Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Startup, Sudah Bermasalah Sejak dalam Pikiran

Diperbarui: 24 Juni 2024   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Kompas.com)

Judul di atas mungkin terdengar agak keras, tapi cukup menggambarkan, bagaimana situasi di balik gonjang-ganjing startup, yang bagaikan film superhero: punya sekuel masalah demi masalah.

Sebagai sebuah bisnis, startup biasanya punya badan hukum (kebanyakan berbentuk PT) layaknya sebuah perusahaan. Masalahnya, startup terlalu sering mengkondisikan diri berada dalam kondisi tidak stabil, sehingga situasinya menjadi serba tidak stabil.

Ketidakstabilan ini muncul, karena startup biasa memposisikan diri sebagai "usaha rintisan". Sekalipun valuasinya sudah menembus angka triliunan rupiah, layaknya sebuah perusahaan bonafide, posisi sebagai "usaha rintisan" membuat mereka tidak melangkah kemana-mana.

Ada progres, tapi lebih banyak penurunan, karena tidak pernah ada rencana berkelanjutan, khususnya soal bagaimana mencatat profit, dan menjaganya tetap konsisten. Profit sendiri pada dasarnya merupakan satu elemen kunci agar sebuah  bisnis bertahan, dan pada tahap lanjut berkembang.

Dalam banyak kasus, khususnya di Indonesia, kebanyakan bisnis startup malah lebih fokus mencari suntikan dana sebanyak mungkin ketimbang profit. Tak heran, ada banyak bisnis startup yang langsung berani melantai di bursa saham.

Dari suntikan ke suntikan, valuasinya memang cenderung naik, tapi tidak dengan kinerja bisnisnya. Profit naik-turun, bahkan minus, sementara harga saham konsisten anjlok sampai menjadi "saham gocap" di lantai bursa.

Pada gilirannya, ketika kenaikan valuasi ini terlalu sering berhadapan dengan kinerja bisnis yang memble, terjadilah fenomena "ledakan gelembung" seperti terjadi di sejumlah startup Indonesia, pada masa pandemi.

Alhasil, startup yang terlihat sangat besar di awal, ternyata hanya sebuah unit bisnis yang tak pernah "dewasa", tapi terlalu dibesar-besarkan. Terbukti, dari waktu ke waktu, setiap kali ada masalah finansial, PHK atau restrukturisasi karyawan besar-besaran biasa jadi solusi paling umum.

Akibat ketidakdewasaan ini juga, masih banyak petinggi startup yang bergaya hidup seperti tidak terjadi apa-apa, justru di saat para karyawan sedang ketar-ketir, karena PHK bisa datang kapan saja.

Padahal, di perusahaan yang sudah "dewasa" sekalipun, PHK atau restrukturisasi karyawan besar-besaran biasanya menjadi solusi terakhir yang bisa dilakukan, bukan sebaliknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline