Lihat ke Halaman Asli

Bagaimana Menjaga Sistem Keuangan Agar Tetap Stabil

Diperbarui: 4 April 2017   17:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara umum definisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum memiliki pengertian baku yang telah diterima secara internasional. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai SSK yang pada intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil  pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari berbagai sumber:

” Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan.”

” Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.”

” Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.”

Menurut Dr. Agusman menjelaskan bahwa stabilitas sistem keuangan (SSK) ini merupakan prasyarat penting terjaminnya kehidupan ekonomi. Menurutnya, stabilitas ekonomi makro tidak mungkin diperoleh apabila stabilitas sistem keuangannya tidak ada. Manfaat dari stabilitas sistem keuangan diantaranya adalah menjaga kenyamanan para depositor dan investor serta memberikan kesempatan untuk mengembangkan sistem keuangan yang sehat dan transparan, dengan melakukan resourch allocation (alokasi sumber daya manusia).

Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal (internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional.

Definisi menurut para ahli atau pakar ekonomi mungkin bahasanya terbelit-belit bagi masyarakat awam. Tapi menurut hemat saya Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) itu berarti keungan yang stabil, stabil diartikan bisa seperti datar dia tidak menunjukan adanya respon atau sebagainya.

Kemudian bagaiamana bila terjadi ketidakstabilan dalam sistem keuangan?

Secara umum dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan sistem keuangan dapat  mengakibatkan timbulnya beberapa kondisi yang tidak menguntungkan seperti:

·Secara umum dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan sistem keuangan dapat  mengakibatkan timbulnya beberapa kondisi yang tidak menguntungkan seperti:

·Transmisi kebijakan moneter tidak berfungsi secara normal sehingga kebijakan moneter menjadi tidak efektif.

·Fungsi intermediasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya akibat alokasi dana yang tidak tepat sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.

·Ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan yang umumnya akan diikuti dengan perilaku panik para investor untuk menarik dananya sehingga mendorong terjadinya kesulitan likuiditas.

·Sangat tingginya biaya penyelamatan terhadap sistem keuangan apabila terjadi krisis yang bersifat sistemik.

Atas dasar kondisi di atas, upaya untuk menghindari atau mengurangi risiko kemungkinan terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan sangatlah diperlukan, terutama untuk menghindari kerugian yang begitu besar lagi.

Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat forward looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang. Atas dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh risiko berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga mampu melumpuhkan perekonomian.

Asimetari Informasi : Sumber Instabilitas Sistem Keuangan

Telah dipahami bahwa sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian seiring dengan fungsinya untuk menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan  dana  kepada  pihak-pihak  yang  membutuhkan  dana.  Apabila  sistem keuangan  tidak  bekerja  dengan  baik,  maka  perekonomian  menjadi  tidak  efisien  dan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tidak akan tercapai. Salah satu masalah krusial dalam  sistem  keuangan  yang  dapat  menjadi  sumber  instabilitas  keuangan  yakni menyangkut terjadinya asimetri / ketidaksamaan informasi (asymmetric information) 3 yakni suatu situasi dimana satu pihak yang terlibat dalam kesepakatan keuangan tidak memiliki informasi yang akurat dibanding pihak lain. sebagai contoh, peminjam (debitur) biasanya memiliki informasi yang lebih baik keuntungan dan kerugian potensial dari suatu proyek. investasi yang direncanakan dibandingkan dengan pihak pemberi pinjaman  (kreditur). Dengan demikian, kreditur tidak dapat membedakan antara pinjaman yang sehat dan tidak sehat.

Permasalahan asimetri informasi selanjutnya menyebabkan dua permasalahan pokok yakni adverse selection dan moral hazard. Adverse selection merupakan satu bentuk masalah asimetri, informasi yang terjadi sebelum transaksi keuangan dilakukan karena peminjam dengan kualitas yang rendah (memiliki resiko kredit tinggi) biasanya akan mau mencari pinjaman dengan bunga yang sangat tinggi. Dari masalah adverse selection inilah sebagian besar dari pinjamannya biasanya merupakan Kredit bermasalah. Asimetri informasi   ini   juga   menggambarkan   dampak   lanjutan   dari   krisis   finansial  pada perekonomian misalnya dalam kondisi suku bunga naik, mungkin berakibat pada adverse selection sehingga mengakibatkan penurunan penawaran kredit oleh bank. Demikian pula kondisi penurunan nilai agunan yang menyebabkan timbulnya debitur dengan net worth yang rendah. Akhirnya bila terjadi bank runs, bank yang sehat dapat memproteksi dirinya dengan  mencadangkan  lebih  banyak  likuiditas  yang  berakibat  kontraksi  dari  sisi pemberian kreditnya.

Permasalahan pokok yang lain adalah menyangkut moral hazard, yakni yang terjadi sesudah  transaksi  dilakukan  dimana  pemberi  pinjaman  berada  dalam  posisi  yang menerima  resiko  atas  dimana  usaha  yang  dilakukan  peminjam  Moral  hazard  terjadi karena peminjam memperoleh keuntungan untuk mengalihkan proyeknya pada proyek yang beresiko tinggi yang tidak diinginkan oleh pemberi pinjaman yang apabila berhasil dapat  memberikan  keuntungan  yang  besar  dan  apabila  gagal  akan  ditanggung  oleh pemberi pinjaman dalam bentuk tidak kembalinya kredit yang diberikan.

Kerangka dari masalah asimetri informasi ini memegang peranan yang penting bagi institusi  perbankan  dan  lembaga  keuangan  dan  intermediasi  lain  khususnya  yang memberikan kredit. Namun perbankan memiliki kelebihan-kelebihan khusus dibandingkan lembaga intermidasi. Ketika kualitas informasi mengenai debitur buruk, maka masalah asimetri informasi akan mengemuka yang nantinya dapat menjadi sumber ketidakstabilan sistem  keuangan.

Oleh  karena  itu,  dalam  kerangka  kestabilan  sistem  keuangan, keberadaan instrumen hukum diharapkan dapat meminimalisir asimetri informasi yang terjadi dan paling tidak difokuskan pada 3 aspek pengaturan penting yakni:

(i)  Mengatur  semua  transaksi  pemindahan  dana  dari  pihak-pihak/individu-individu       dalam lembaga keuangan;

(ii) Mengatur   perilaku     (behaviour)   individu-individu/pihak-pihak   dalam   lembaga keuangan; serta

(iii) Menyelesaikan konflik yang terjadi diantara pihak -pihak dalam lembaga keuangan secara efisien dan cepat. Dengan pengaturan pada ketiga cakupan aspek hukum tersebut diarahkan agar kestabilan sistem keuangan dapat tercapai.

Stabilitas Sistem Keuangan : Pengertian dan Prasyarat

Secara umum istilahfinancial stability atau stabilitas keuangan telah dikenal banyak oleh pelaku ekonomi terutama pelaku pasar keuangan, namun demikian belum terdapat suatu  kesepakatan  umum  mengenai  apa  yang dimaksud  dengan stabilitas keuangan dimaksud4. Namun, pada prinsipnya, stabilitas keuangan berkaitan dengan  2 elemen,yaitu stabilitas harga dan stabilitas sektor keuangan, yang mencakup lembaga keuangan serta pasar keuangan yang secara keseluruhan mendukung jalannya sistem keuangan. Jika salah satu elemen tersebut terganggu ataupun tidak dapat berfungsi dengan baik, maka  elemen  lainnya  akan  terpengaruh.  Misalnya,  tingkat  inflasi  yang  tinggi  dapat membawa konsekuensi pada kebijakan uang ketat (tight money policy), peningkatan suku bunga, dan peningkatan kredit bermasalah, yang akhirnya memicu kegagalan bank dan lembaga keuangan lainnya dalam sektor keuangan. Sebaliknya, gangguan pada sistem keuangan akan mempengaruhi efektivitas transmisi kebijakan moneter dan tingkat harga secara umum.

Pertanyaannya  adalah  mengapa  stabilitas  keuangan  merupakan  isu  yang  sangat penting?  Stabilitas  keuangan  bukanlah  merupakan  suatu  target  akhir,  namun  lebih kepada suatu persyaratan prakondisi yang penting bagi pertumbuhan perekonomian. Jika lembaga-lembaga  keuangan  dan  pasar  keuangan  yang  berperan  sebagai  mediator keuangan berada dalam kondisi tidak stabil ataupun menghadapi ketidakpastian, maka dapat  dipastikan  aktivitas  perekonomian  akan  sulit  berlangsung  karena  rendahnya aktivitas produksi, konsumsi maupun investasi. Di samping itu, dalam kondisi tingkat inflasi yang tinggi, akan sulit bagi perekonomian suatu negara untuk tetap kompetitif dalam menghadapi persaingan global. Mengingat cakupan sektor keuangan yang cukup luas, maka  tidak  mudah  untuk  mendefinisikan  suatu  gambaran  ideal  stabilitas  keuangan.

Namun,  untuk  mencapai  kondisi  sektor  keuangan  yang  stabil  paling  tidak  diperlukan beberapa prasyarat berikut:

(1) Lembaga Keuangan yang Sehat

Lembaga-Iembaga keuangan yang berkiprah dalam sistem keuangan berada dalam kondisi sehat dan stabil, dalam pengertian bahwa lembaga-lembaga tersebut diyakini dapat  memenuhi  seluruh  kewajibannya  tanpa  dukungan /  bantuan  pihak  luar (eksternal).

Pentingnya kesehatan lembaga keuangan, khususnya perbankan, dalam penciptaan sistem keuangan yang sehat mempunyai beberapa alasan antara lain:

1.  Keunikan karakteristik perbankan yang rentan terhadap serbuan masyarakat yang menarik dana secara besar-besaran (bank runs) sehingga berpotensi merugikan deposan dan kreditur bank;

2.  Penyebaran kerugian diantara bank-bank sangat cepat melalui contagion effect       sehingga berpotensi menimbulkan system problem;

3.  Proses  penyelesaian bank-bank bermasalah membutuhkan dana dalam jumlah       yang  tidak  sedikit.

4.  Hilangnya  kepercayaan  masyarakat  terhadap  perbankan  sebagai  lembaga intermediasi akan menimbulkan tekanan-tekanan dalam sektor keuangan (financial distress);

5.  Ketidakstabilan sektor keuangan akan berdampak pada kondisi makroekonomi,khususnya dikaitkan dengan tidak efektifnya transmisi kebijakan moneter.

(2) Pasar Keuangan yang Stabil

Peran penting dalam sistem keuangan dituntut untuk senantiasa stabil, yaitu sehat, transparan, dan dikelola dengan baik (well managed). Kondisi pasar keuangan yang demikian dapat membangun dengan baik  (well manage), Kondisi pasar keuangan yang demikian dapat membangun keyakinan para pelaku pasar untuk bertransasksi secara  aktif,  mendorong terbentuknya  tingkat  harga  pasar yang wajar, yaitu yang mencerminkan  kekuatan  fundamental,  serta  memungkinkan  para  pelaku  pasar mengukur  dan  mengelola  resiko-resiko  pasar  atas  dasar  informasi-informasi  yang tersedia (full  disclosures).

Sebaliknya  pasar  keuangan  yang  bergejolak  akan berpotensi menimbulkan berbagai dampak spillover; antara lain :

1.  Dapat mempengaruhi stabilitas lembaga-Iembaga keuangan, khususnya lembaga keuangan  yang  memiliki  struktur  pengelolaan  dana  yang  mismatch,  misalnya,  currency dan interest rate mismatch;

2.  Dapat  menyulitkan  Otoritas  dalam  memformulasikan  kebijakan  makroekonomi.Volatilitas harga pasar akan mempengaruhi instrumen moneter yang digunakan dalam  rangka  transmisi  kebijakan  moneter  ke sektor riil, misalnya suku bunga pasar;

3.  Dapat  menimbulkan  beban  jika  otoritas  dituntut  untuk  mengambil  tindakan pemulihan stabilitas. Misalnya, dalam hal terjadi ketidakstabilan pasar valuta asingyang mengakibatkan tekanan pada nilai tukar mata uang lokal, maka kebijakanyang diambil umumnya adalah meningkatkan suku bunga. Kebijakan ini dipastikan berdampak counter productive bagi aktivitas ekonomi.

(3) Lembaga Pengaturan dan Pengawasan yang Kompeten

Lembaga-lembaga  penyangga  yang berwenang melakukan  fungsi pengaturan  dan pengawasan  sektor  keuangan,  moneter  dan  fiskal  mampu  memformulasikan  dan menerapkan kebijakan yang:

1.  Konsisten, integrated, forward looking, dan cost effective;

2.  Dapat mempertahankan tingkat kompetisi yang sehat;

3.  Dapat mendukung inovasi pasar keuangan.

Secara  sederhana  dapat  dikatakan  bahwa  ketidakstabilan  sektor  keuangan  dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas mobilisasi dana yang sangat diperlukan oleh sektor  riil.  Dengan  terhambatnya  aliran  dana  tersebut,  sektor  riil  akan  membatasi bahkan  menghentikan  aktivitas  perekonomian:  Disamping  itu.  kestabilan  sektor keuangan, khususnya pasar keuangan, sangat diperlukan dalam menunjang proses transmisi  kebijakan  moneter.  Beranjak  dari  pentingnya  stabilitas  keuangan  bagi eksistensi lembaga keuangan secara individu maupun pertumbuhan sektor keuangan, moneter dan fiskal secara keseluruhan, maka diperlukan suatu kebijakan publik (public policy)  yang  konsisten,  terintegrasi  dan  tidak  saling  menimbulkan  distorsi.  Untuk mewujudkan pelaksanaan kebijakan tersebut, dibutuhkan adanya kolaborasi afl yang erat antara pihak-pihak yang bertanggungjawab terhadap stabilitas sektor keuangan, moneter, dan fiskal.

Tapi jika kita berfikir sejenak perekonomian Indonesia masih belum stabil jadi untuk kita bisa melebihi garis pembatas kestabilan kita harus menjadi stabil dahulu, tapi bagaimana menjaga sistem keuangan agar tetap stabil ?

Banyak cara untuk menjaga sistem keungan agar tetap stabil antara lain seperti :
• Lakukan ekspor agar menaikan perekonomian
• Penyuluhan tentang keuntungan membuat usaha sendiri dengan memanfaatkan potensi alam. Contohnya ia tinggal di Lombok, Lombok terkenal akan potensi baharinya dan ia berkerja sebagai buruh dari pada ia kerja yang mungkin suatu saat ia akan kena PHK lebih baik ia membuka usaha seperti membuat kerajinan khas dari daerahnya dari situ pula ia bisa merekrut kariyawan dan menjalankan roda perekonomian di daerahnya.
• Penanaman modal
• Dll

Banyak cara yang bisa dilakukan agar menstabilkan sistem keungan di Indonesia agar kita tidak terpuruk lagi seperti pada tahun 1998 dimana saat itu terjadi krisis moneter .

Ada beberapa sebab terjadinya krisis ekonomi tahun 1998 diantaranya adalah sebagai berikut:
• Stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek yang telah menciptakan “ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri dibidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut. Pemerintah sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan terhadap hutang yang dibuat oleh sector swasta Indonesia. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa hutang swasta tersebut benar -benar menjadi masalah yang serius. Antara tahun 1992 sampai dengan bulan Juli 1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta (World Bank, 1998). Mengapa demikian? Karena kreditur asing tentu bersemangat meminjamkan modalnya kepada perusahaan-perusahaan (swasta) di negara yang memiliki inflasi rendah, memiliki surplus anggaran, mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah besar, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, dan menjalankan sistem perdagangan terbuka.
• Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah terutama bagi sistem perbankan dalam negeri Indonesia.
• Faktor utama yang menyebabkan krisis moneter tahun 1998 yaitu faktor politik. Pada tahun 1998 krisis ekonomi bercampur kepanikan politik luar biasa saat rezim Soeharto hendak tumbang. Begitu sulitnya merobohkan bangunan rezim Soeharto sehingga harus disertai pengorbanan besar berupa kekacauan (chaos) yang mengakibatkan pemilik modal dan investor kabur dari Indonesia. Pelarian modal besar-besaran (flight for safety) karena kepanikan politik ini praktis lebih dahsyat daripada pelarian modal yang dipicu oleh pertimbangan ekonomi semata (flight for quality). Karena itu, rupiah merosot amat drastis dari level semula Rp 2.300 per dollar AS (pertengahan 1997) menjadi level terburuk Rp17.000 per dollar AS (Januari 1998). NB: “krisis kepercayaan” yang ternyata menjadi penyebab paling utama dari segala masalah ekonomi yang dihadapi pada waktu itu. Akibat krisis kepercayaan itu, modal yang dibawa lari ke luar tidak kunjung kembali, apalagi modal baru.

Dari pelajaran itu sekarang dalam Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) juga dipegang oleh Bank Indonesia bukan hanya pemerintah agar tidak terulang kejadian krisi moneter lagi. Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:

1. Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut sebagai inflation targeting framework.
2. Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
3. Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
4. Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikatormacroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
5. Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.

Dalam kapasitasnya menjaga stabilitas sistem keuangan (SSK) , tidak seluruh cakupan dalam sistem keuangan berada dalam wewenang Bank Indonesia. Di sisi lain, sebagai sebuah sistem, stabilitas keuangan harus dilakukan secara utuh. Oleh karena itu, dalam menjaga stabilitas sistem keuangan (SSK) secara menyeluruh diperlukan kerangka kerjasama dengan lembaga terkait yaitu pemerintah dan otoritas jasa keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari duplikasi dan gesekan kepentingan dari masing-masing lembaga terkait. Gambaran umum kerangka stabilitas sistem keuangan (SSK) ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Misi dan Tujuan

Penetapan misi dan tujuan dimaksudkan untuk memberikan landasan yang jelas bagi lembaga yang memonitor stabilitas sistem keuangan. Di banyak negara, misi untuk menjaga stabilitas keuangan dilakukan oleh bank sentral (misal: Inggris, Australia, Korea dan Malaysia). Di Indonesia sendiri, tugas ini sudah termasuk dalam tugas pokok Bank Indonesia, yaitu mencapai dan memelihara stabilitas Rupiah melalui stabilitas moneter dan didukung oleh stabilitas keuangan. Jadi dalam prakteknya, fungsi untuk menjaga stabilitas moneter tidak dapat terlepas dari fungsi menjaga stabilitas sistem keuangan.

Strategi

Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan diperlukan strategi monitoring stabilitas sistem keuangan dan solusi bila terjadi krisis. Strategi tersebut mencakup koordinasi dan kerjasama, pemantauan, pencegahan krisis dan manajemen krisis.

1. Koordinasi dan kerjasama Upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, selain dilakukan oleh Bank Indonesia juga oleh instansi terkait lainnya. Jadi berbagai instrumen dalam stabilitas sistem keuangan, tidak hanya ditentukan oleh bank sentral, tetapi juga oleh otoritas lainnya. Untuk pengelolaan informasi dan efektivitas kebijakan dalam stabilisasi sistem keuangan, maka perlu adanya koordinasi antara lembaga tersebut. Hal ini dimaksudkan agar setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas yang terlibat dalam stabilitas sistem keuangan, dapat terhindar dari pertentangan dan dampak negatif. Pengalaman di negara lain menunjukkan bahwa koordinasi sulit terjadi apabila fungsi pengawasan & pengaturan perbankan dipisahkan dari bank sentral. Namun jika pemisahan terpaksa harus dilakukan, maka koordinasi dapat dilakukan melalui pembentukan Forum Stabilitas Sistem Keuangan yang beranggotakan bank sentral (Bank Indonesia), otoritas pengawas sistem keuangan, dan pemerintah yang didukung oleh kekuatan hukum.

2. Pemantauan Pemantauan terhadap stabilitas keuangan penting dilakukan untuk mampu mengukur tekanan risiko yang akan timbul, khususnya gangguan yang bersifat sistemik atau dapat menciptakan krisis. Melalui deteksi dini ini, pencegahan terjadinya instabilitas keuangan yang mematikan perekonomian dapat dilakukan melalui kebijakan bank sentral maupun pemerintah. Pemantauan stabilitas keuangan merupakan tugas bank sentral yang merupakan satu kesatuan dalam menjaga stabilitas keuangan. Ada dua indikator utama yang menjadi target pemantauan, yakni indikator microprudential dan indikator makroekonomi. Kedua indikator tersebut saling melengkapi sebagai aksi dan reaksi dalam sistem keuangan dan ekonomi. Pemantauan indikator microprudential dilakukan terhadap kondisi mikro institusi keuangan dalam sistem keuangan. Melalui pemantauan ini dapat diketahui potensi risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit dan rentabilitas institusi keuangan, yang dimaksudkan untuk mengukur ketahanan sistem keuangan. Pemantauan indikator makroekonomi juga perlu dilakukan terhadap kondisi makroekonomi domestik maupun internasional yang berdampak signifikan terhadap stabilitas keuangan. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, selanjutnya dilakukan analisis guna memprediksi kondisi stabilitas sistem keuangan.

Indikator Pengukuran Stabilitas Sistem Keuangan:

·Indikator Microprudential (Agregat) antara lain kecukupan modal, rasio modal agregat, kualitas aset, - Bagi Kreditur: konsentrasi kredit secara sektoral, pinjaman dalam mata uang asing, pinjaman terhadap  pihak terkait, kredit macet (NPL) dan pencadangannya, -Bagi Debitur: DER (rasio hutang terhadap modal), laba perusahaan, manajemen sistem keuangan yang sehat, pertumbuhan jumlah lembaga keuangan, dan lain-lain, pendapatan dan keuntungan, ROA, ROE, dan rasio beban terhadap pendapatan, likuiditas, kredit bank sentral kepada Lemb.Keu, LDR, struktur jangka waktu aset dan kewajiban, sensitivitas terhadaprisiko pasar, risiko nilai tukar, suku bunga dan harga saham, indikator berbasis pasar, harga pasar instrumen keuangan, peringkat kredit, sovereign yield spread, dan lain-lain.

·Indikator Makroekonomi antara lain pertumbuhan ekonomi, tingkat pertumbuhan agregat, sektor ekonomi yang jatuh, BOP, defisit neraca berjalan, kecukupan cadangan devisa, pinjaman luar negeri (termasuk struktur jangka waktu), Term of trade, komposisi dan jangka waktu aliran modal, inflasi, volatilitas inflasi, suku bunga dan nilai tukar, volatilitas suku bunga dan nilai tukar, tingkat suku bunga domestik, stabilitas nilai tukar yang berkelanjutan, jaminan nilai tukar, efek menular, trade spillover, korelasi pasar keuanga, faktor-faktor lain, investasi dan pemberian pinjaman yang terarah, dana pemerintah pada sistem perbankan, dan hutang jatuh tempo.

3. Pencegahan Krisis Pencegahan krisis dilakukan dengan cara mencegah ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Terdapat berbagai langkah kebijakan untuk mengatasi ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Langkah-langkah tersebut diadopsi dari standar/regulasi yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional, seperti International Monetary fund (IMF), Bank for International Settlement (BIS), maupun asosiasi profesional lainnya.

4. Manajemen krisis Meskipun pendekatan untuk mencegah timbulnya krisis cukup banyak, namun tidak ada jaminan bahwa krisis tidak akan terjadi lagi. Karena potensi terjadinya krisis selalu ada, maka perlu adanya pengelolaan krisis. Manajemen krisis ini berisi prosedur penyelesaian krisis dan kejelasan peran serta tanggung jawab dari masing-masing institusi yang terlibat didalamnya.

Apabila suatu bank dinyatakan dalam kesulitan misalnya, maka diperlukan langkah-langkah di bawah ini yaitu :

• Institusi yang berwenang harus menetapkan apakah bank yang dinyatakan dalam kesulitan itu tergolong sistemik atau tidak.
• Proses penyelamatan harus ditetapkan secara hukum mengingat adanya penggunaan dana publik dalam proses penyelamatan tersebut
• Peran Bank Indonesia, otoritas pengawasan, dan pemerintah harus ditetapkan secara jelas.

Namun untuk mencapai stabilitas sistem keuangan (SSK) itu, ada beberapa tantangan yang dihadapi, yaitu banyaknya waktu yang diperlukan untuk pemulihan krisis global, inflow dalam bentuk portfolio investment menjadikannya easy come dan easy go (tidak stabil), masih dangkalnya pasar keuangan domestik, masih terbatasnya access to finance, dan masih terbatasnya infrastruktur fisik dan hukum.

Sekarang tugas kita sebagai rakyat adalah membantu jalannya roda perekonomian, roda perekonomian bukan di pegang oleh Presiden dan Wakilnya saja ia hanya bertugas untuk mengambil alih kemudi atau yang mengemudikannya. Ibaratnya seperti presiden dan wakilnya sebagai mobil dan kita sebai roda karena tanpa roda mobil tidak bisa jalan. Jika kita menginginkan Indonesia yang lebih layak lagi kita harus meminum pil pahit dahulu agar Indonesia lekas sembuh. Semoga.

Sumber Referensi :

http://www.bi.go.id/

http://www.bi.go.id/id/perbankan/ssk/ikhtisar/definisi/Contents/Default.aspx

http://www.bi.go.id/id/perbankan/ssk/ikhtisar/pentingnya/Contents/Default.aspx

http://muliabahteramiko.wordpress.com/

http://banking.blog.gunadarma.ac.id/

http://news.unpad.ac.id/

https://facebook.com/notes/indonesian-corporate-governance-banking-watch/urgensi-menjaga-stabilitas-sistem-keuangan/130842103637304/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline