Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Pemain Diaspora dan "Strategi Terbalik" PSSI

Diperbarui: 23 Oktober 2024   11:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Skuad timnas Indonesia pada laga melawan China dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia di Stadion Qingdao Youth Football pada Selasa (15/10/2024) malam.(Dok. PSSI)

Bicara soal proses pembinaan pemain dalam sepak bola, biasanya ini adalah satu proses sejak usia muda. Di negara-negara raksasa sepak bola seperti Brasil, Jerman, dan Argentina, pembinaan pemain bahkan sudah dimulai sejak usia muda.

Idealnya, ini adalah satu elemen penting, dengan tim nasional sebagai muaranya. Tapi, ini sudah lama belum berjalan dengan sistem runtut yang baku.

Akibatnya, meski selalu punya talenta lokal menarik di tiap generasi, mereka tidak pernah benar-benar "berbuah" di usia matang, karena berhenti berkembang saat masih jadi bakat mentah.

Terlepas dari masalah cedera, mentalitas "jago kandang" atau perkara disipliner yang biasa muncul, sistem pembinaan pemain muda yang konsisten terlupakan telah menghasilkan tim nasional yang justru cukup sukses membuat publik sepak bola nasional "terlatih patah hati", terutama di level Asia Tenggara.

Ketika masalah ini diidentifikasi PSSI era Erick Thohir, upaya merintis sistem pembinaan pemain muda kembali dihidupkan, dan semakin mendapat angin segar, ketika Presiden Prabowo Subianto merintis Garudayaksa Football Academy, sebagai bagian dari upaya mengejar mimpi membawa Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia.

GFA yang dirintis pada tahun 2023, atau saat sang Presiden masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan menjadi satu dari beberapa upaya membina potensi bakat lokal, selain mengadakan kompetisi usia muda atau mengikuti turnamen usia muda di luar negeri, seperti Piala Danone.

Tapi, pembinaan pemain muda dari bawah, adalah satu hal yang butuh waktu lama untuk berbuah. Untuk mencetak satu generasi pemain yang cukup matang, dibutuhkan waktu 10-15 tahun.

Itu baru satu generasi. Tingkat kesulitannya akan semakin rumit dan butuh waktu lebih lama, jika ingin mencetak superstar atau generasi juara.

(Tribunnews.com)

Brasil saja butuh waktu puluhan tahun untuk menemukan bintang juara Piala Dunia seperti Ronaldo, Ronaldinho, dan Romario, jauh setelah generasi Pele lewat. Argentina juga butuh waktu puluhan tahun, sebelum akhirnya menemukan penerus sejati Diego Maradona dalam diri Lionel Messi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline