik anak meminta anak untuk menggambarkan bentuk huruf A-Z, a-z, Z-A, z-a. Berdasarkan hasil tersebut guru, orang tua, pendidik anak dapat mengamati huruf-huruf apa sajakah yang sangat mudah, mudah, sulit, sangat sulit menurut anak untuk digambarkan di kertas.

c.Pada tahap mengeja rangkaian huruf tersebut, dan diikuti dengan pengucapan/penerjemahan rangkaian huruf itu menjadi sebuah kata (phonological coding). Setelah anak memiliki keterampilan dalam huruf A-Z, a-z, Z-A, z-a maka guru, orang tua, pendidik anak dapat meminta anak mengucapkan rangkaian huruf setiap kata. Kemudian meminta anak mengucapkan rangkaian huruf menjadi sebuah kata. Sebagai contoh: kata “bagus.” Anak diminta untuk mengucapkan setiap huruf yakni b-a-g-u-s. Kemudian, anak diminta untuk mengucapkan kata “bagus.”

2.Tahap identifikasi kata (lexical access) yang pembaca mencoba untuk memahami arti dari kata yang dibacanya. Guru, orang tua, pendidik anak dapat membimbing anak dengan bertanya “Apa arti kata bagus?” atau “Coba ceritakan bagus itu seperti apa?” Apabila anak merasa kesulitan dengan menerangkan makna kata tersebut maka anak dapat diberi sebuah gambar/benda konkrit/film/ekspresi wajah/media lainnya kemudian anak diberi pertanyaan “Apakah ini bagus?” Setelah itu guru, orang tua, pendidik anak dapat berkata “Jadi, bagus adalah…”

3.Tahap setelah proses identifikasi dapat dilakukan, pembaca pun dapat memahami kalimat, paragraf, dan seluruh isi teks. Ketika anak sudah mengetahui tahap-tahap sebelumnya maka harapannya anak dapat memahami kalimat, paragraf, dan seluruh isi teks dengan baik, cepat dan teliti. Guru, orang tua, pendidik anak dapat memberi bacaan dengan bertahap. Artinya, anak diberi bacaan terdiri dari 2-3 paragraf. Kemudian setelah anak lancar dalam membaca dan memahami paragraf, anak dapat diberi bacaan terdiri dari 4-5 paragraf, setelah anak menguasai paragraf tersebut anak dapat diberi 6-7 paragraf dan selanjutnya.  Saat membaca sebaiknya guru, orang tu, pendidik anak juga dapat mengamati apakah anak mampu menceritakan kembali isi paragraf dengan pengertian yang anak miliki? Apakah anak dapat menjawab pertanyaan singkat mengenai isi paragraf? Apabila anak belum lancar maka latihan dapat diberikan secara rutin dan dapat disertai dengan bacaan bergambar, bacaan dengan menggunakan film dan lain sebagainya.

Keberhasilan beberapa langkah praktis ini tidak lepas dari ungkapan dari Thorndike mengenai law of exercise atau hukum latihan. Law exercise atau hukum latihan adalah jumlah perilaku yang dilatih berdasarkan waktu tertentu maka akan memperkuat perilaku tersebut (Ornstein & Hunkins, 2009). Sebagai contoh: perilaku menyebutkan komposisi garis pada huruf. Semakin sering anak mempelajari komposisi pada huruf  (= jumlah perilaku) harapannya anak akan semakin mengenal komposisi gari pada huruf (= memperkuat perilaku).

Semoga dari beberapa ungkapan langkah praktis di atas, guru, orang tua, pendidik anak dapat membimbing anak dalam membentuk karakter keterampilan membaca anak sesuai dengan kemampuan anak.

Selamat membimbing anak & salam hangat!

Daftar Pustaka:

Kumara, A., Wulansari, A. J., Yosef, G. L. (2014). Perkembangan kemampuan membaca. In Kumara, A. Wulansari, A. J., Rustam, A., Andriana, E., Trunodoyo, E. A., Kurniastuti, I., Sessiani, A. L., Yosef, G.L., Jannah, M. Verannika, S. M., Murtini, Santoso, W. S. Kesulitan berbahasa pada anak: Deteksi dan penanganannya (pp 1-25). Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius.

Ornstein, A. C. Hunkins, F. P. (2009). Curriculum: foundations, principles, and issues (5th ed.). MA: Pearson.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline