Musim 2024-2025 menghadirkan rangkaian cerita rumit di Manchester United. Meski sudah mendatangkan Ruben Amorim menggantikan Erik Ten Hag di pos pelatih, performa tim malah cenderung "konsisten" di level medioker.
Pelatih asal Portugal ini awalnya diharapkan datang sebagai solusi instan perbaikan performa tim. Maklum, ia didatangkan dengan profil sebagai salah satu pelatih berbakat di Eropa, berkat prestasinya di Sporting Lisbon.
Berhubung klub ibukota Portugal itu punya situasi kurang lebih sama dengan Manchester United era kekinian, harapan itu terlihat masuk akal. Pelatih muda dengan taktik gaya modern dan teruji di klub yang kesulitan berprestasi.
Profil ini terdengar menjanjikan. Apalagi, Amorim datang bersama sejumlah staf pelatihnya di Sporting. Prospek ini terlihat makin cerah, karena segera setelah ditinggal pergi sang pelatih, Sporting yang tadinya melaju mulus di liga jadi limbung.
Parahnya, Joao Pereira yang ditunjuk menggantikan Amorim sudah didepak dari kursi pelatih Os Leoes menjelang Natal 2024, karena 4 kali kalah hanya dalam 8 pertandingan.
Dengan profil dan rekam jejak seperti itu, tidak mengejutkan kalau manajemen Manchester United langsung bergerak cepat memboyongnya ke Old Trafford, sekalipun musim kompetisi sedang bergulir. Kebetulan, pelatih kelahiran tahun 1985 ini juga sempat dipantau tim-tim besar Eropa, seperti Liverpool dan Real Madrid.
Masalahnya, sehebat-hebatnya kinerja Amorim sebagai pelatih, ia bukan pesulap yang bisa memperbaiki performa tim dalam sekejap. Malah, skema andalan eks pemain Benfica ini membuat Bruno Fernandes dkk tetap inkonsisten.
Meski punya pola pakem 3-4-3 dan gaya main agresif, ada satu kelemahan lain yang menjelma jadi sasaran empuk, yakni bola-bola silang. Sebelumnya, pertahanan memang sudah jadi titik lemah, dan menjadi semakin ringkih, karena kebobolan dari bola-bola silang seolah jadi satu rutinitas tim di era Amorim.
Salah satu titik nadirnya datang, ketika gawang United kebobolan lewat sepak pojok Son Heung-Min, saat kalah 3-4 dari Tottenham Hotspur, dibajang Carabao Cup. Terlepas dari kejelian bintang Korea Selatan itu, kebobolan langsung dari sepak pojok jelas menunjukkan, seberapa rapuh pertahanan tim.
Kelemahan ini semakin lengkap, karena kiper Tim Setan Merah sama-sama sering salah posisi saat menghadapi situasi bola mati atau umpan silang. Parahnya, selain rapuh di situasi seperti itu, kelemahan warisan era Erik Ten Hag, yakni rawan dijebol serangan balik cepat, juga masih terlihat.