Lihat ke Halaman Asli

Yose Revela

TERVERIFIKASI

Freelance

Proyek ESL dan Logika Aneh Barca-Madrid

Diperbarui: 23 Desember 2023   02:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Goal.com)

Setelah melalui proses selama kurang lebih dua tahun, pada Kamis (21/12) lalu, Pengadilan Uni Eropa menyatakan, pelarangan proyek kompetisi Liga Super Eropa (ESL) oleh FIFA dan UEFA bertentangan dengan hukum anti-monopoli Uni Eropa.

Meski tak mengharuskan proyek ESL disetujui, putusan pengadilan ini menjadi angin segar buat Real Madrid dan Barcelona. Dua raksasa Spanyol ini menjadi dua klub pendiri ESL yang masih tersisa.

Sebelumnya, proyek ESL sempat hadir pada tahun 2021, dengan melibatkan sejumlah klub top Eropa. Mereka terdiri dari enam tim terkenal dari Liga Inggris (Arsenal, Chelsea, Liverpool, Manchester City, Manchester United, dan Tottenham Hotspur), tiga tim raksasa Liga Spanyol (Real Madrid, Barcelona dan Atletico Madrid), dan tiga tim jagoan Liga Italia (AC Milan, Inter Milan dan Juventus).

Tapi, gelombang protes suporter membuat sebagian besar klub mundur. Belakangan, Juventus juga mundur pada tahun 2023, karena terancam sanksi UEFA dan pergantian manajemen, imbas skandal "Plusvalenza".

Dengan demikian, hanya Real Madrid dan Barcelona saja yang masih bertahan. Keputusan yang pada akhirnya menghasilkan babak baru dalam drama proyek ambisius ESL.

Disebut demikian, karena seiring munculnya keputusan dari pengadilan Uni Eropa, ESL langsung mencanangkan ide format baru kompetisi, dengan melibatkan 64 tim pria, yang akan dibagi dalam tiga divisi, dan 32 tim wanita.

Meski menawarkan meritokrasi, transparansi dan akses siaran gratis, ESL adalah satu wujud logika ngawur Real dan Barca, karena alih-alih mendorong pemerataan distribusi pendapatan hak siar dan sponsor klub di Spanyol, mereka justru langsung berusaha mengubah tatanan sepak bola di Eropa, dengan hanya melibatkan klub-klub besar.

Dalam beberapa tahun terakhir, liga-liga di Eropa daratan memang agak tertinggal dari Liga Inggris, terutama dalam hal pemerataan distribusi pendapatan, karena nilainya makin lama makin besar, dan setiap tim peserta mendapat hak setara.

Tak cukup sampai disitu, klub-klub yang terdegradasi juga masih mendapat "Parachute Payment" untuk menjaga agar kondisi keuangan klub yang turun kasta tidak langsung kolaps. Jadi, tim bisa tetap kompetitif, tanpa perlu merelakan pemain bintang mereka pergi secara serempak.

Fenomena ini agak berbeda dengan klub-klub di liga-liga Eropa daratan, yang biasanya langsung cuci gudang begitu terdegradasi, karena tak ada subsidi seperti di Liga Inggris dan kue pendapatan yang banyak dikuasai tim-tim besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline