Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Chelsea, Sebuah Kekacauan Sistematis

Diperbarui: 23 Mei 2024   22:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mauricio Pochettino dan Todd Boehly (Goal.com)

Bicara soal Chelsea pasca era Roman Abramovich, rasanya tak jauh dari kata kacau. Pada titik tertentu, kekacauan itu malah terlihat seperti satu situasi yang berjalan secara sistematis.

Sejak diambil alih Todd Boehly dan kolega, kekacauan itu terlihat di bursa transfer. Begitu juga dengan dinamika di posisi pelatih.

Di bursa transfer, The Blues secara ugal-ugalan menggelontorkan dana lebih dari satu miliar pounds dalam dua tahun terakhir, dengan dua kali memecahkan rekor transfer pemain termahal Liga Inggris, kala memboyong Enzo Fernandez (Argentina) dan Moises Caicedo (Ekuador).

Dari profil pemain yang didatangkan, rata-rata dari mereka berusia di bawah 23 tahun. Ada juga yang baru akan bergabung di usia 18 tahun, seperti Kendry Paez (Ekuador). Tanpa ragu, manajemen Chelsea juga memborong tiga pemain muda Brasil, yakni Andrey Santos, Angelo Gabriel dan Deivid Washington.

Koleksi talenta muda di Stamford Bridge berpeluang bertambah di musim panas 2024. Penyebabnya, Chelsea sudah tinggal meresmikan transfer Estevao Willian (Brasil) dari Palmeiras, dengan total ongkos transfer mencapai 55 juta pounds.

Dengan datangnya sederet pemain muda potensial dan perginya sejumlah pemain senior, termasuk Thiago Silva di musim panas 2024, tim dari kota London ini tampak seperti sebuah tim yang dibentuk dengan gaya belanja ala game Football Manager: penuh talenta muda berbakat, dan selalu memprioritaskan transfer talenta muda terbaik, berapapun harganya.

Di dunia game, strategi ini biasa mendatangkan prestasi, karena tim yang dibangun bisa berkembang, baik secara prestasi maupun kinerja finansial. Tapi, di dunia nyata, strategi ini malah lebih banyak menciptakan kekacauan.

Terbukti, sejak Boehly dan kolega berkuasa di Chelsea, tim yang tadinya bersaing di papan atas turun kelas. Komposisi tim yang terdiri dari banyak pemain, ditambah aneka masalah cedera, berdampak negatif pada performa tim.

Pelatih pun dibuat kewalahan, karena komposisi tim yang "gemuk" akan membuatnya harus bekerja keras, untuk menemukan formula terbaik. Jika gagal ditemukan, jangan harap performa tim akan sesuai harapan.

Sebenarnya, masalah ini sudah terekspos di musim 2022-2023, saat Graham Potter gagal total di periode singkatnya. Masalah serupa juga muncul, di paruh pertama musim 2023-2024 bersama Mauricio Pochettino.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline