Kopi Robusta merupakan jenis kopi yang paling banyak tumbuh di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (2023) mencatat, pada tahun 2020, Robusta menjadi varietas kopi dengan persentase terbesar, yakni 80%.
Karena jumlahnya yang melimpah, kopi Robusta banyak digunakan sebagai bahan baku kopi kekinian atau kopi kemasan di Indonesia. Dalam keseharian, kopi Robusta juga menjadi jenis kopi yang paling banyak dikonsumsi.
Fenomena inilah yang turut membentuk persepsi "kopi itu punya rasa pahit yang pekat dan kandungan kafein yang kuat", juga "Kopi itu pahit, dan bikin melek." seperti karakter kopi Robusta.
Alhasil, tren konsumsi kopi di Indonesia cenderung berbanding terbalik dengan tren konsumsi kopi global. Dimana, van Noordwijk et.al (2021) mencatat kopi Arabika merupakan jenis kopi yang diproduksi dan dikonsumsi terbanyak secara global, dengan persentase hampir 70%.
Uniknya, meski saat ini punya banyak wilayah produksi yang tersebar di seluruh Indonesia, budidaya kopi Robusta Nusantara ternyata berawal di satu wilayah bernama Amstirdam.
Benar, Anda tidak salah baca.
Nama wilayah ini bukan versi salah ketik dari kota Amsterdam di Belanda.
Amstirdam adalah sebuah akronim yang mengacu pada empat kecamatan di kabupaten Malang bagian selatan, yakni Ampelgading, Sumbermanjing, Tirtoyudo dan Dampit, yang berada di kawasan lereng Gunung Semeru, Jawa Timur.
Kopi Robusta di wilayah ini pertama kali datang pada tahun 1900 sebagai sampel penelitian. Pemerintah kolonial Belanda mendatangkan bibit kopi Robusta asal Kongo (Afrika) dari Brussels (Belgia) ke Malang, melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Ketika itu, Kongo masih menjadi wilayah koloni Belgia, sebelum akhirnya merdeka menjadi Republik Demokratik Kongo, pada tahun 1960.
Bibit kopi Robusta itu sendiri diharapkan dapat menjadi pengganti kopi Liberica yang didatangkan pada tahun 1876 dari Liberia, tapi nyaris ludes dihantam wabah karat daun pada tahun 1890.