Sepak bola era kekinian menghadirkan banyak hal baru, sebagai buah dari satu fenomena modernisasi di berbagai bidang, termasuk olahraga. Salah satu hasilnya, muncul inovasi dalam pencarian dan pengembangan bakat pemain muda, seperti yang terjadi di klub RB Salzburg.
Sejak diakuisisi Red Bull pada tahun 2005, klub yang awalnya bernama SV Austria Salzburg ini berkembang menjadi tim kuat di Austria.
Terbukti, sejak tahun 2006, tim yang bermarkas di kota asal Wolfgang Amadeus Mozart (musikus klasik dunia) ini mampu memenangkan 14 dari 17 edisi terakhir Bundesliga Austria.
Pada awalnya, Si Banteng Merah mendatangkan pelatih berpengalaman seperti Giovanni Trappattoni (Italia) dan Co Adriaanse (Belanda).
Langkah ini menjadi awal dibangunnya "dinasti" RB Salzburg di Austria, karena berlanjut dengan dibangunnya akademi sepak bola pada tahun 2014, dan hadirnya strategi pencarian bakat yang menarik.
Disebut menarik, karena klub milik perusahaan minuman energi ini cukup rutin menemukan pemain berkualitas yang kadang luput dari radar pencari bakat klub top Eropa. Tak lupa, pemain lokal potensial juga ikut diorbitkan.
Hasilnya, nama-nama tenar seperti Sadio Mane (Senegal), Naby Keita (Guinea), Erling Haaland (Norwegia), Patson Daka (Zambia), Benjamin Sesko (Slovenia), Karim Adeyemi (Jerman) dan Dominik Szoboszlai (Hongaria) muncul dan bersinar.
Selain memperkuat tim dari segi teknis, kehadiran para pemain berbakat ini mampu mendatangkan banyak pemasukan dari penjualan pemain bintang. Berkat strategi ini, kondisi keuangan klub tetap sehat.
Jadi, meski rerata jumlah penonton klub kurang maksimal, besarnya pemasukan dari transfer pemain, kompetisi dan sponsor membuat klub tetap eksis.
Rutinitas tampil di Eropa juga membuat klub punya profil menarik di mata pemain muda potensial, karena bisa menjadi batu loncatan ke liga-liga top Eropa.