Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Studi Lanjut, antara Penting dan Tidak Penting

Diperbarui: 18 Januari 2024   02:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Kompas.com)

Judul di atas mungkin terdengar sarkastik, tapi menjadi relevan dengan keadaan saat ini, khususnya di Indonesia. Seperti diketahui, rasio lulusan jumlah lulusan S2 S3 di Indonesia terhadap penduduk usia produktif masih berada di angka 0,45 persen, alias belum sampai setengah persen.

Dengan besaran angka seperti ini, jelas ada yang perlu dilihat lagi, khususnya terkait bagaimana kondisi di lapangan. Pada prosesnya, minat studi lanjut yang rendah sudah diawali dari "seleksi alam" yang sudah lebih dulu terjadi di jenjang sarjana.

Seleksi alam ini terlihat dari adanya mahasiswa yang putus kuliah tiap tahun. Ada yang "selesai" di semester awal, dan ada juga yang memutuskan keluar, setelah menjalani proses belajar lebih lama.

Ada banyak faktor yang menentukan di sini, dan setiap individu biasanya punya situasi dan pertimbangan masing-masing, termasuk faktor yang bersifat darurat atau mendesak.

Dengan adanya "seleksi alam" ini, tidak mengejutkan kalau jumlah mahasiswa yang lulus menjadi sarjana tidak sebanyak jumlah mahasiswa baru yang masuk.

Jumlah ini akan semakin berkurang, ketika para sarjana ini mengambil keputusan masing-masing. Ada yang bekerja, ada yang menikah, tapi hanya sedikit yang memilih langsung studi lanjut ke tingkat magister.

Pada prosesnya, mereka yang mengambil studi lanjut pun masih akan "disaring" lagi oleh seleksi alam, dengan tidak semua peserta didik tamat dan lulus karena berbagai faktor. Jumlah ini akan semakin berkurang lagi saat naik ke level doktor.

Jadi, tidak mengejutkan kalau angka persentase lulusan S2 dan S3 di Indonesia masih rendah. Diluar proses seleksi alam yang panjang dan bertingkat itu, faktor urgensi dan kejelasan nasib pascastudi juga menentukan.

Studi lanjut bisa menjadi sangat penting, jika menentukan jenjang karier, standar gaji atau promosi jabatan. Kalau situasinya serba jelas seperti ini, fokus belajar akan lebih maksimal.

Apalagi, kalau biaya hidup dan studi disokong sepenuhnya dari beasiswa, baik itu dari tempat kerja atau LPDP. Kurang nikmat apalagi?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline