Di era kekinian, gula aren menjadi satu bahan pemanis alami, yang belakangan cukup populer. Hasil olahan sari Pohon Aren (Arenga pinnata) ini dikenal sebagai "bagian penting" kopi susu gula aren, alias kopi kekinian.
Gula berwarna coklat gelap ini bertekstur padat tapi cenderung lunak, sehingga lebih mudah larut dan dihaluskan. Karakter ini "agak laen" jika dibandingkan dengan gula merah, yang cenderung bertekstur keras dan padat
Uniknya, dibalik sisi "penurut" ini, gula aren punya karakter rasa manis, lengkap dengan "hint" rasa gurih dan aroma khas gula aren yang kuat, sehingga cocok dijadikan campuran minuman seperti kopi, es cendol, dawet dan boba.
Dalam hal manfaat bagi kesehatan, gula eksotis ini mengandung karbohidrat, vitamin, kalori, dan mineral, yang membuat kandungan nutrisinya lebih tinggi dari jenis gula lain (Asghar MT et.al, 2021).
Dengan kandungan glukosa lebih rendah dari gula pasir atau madu, gula aren dapat membantu menjaga kadar gula darah tetap stabil. Gula aren juga dapat mencegah anemia, dan menangkal radikal bebas, berkat kandungan antioksidan tinggi yang dimilikinya. Berkat kandungan karbohidrat dan kalorinya yang cukup tinggi, gula aren juga dapat diandalkan sebagai alternatif sumber tambahan energi (Hebbar et al. dalam Asghar MT et.al, 2021). Dengan kata lain, tak ada nasi, gula aren pun jadi.
Untuk kategori gula, kandungan nutrisi gula aren terbilang tinggi dan lebih sehat, selama diproses dengan benar, karena proses pengolahan gula aren pada dasarnya dilakukan secara organik. Berkat proses pengolahan ini jugalah, gula aren cenderung tahan lama (Asghar MT et.al, 2021) .
Masalahnya, seiring kebutuhan pasar yang meningkat dan harga bahan baku yang tinggi, beberapa oknum produsen nakal terkadang menyiasatinya dengan cara "mengoplos" gula aren dengan gula pasir dan air, juga singkong dan parutan kelapa. Akibatnya, muncul produk gula aren "tiruan" yang tidak tahan lama, dan punya tekstur seperti butiran pasir di dalamnya (Sumarni. W, 2016). Jika sudah melewati batas waktu daya tahan (sekitar 1-2 minggu atau kurang), gula aren "gadungan" ini akan berjamur atau berbau agak tengik.
Dari segi rasa, gula aren "KW" ini biasa meninggalkan sensasi rasa "terlalu manis" di mulut dan tenggorokan, akibat kandungan gula pasir yang tercampur di dalamnya. Inilah satu bahaya laten gula aren "palsu", yang membuat kopi kekinian belakangan banyak disebut berpotensi meningkatkan risiko obesitas dan diabetes.
Jadi, wajar kalau rasa produk hasil olahan gula aren "KW" ini biasanya cenderung kurang konsisten, dengan hanya menciptakan rasa "enak" pada 1-2 gigitan awal. Setelah itu, semakin banyak dikonsumsi, semakin banyak rasa "enek" atau mual yang membuatnya kurang bisa dinikmati.
Dengan tingginya peredaran gula aren "oplosan" dan dominasi kopi kekinian di pasar kuliner Indonesia, agak sulit menemukan alternatif produk olahan gula aren murni, yang aman dikonsumsi dan punya kualitas rasa konsisten di setiap gigitan.